TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Harapan TNI Untuk Berbisnis Di Tolak DPR

Laporan: AY
Selasa, 16 Juli 2024 | 08:24 WIB
Meutya Hafid Ketua Komisi 1 DPR. Foto ; Ist
Meutya Hafid Ketua Komisi 1 DPR. Foto ; Ist

JAKARTA - Harapan TNI agar prajurit bisa berbisnis lewat revisi UU TNI, ditolak DPR. Wakil rakyat di Senayan tetap kekeuh, anggota TNI dilarang berbisnis. 

Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid mengatakan, dalam draft RUU TNI pun disebutkan, prajurit tetap dilarang berbisnis. Kata Meutya, prajurit masih mungkin menjalankan usaha dengan sistem koperasi yang selama ini bergulir.

"Jika bentuk koperasi resmi masih dimungkinkan untuk kesejahteraan prajurit saja, tapi bisnis tidak boleh,” kata Meutya, di Jakarta, kemarin.

Politisi Partai Golkar ini mengatakan, DPR memang sudah menyetujui revisi UU TNI sebagai inisiatif DPR. Namun, hingga saat ini belum ada pembahasan antara DPR dan pemerintah. Ia juga mengungkapkan, dalam draft RUU TNI tidak ada revisi terhadap pasal yang melarang prajurit berbisnis.

Seperti diketahui, usulan agar prajurit boleh berbisnis disampaikan oleh Kababinkum TNI, Laksamana Muda Kresno Buntoro, dalam dengar pendapat publik RUU Perubahan TNI yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, di Jakarta Kamis (12/07/2024). Kata dia, Panglima TNI meminta ada revisi tentang perluasan jabatan sipil untuk prajurit dan perpanjangan usia pensiun.

Selain itu, Kresno juga menyampaikan usulan agar prajurit diizinkan untuk berbisnis. Artinya, TNI meminta ada revisi Pasal 39 yang saat ini melarang anggota TNI terlibat dalam kegiatan bisnis.

Kresno menilai larangan ini terlalu ketat. Ia mencontohkan personal di mana istri atau keluarga prajurit membuka warung kecil, yang secara teknis melibatkan prajurit tersebut dalam kegiatan bisnis, meskipun hanya membantu.

Dengan Undang-undang yang sekarang, kalau diperiksa bisa kena. Karena itu, TNI berharap agar pasal tersebut dibuang saja. "Mestinya yang dilarang adalah institusi TNI untuk berbisnis, tapi kalau prajurit, mau buka warung kelontong aja, ndak," cetusnya.

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menyatakan usulan yang disampaikan Kresno sah-sah saja. Prajurit TNI jika hanya sekadar membuka warung kelontong boleh saja. Karena tidak masuk ke kategori bisnis besar yang bakal mengganggu tupoksinya sebagai TNI.

Politisi PDIP ini menegaskan, pencabutan larangan bisnis prajurit TNI tidak masuk ke dalam draf RUU TNI. "Draf itu sudah ada. Dan tidak ada revisi soal TNI boleh berbisnis. TNI boleh berbisnis itu disampaikan oleh salah seorang perwira tinggi dalam sebuah rapat (di TNI), begitu. Bintang 2 kalau nggak salah yang ngomong," ungkap TB Hasanuddin, Senin (15/7).

Hasanudin mengatakan, konteks bisnis yang dilarang adalah bisnis besar yang bisa berpengaruh terhadap tupoksi TNI. Kalau hanya buka warung kelontong tidak akan berpengaruh.

"Itu kan di rumah. Toh yang melakukan istrinya," tambahnya.

TB Hasanuddin memperkirakan, perputaran uang dari warung yang dibuka keluarga perwira tinggi TNI itu sekitar Rp300-400 ribu sehari. "Jadi bukan skala bisnis besar," tegasnya.

Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie menilai usulan prajurit TNI boleh berbisnis kontradiktif dan tidak relevan dengan upaya penguatan TNI. Ikhsan menyebut, penghapusan larangan kegiatan bisnis bagi prajurit TNI dapat menebalkan keterlibatan prajurit TNI pada bidang-bidang di luar pertahanan negara. Pasalnya, jika sebelumnya hanya pada bidang sosial-politik, melalui usulan ini bertambah pada bidang ekonomi.

“Usulan ini dapat menjadi pintu masuk bagi kemunduran (regresi) profesionalisme militer, sebab memberi legitimasi aktivitas komersial bagi prajurit TNI dan potensi pemanfaatan aspek keprajuritan untuk hal-hal di luar pertahanan negara,” tegas Ikhsan dalam rilis yang diterima, Minggu (14/7/2024)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo