TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Januari sd Agustus Sudah 46 Ribu Terkena PHK

Oleh: Farhan
Senin, 09 September 2024 | 10:02 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus berlangsung. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, jumlah pekerja yang mengalami PHK pada Januari-Agustus 2024 mencapai 46.240 orang. Angka tersebut berpotensi melebihi kasus PHK di 2023, yang mencapai 57.923 orang.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita mengatakan, gelombang PHK berpotensi terjadi hingga akhir 2024. Karenanya, dia meminta Peme­rintah dan para pengusaha ber­sikap transparan kepada para pekerja, di tengah gelombang PHK yang sedang marak terjadi.

“Keterbukaan atau transparan­si sangat dibutuhkan oleh para pekerja yang menjadi korban PHK. Salah satunya, memberi­kan alasan kenapa PHK terjadi,” ujar Elly dalam keterangan tertu­lisnya, Jumat (6/9/2024).

Lebih lanjut, dia menjelaskan, keterbukaan pihak perusaan dan Pemerintah, akan membuat para korban PHK lebih bisa menerima keputusan tersebut. Se­lain itu, lanjut dia, keterbukaan itu juga akan menghilangkan berbagai spekulasi dan opini negatif tetang kondisi perusahaan.

Elly juga menyesalkan, ala­san lesunya penjualan, kerap dijadikan kambing hitam atau isu utama sebuah perusahaan menghentikan hubungan kerja. Menurutnya, alasan itu tidak tepat, karena para pekerja juga memahami, pihak pembeli tidak mungkin menghentikan pembe­lian secara langsung.

“Para pekerja kan bisa melihat, apakah orderan benar-benar lasu atau tidak. Makanya, pihak peru­sahaan harus transparan kepada karyawan. Pembeli tidak mungkin menghentikan perjanjian dalam waktu satu pekan, tidak mungkin, itu pasti terjadi beberapa bulan sebelumnya,” urai dia.

Lebih lanjut, Elly mendorong pihak perusahaan melakukan ko­munikasi, mengungkap kondisi perusahaan, dan meminta para pekerja bersiap menghadapi kondisi terburuk. “Sebelum PHK, ungkap apa yang sesungguhnya terjadi, agar pekerja juga bisa menyiapkan diri. Minimal, 6 bulan sebelum PHK,” pintanya.

Terpisah, anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto me­minta perusahaan memenuhi seluruh hak para pekerja yang terkena PHK. “Perusahaan tak boleh mengingkari pesangon dan jaminan sosial, utamanya jaminan hari tua, jaminan pen­siun, dan jaminan kehilangan pekerjaan,” katanya di Jakarta, Jumat (6/9/2024).

Saat Kunjungan Kerja Komisi IX DPR ke Jawa Tengah (Jateng), ungkap Edy, pihaknya mendapati angka PHK di Provinsi Jateng menjadi yang ter­tinggi se-Indonesia. Menurut­nya, terdapat lebih dari 20 ribu kasus PHK di Jateng, penyum­bang kasus terbanyak berasal dari industri tekstil, garmen, dan alas kaki.

Lebih lanjut, Edy mengurai­kan, pihaknya mencatat, hanya 9.700 orang dari 13.700 korban PHK yang mendapatkan jami­nan kehilangan pekerjaan. Hal itu disebabkan masih adanya perusahaan nakal yang tidak membayar iuran jaminan ke­hilangan pekerjaan.

“Ketika dia (perusahaan) tahu ekonomi sedang sulit, dia mau bangkrut, iuran jaminannya ng­gak dibayar. Kebanyakan data di BPJS Ketenagakerjaan ‘close’. Ini jelas merugikan, dan tidak boleh terjadi lagi,” tegas dia.

Pengabdi bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, M Safali menyatakan, PHK massal menjadi momok bagi buruh di Jawa Tengah. Menurut dia, para buruh dihadapkan rasa takut, karena tidak ada kepastian, serta jami­nan dan perlindungan kerja.

Selain itu, sambung dia, pihaknya juga menemukan adanya pembiaran terkait PHK massal yang terjadi di Jawa Tengah. Kompensasi bagi buruh yang kena PHK, sepenuhnya di­serahkan kepada pengusaha dan buruh.

Dalam kondisi yang sangat rentan, para buruh akhirnya menerima PHK tanpa kompensasi, atau hanya sekedar tali asih yang jumlahnya sangat sedikit. Dalam bahasa jawa disebut nrimo ing pandum, yang berati buruh hanya bisa pasrah,” keluh Safali.

Sebelumnya, Sekretaris Jender­al (Sekjen) Kemnaker, Anwar Sa­nusi mengatakan, Kemnaker telah melakukan langkah-langkah miti­gasi terkait gelombang PHK yang terus berlanjut. Dia menjelaskan, pihaknya telah melakukan empat langkah mitigasi.

Pertama, urai Anwar, sosiali­sasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dapat diterima oleh pekerja yang ter-PHK. Korban PHK dalam program ini, akan mendapat tunjangan tunai selama enam bulan. “Selain itu, mereka juga akan mendapatkan akses pelatihan untuk reskilling dan upskilling,” katanya.

Kedua, lanjut dia, para pekerja akan memdapat akses informasi kesempatan kerja dari instansi atau mitra Kemnaker melalui job fair dan lainnya. Ketiga, melakukan mediasi dengan pi­hak perusahaan untuk mencari alternatif selain PHK.

Keempat, tandas Anwar, koor­dinasi dengan kementerian dan lembaga lain, termasuk soal regulasi. “PHK adalah jalan terakhir jika opsi lain tidak memungkinkan dilakukan. Terpenting, keputusan itu tidak merugi­kan pekerja dan hak-hak mereka terpenuhi,” cetusnya.

Di media sosial X, netizen juga ramai membahas soal gel­ombang PHK yang masih terus terjadi. Disaat bersamaan, la­pangan kerja yang tersedia juga terbatas, sehingga para pekerja sulit mendapatkan pekerjaan.

Akun @Iyankencana me­nyatakan, PHK menghantui banyak pekerja, terutama in­dustri tekstil dan manufaktur. Selain itu, kata dia, para pekerja yang terkena PHK juga susah mendapat pekerjaan baru.

“Benar dan sudah kejadian, yang kena PHK di atas usia 35 tahun, susah dapat kerja lagi. Padahal, seiring bertambah umur, pengeluaran juga bertambah, utamanya biaya sekolah anak. Pokoknya, PHK benar-benar bencana,” cuitnya.

Akun @sabri098 mengungkap­kan, sejak kena PHK beberapa ta­hun lalu, dia dan teman-temannya masih kesulitan mendapatkan pekerjaan baru. Terlebih, tambah banyak saja pekerja yang terkena PHK setiap tahunnya.

“Saya yang cuma rakyat jelata asli, masih nganggur. Saya sudah kena PHK beberapa tahun lalu, sudah lamar sana sini, tapi belum ada pekerjaan. Kenapa? lowon­gannya sedikit,” keluhnya.

Sementara akun @jerapahliar berharap, korban PHK mendapat perhatian dan bantuan dari peme­rintah. “Harusnya, korban PHK dibantu oleh negara, seperti le­wat pemberian bansos. Datanya kan bisa dicari dari Kemnaker. Jangan pas mau Pemilu doang banyak bansosnya,” sindirnya.

Akun @justalkandtalk me­ngusulkan, aturan lowongan kerja dibenahi agar tidak mempersulit orang untuk mendapat pekerjaan. “Banyak lowongan kerja yang requirement-nya nggak akal. Contoh, nyari level fresh gradu­ate, tapi harus punya pengalaman mumpuni. Terus, ada batasan usia yang mempersulit korban PHK, umur tidak muda lagi, jadi sulit dapat pekerjaan,” cetusnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo