Januari sd Agustus Sudah 46 Ribu Terkena PHK
JAKARTA - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus berlangsung. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, jumlah pekerja yang mengalami PHK pada Januari-Agustus 2024 mencapai 46.240 orang. Angka tersebut berpotensi melebihi kasus PHK di 2023, yang mencapai 57.923 orang.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita mengatakan, gelombang PHK berpotensi terjadi hingga akhir 2024. Karenanya, dia meminta Pemerintah dan para pengusaha bersikap transparan kepada para pekerja, di tengah gelombang PHK yang sedang marak terjadi.
“Keterbukaan atau transparansi sangat dibutuhkan oleh para pekerja yang menjadi korban PHK. Salah satunya, memberikan alasan kenapa PHK terjadi,” ujar Elly dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/9/2024).
Lebih lanjut, dia menjelaskan, keterbukaan pihak perusaan dan Pemerintah, akan membuat para korban PHK lebih bisa menerima keputusan tersebut. Selain itu, lanjut dia, keterbukaan itu juga akan menghilangkan berbagai spekulasi dan opini negatif tetang kondisi perusahaan.
Elly juga menyesalkan, alasan lesunya penjualan, kerap dijadikan kambing hitam atau isu utama sebuah perusahaan menghentikan hubungan kerja. Menurutnya, alasan itu tidak tepat, karena para pekerja juga memahami, pihak pembeli tidak mungkin menghentikan pembelian secara langsung.
“Para pekerja kan bisa melihat, apakah orderan benar-benar lasu atau tidak. Makanya, pihak perusahaan harus transparan kepada karyawan. Pembeli tidak mungkin menghentikan perjanjian dalam waktu satu pekan, tidak mungkin, itu pasti terjadi beberapa bulan sebelumnya,” urai dia.
Lebih lanjut, Elly mendorong pihak perusahaan melakukan komunikasi, mengungkap kondisi perusahaan, dan meminta para pekerja bersiap menghadapi kondisi terburuk. “Sebelum PHK, ungkap apa yang sesungguhnya terjadi, agar pekerja juga bisa menyiapkan diri. Minimal, 6 bulan sebelum PHK,” pintanya.
Terpisah, anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto meminta perusahaan memenuhi seluruh hak para pekerja yang terkena PHK. “Perusahaan tak boleh mengingkari pesangon dan jaminan sosial, utamanya jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kehilangan pekerjaan,” katanya di Jakarta, Jumat (6/9/2024).
Saat Kunjungan Kerja Komisi IX DPR ke Jawa Tengah (Jateng), ungkap Edy, pihaknya mendapati angka PHK di Provinsi Jateng menjadi yang tertinggi se-Indonesia. Menurutnya, terdapat lebih dari 20 ribu kasus PHK di Jateng, penyumbang kasus terbanyak berasal dari industri tekstil, garmen, dan alas kaki.
Lebih lanjut, Edy menguraikan, pihaknya mencatat, hanya 9.700 orang dari 13.700 korban PHK yang mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan. Hal itu disebabkan masih adanya perusahaan nakal yang tidak membayar iuran jaminan kehilangan pekerjaan.
“Ketika dia (perusahaan) tahu ekonomi sedang sulit, dia mau bangkrut, iuran jaminannya nggak dibayar. Kebanyakan data di BPJS Ketenagakerjaan ‘close’. Ini jelas merugikan, dan tidak boleh terjadi lagi,” tegas dia.
Pengabdi bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, M Safali menyatakan, PHK massal menjadi momok bagi buruh di Jawa Tengah. Menurut dia, para buruh dihadapkan rasa takut, karena tidak ada kepastian, serta jaminan dan perlindungan kerja.
Selain itu, sambung dia, pihaknya juga menemukan adanya pembiaran terkait PHK massal yang terjadi di Jawa Tengah. Kompensasi bagi buruh yang kena PHK, sepenuhnya diserahkan kepada pengusaha dan buruh.
Dalam kondisi yang sangat rentan, para buruh akhirnya menerima PHK tanpa kompensasi, atau hanya sekedar tali asih yang jumlahnya sangat sedikit. Dalam bahasa jawa disebut nrimo ing pandum, yang berati buruh hanya bisa pasrah,” keluh Safali.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemnaker, Anwar Sanusi mengatakan, Kemnaker telah melakukan langkah-langkah mitigasi terkait gelombang PHK yang terus berlanjut. Dia menjelaskan, pihaknya telah melakukan empat langkah mitigasi.
Pertama, urai Anwar, sosialisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dapat diterima oleh pekerja yang ter-PHK. Korban PHK dalam program ini, akan mendapat tunjangan tunai selama enam bulan. “Selain itu, mereka juga akan mendapatkan akses pelatihan untuk reskilling dan upskilling,” katanya.
Kedua, lanjut dia, para pekerja akan memdapat akses informasi kesempatan kerja dari instansi atau mitra Kemnaker melalui job fair dan lainnya. Ketiga, melakukan mediasi dengan pihak perusahaan untuk mencari alternatif selain PHK.
Keempat, tandas Anwar, koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain, termasuk soal regulasi. “PHK adalah jalan terakhir jika opsi lain tidak memungkinkan dilakukan. Terpenting, keputusan itu tidak merugikan pekerja dan hak-hak mereka terpenuhi,” cetusnya.
Di media sosial X, netizen juga ramai membahas soal gelombang PHK yang masih terus terjadi. Disaat bersamaan, lapangan kerja yang tersedia juga terbatas, sehingga para pekerja sulit mendapatkan pekerjaan.
Akun @Iyankencana menyatakan, PHK menghantui banyak pekerja, terutama industri tekstil dan manufaktur. Selain itu, kata dia, para pekerja yang terkena PHK juga susah mendapat pekerjaan baru.
“Benar dan sudah kejadian, yang kena PHK di atas usia 35 tahun, susah dapat kerja lagi. Padahal, seiring bertambah umur, pengeluaran juga bertambah, utamanya biaya sekolah anak. Pokoknya, PHK benar-benar bencana,” cuitnya.
Akun @sabri098 mengungkapkan, sejak kena PHK beberapa tahun lalu, dia dan teman-temannya masih kesulitan mendapatkan pekerjaan baru. Terlebih, tambah banyak saja pekerja yang terkena PHK setiap tahunnya.
“Saya yang cuma rakyat jelata asli, masih nganggur. Saya sudah kena PHK beberapa tahun lalu, sudah lamar sana sini, tapi belum ada pekerjaan. Kenapa? lowongannya sedikit,” keluhnya.
Sementara akun @jerapahliar berharap, korban PHK mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah. “Harusnya, korban PHK dibantu oleh negara, seperti lewat pemberian bansos. Datanya kan bisa dicari dari Kemnaker. Jangan pas mau Pemilu doang banyak bansosnya,” sindirnya.
Akun @justalkandtalk mengusulkan, aturan lowongan kerja dibenahi agar tidak mempersulit orang untuk mendapat pekerjaan. “Banyak lowongan kerja yang requirement-nya nggak akal. Contoh, nyari level fresh graduate, tapi harus punya pengalaman mumpuni. Terus, ada batasan usia yang mempersulit korban PHK, umur tidak muda lagi, jadi sulit dapat pekerjaan,” cetusnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 6 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 10 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu