IDI Minta Penempatan Dokter Diatur Pemerintah Pusat
JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mendukung upaya pemerataan dokter hingga seluruh penjuru daerah. Organisasi profesi kedokteran itu meminta kebijakan penempatan dokter diatur langsung oleh Pemerintah Pusat.
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menyatakan, pihaknya mendukung dan akan membantu upaya pemerataan dokter di seluruh daerah. Pihaknya mengusulkan, upaya tersebut dilakukan secara terpusat, atau dikendalikan langsung Pemerintah Pusat.
“Kami lebih setuju sentralisasi. Kalau menyerahkan penempatan kepada tenaga medis atau tenaga kesehatan, dia yang milih masuk wilayah. Kalau diserahkan kepada daerah, akan terjadi permasalahan seperti saat ini,” kata Adib, di Jakarta, Jumat (12/7/2024).
Menurut dia, jika penempatan dokter dan tenaga kesehatan dikendalikan Pemerintah Pusat, para dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di daerah bisa mendapat kepastian karier dan insentif. Sebab, saat para tenaga kesehatan bekerja di daerah, perhatian dari Pemerintah Daerah masih kurang.
“Persoalan ini sudah terjadi bertahun-tahun, tapi belum bisa diselesaikan. Sebab itu, perlu ada daya dukung dari Pusat,” harap Adib.
Lebih lanjut, dia mengatakan, kehadiran sekitar 12 ribu dokter umum baru setiap tahun mestinya bisa mengisi kekurangan dokter di seluruh daerah. Namun, sampai saat ini sekitar 70 persen dokter masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Karenanya, lanjut Adib, PB IDI mendorong Pemerintah Daerah memetakan kebutuhan dokter dan tenaga kesehatan di wilayah masing-masing, dan berusaha menutupi kekurangannya dengan bantuan dari Pemerintah Pusat.
Dia menegaskan, IDI juga mendukung upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan beasiswa pendidikan kedokteran, dan mengusulkan agar lulusannya ditugaskan di daerah asal masing-masing.
“Kalau perlu dipermudah sekolah spesialis, gratiskan pendidikan spesialisnya, beri insentif. Kalau itu dilakukan, kami bisa lakukan pemetaan,” tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan, pihaknya terus mengupayakan pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Utamanya, di Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan atau DTPK.
“Untuk pemerataan, kami kirim beberapa dokter spesialis. Lulusannya yang ada kami dorong ke DTPK yang masih kosong, dibayarin langsung oleh Kementerian Kesehatan. Semua dokter spesialis akan kami kasih subsidi dari Pemerintah Pusat, gajinya mengikuti guru,” ujar Budi.
Dia mengakui, banyak Pemerintah Daerah yang tidak membayar gaji dokter yang bertugas di wilayah mereka. Karenanya, Kemenkes membuat aturan agar para dokter spesialis yang bertugas di DTPK, gajinya di subsidi Pemerintah Pusat.
Kami akan kasih sekitar Rp 30 jutaan per bulan. Langsung masuk lewat ke rekening jadi nggak bisa diintervensi,” imbuhnya.
Menkes menambahkan, Pemerintah juga mengupayakan pembiayaan kepada para doktet yang mau menempuh pendidikan dokter spesialis. “Salah satunya melalui beasiswa LPDP Kementerian Keuangan,” tandasnya.
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menilai, Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru dapat menjadi solusi bagi ketertinggalan Indonesia di sektor kesehatan. Menurut dia, peran negara dalam melakukan pemerataan infrastruktur kesehatan dan pemerataan dokter, khususnya dokter spesialis, menjadi salah satu yang bisa dijawab UU Kesehatan baru.
“Adanya pemerataan infrastruktur kesehatan dan dokter, membuktikan bahwa negara hadir dan berupaya memberi rasa keadilan terhadap seluruh rakyat. Di sektor kesehatan kita masih butuh effort dan perjuangan, agar tidak tertinggal jauh di bidang-bidang lainnya,” imbuhnya.
Di media sosial X, netizen mendukung dilakukannya pemerataan dokter hingga ke pelosok daerah. Dengan begitu, masyarakat tak lagi kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan.
Akun @bedastatus berharap, pemerataan dokter bisa segera dilakukan. Sebab, banyak masyarakat di daerah terpencil yang sangat membutuhkan dokter. Namun, dia tak mendukung wacana masuknya dokter asing.
“Kalau ujung-ujungnya dokter asing ditempatkan di kota besar dan di rumah sakit besar, pemerataan dokter atau kekurangan dokter, ya cuma jadi tameng aja. Sementara, masyarakat di daerah tetap susah mengakses dokter, apalagi spsialis,” cuitnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu