Parliamentary Threshold Jadi Momok Bagi Partai Baru
JAKARTA - Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT, menjadi momok bagi partai baru atau partai non parlemen.
Sebab, untuk melewati PT diperlukan kerja sangat keras dan anggaran yang sangat besar. Bahkan, banyak partai politik yang sudah ikut Pemilu berkali-kali, tapi masih belum mampu menembus PT, atau perolehan suara 4 persen.
Ambang batas parlemen, pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009, dengan syarat perolehan suara minimal 2,5 persen. Bila bisa memenuhi syarat itu, partai politik dapat terlibat dalam pembagian kursi DPR.
Persentasenya, lalu berubah menjadi 3,5 persen pada Pemilu 2014. Kemudian, naik lagi, menjadi 4 persen sejak Pemilu 2019, setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Pada Pemilu 2019, Jumlah partai politik yang lolos ke DPR berkurang. Dari 10 menjadi 9 partai politik. Yang terlempar adalah Partai Hanura.
Pada Pemilu 2024, PT masih 4 persen. Tetapi, jumlah partai politik yang lolos ke DPR kembali berkurang. Dari 9 menjadi 8 partai. Kini, giliran PPP yang tak lolos ke Senayan.
Meski partai bertumbangan akibat adanya PT, Partai NasDem justru mengusulkan agar angka PT dinaikkan lagi, dari 4 persen menjadi 7 persen. Usulan itu merupakan rekomendasi dari hasil Kongres NasDem yang terbaru.
Tak hanya menaikkan angka PT, NasDem juga mengusulkan berlakunya PT di provinsi dan kabupaten kota. Angka PT di daerah, sebelumnya tidak ada.“Sistem multipartai, membuat konsensus nasional sulit terbangun,” ujar Ketua DPP Partai NasDem, Martin Munurung.
Lalu, bagaimana tanggapan partai non parlemen mengenai usulan kenaikan PT ini? Ketua Majelis Rakyat atau Badan Pendiri DPP Partai Buruh, Sonny Pudjisasono menolaknya. “Harusnya, PT itu nol persen,” tandasnya.
Berikut ini, wawancara dengan Sonny Pudjisasono mengenai hal tersebut.
NasDem ingin menaikkan angka PT menjadi 7 persen. Bagaimana respons Anda?
Terus terang, kami menolak usulan kenaikan angka PT. Menurut saya, threshold sebaiknya 0 persen.
Kenapa 0 persen?
Kita perlu mengembalikan sistem, sehingga hak-hak rakyat dihargai, sekecil apa pun. Sistem saat ini, memisahkan dan mengabaikan suara rakyat yang tidak memenuhi threshold, sehingga banyak suara tidak terwakili di DPR.
Apa substansi penolakan ini?
Dengan angka threshold yang ditetapkan sebesar 4 persen saja, banyak suara yang hilang dan tidak terwakili. Parliamentary threshold yang diberlakukan kepada partai-partai, menyebabkan hampir 18 persen suara rakyat tidak terwakili di lembaga legislatif.
Banyak suara rakyat yang tidak terwakili ya?
Hanya suara rakyat yang mencapai threshold yang terwakili. Sedangkan suara yang di bawah threshold, tidak memiliki wakil di DPR.
Apa akibatnya?
Akibatnya, di DPR, hanya suara partai yang diakomodir, bukan suara rakyat. Seharusnya, DPR benar-benar menjadi Dewan Perwakilan Rakyat, bukan dewan perwakilan partai. Sekarang, wakil kita adalah wakil partai, bukan wakil rakyat.
Apa harapan Anda?
Tolak threshold. Biarkan rakyat memilih pemimpinnya sendiri, bukan partai yang mengatur rakyat. Saat ini, partai-partai mengatur rakyat, dan badan legislasi dikendalikan penguasa.
TangselCity | 8 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 11 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu