Layanan Kontrasepsi Bagi Remaja Yang Sudah Nikah
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buka suara soal polemik Pasal 103 Ayat (4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Ke depan, aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja akan diperjelas melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan, bunyi Pasal 103 Ayat (1) PP Kesehatan jangan ditafsirkan semua remaja usia sekolah disediakan alat kontrasepsi sebagai bagian dari layanan kesehatan reproduksi.
Menurut dia, layanan penyediaan alat kontrasepsi hanya boleh diberikan kepada remaja usia sekolah yang sudah menikah. Sebab, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko.
“Penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja. Itu hanya diperuntukan bagi remaja yang sudah menikah. Tujuannya, menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” ujar Syahril dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/8/2024).
Dia menambahkan, penjelasan lebih lanjut tentang Pasal 103 Ayat (1) PP Kesehatan akan dituangkan dalam Permenkes, yang tengah dirancang.
Menurut Syahril, rancangan Permenkes itu akan memperjelas tentang pemberian edukasi keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja, yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan usia anak.
Lebih lanjut, Syahril menjelaskan, pernikahan dini yang terjadi di usia sekolah, kerap membawa risiko bagi perempuan. Di antaranya, risiko kematian ibu dan anak, serta risiko anak yang dilahirkan menjadi stunting.
“Agar masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut, aturan itu akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan dari PP tersebut,” tandasnya.
Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina menilai, penjelasan yang lebih jernih melalui Permenkes harus segera diterbitkan. Sebab, berlarutnya polemik Pasal 103 Ayat (1) PP Kesehatan akan menjadi boomerang bagi Pemerintah.
“Kemenkes perlu memberikan penjelasan dan edukasi yang clear. Sebab, bunyi pasal yang ada saat ini bisa membuat salah tafsir dan telah melahirkan berbagai polemik di tengah masyarakat,” tegas Arzeti.
Anggota Fraksi PKB ini menambahkan, bunyi pasal terkait penyediaan alat kontrasepsi tidak sejalan dengan norma-norma di Indonesia.
“Anak-anak usia remaja tak boleh melakukan hubungan seksual, bukan sekadar masalah agama, norma dan budaya. Itua akan berpengaruh terhadap kesehatan mereka,” imbuhnya.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani juga mendesak adanya aturan yang menjelaskan lebih lanjut soal penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Aturan itu bertujuan untuk mencegah terjadinya salah persepsi di tengah masyarakat.
PP Kesehatan mengesankan adanya dukungan Pemerintah terkait hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja. Daripada membagikan alat kontrasepsi, lebih baik Pemerintah memberi edukasi kesehatan reproduksi pada remaja,” tegasnya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati memiliki pendapat berbeda. Dia meminta Pemerintah segera merevisi PP 28 Tahun 2024, salah satunya Pasal 103 Ayat (4) yang mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi.
Kurniasih menilai, PP sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Kesehatan, tidak menyederhanakan peraturan dan menimbulkan tafsir regulasi yang berbahaya.
Polemik soal Pasal 103 Ayat (1) PP Kesehatan juga terjadi di media sosial X.
Melalui akun X miliknya, @Hilmi28, Pimpinan Pondok Penghafal Al-Qur’an (PPA) Assa’adah Hilmi Firdausi menyatakan, pelaksanaan layanan pembagian alat kontrasepsi gratis kepada pelajar sebaiknya ditunda sampai ada aturan yang lebih jelas.
“Saya juga mengimbau kepada regulator untuk melarang minimarket memajang kondom di depan kasir. Saya nggak tahu apa maksudnya. Setahu saya biasanya barang-barang promosi dan barang mahal yang diletakkan di dekat kasir. Kalau alat kontrasepsi dipajang di depan buat apa?” tulisnya.
Akun @Lisye4b9c2609ebe94b4 berpendapat, pemerintah harus lebih dahulu menggencarkan edukasi soal seks dan kesehatan reproduksi. Menurut dia, bila pemahaman atas dua hal itu sudah baik, layanan pembagian alat kontrasepsi kepada pelajar di usia sekolah yang sudah menikah, bisa dilakukan.
“Kan semua ada step-nya. Bila sudah diedukasi tapi masih ada pelajar yang melakukan pernikahan dini, baru deh siswa yang menikah itu diberi layanan khusus soal kontrasepsi. Kan kasihan kalau timbul penyakit atau risiko kehamilan dini, gara-gara tidak memiliki pengetahuan,” usulnya.
Akun @Supriyo68 menilai, pemberian alat kontrasepsi bagi siswa akan memancing mereka melanggar norma kesusilaan.
“Apa manfaatnya pelajar disediakan alat kontrasepsi? Agar disalahgunakan untuk sesuatu yang melanggar hukum agama dan sosial kemasyarakatan. Saat pergaulan bebas marak terjadi, kok malah dikasih gituan,” sindirnya.
Akun @indahhaha_ menilai, penggunaan kondom marak pada pasangan yang sudah menikah di usia matang. Tujuannya, untuk menunda kehamilan atau membatasi jumlah anak.
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 17 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 18 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu