TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

KKN Di Pesantren: Belajar Dari Santri Dan Jalinan Persahabatan Tak Terduga

Oleh: Moh. Asep Somantri
Sabtu, 21 September 2024 | 08:08 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

SERPONG - Saat itu, suasana wawancara begitu menegangkan. Namun, ketika pertanyaan mengenai motivasi saya mengikuti KKN Plus dilontarkan, pikiran saya langsung melayang pada masa-masa indah saat mondok di pesantren dulu. Ingatan akan kehidupan di pesantren sewaktu masa SMP menjadi pendorong utama bagi saya untuk kembali ke lingkungan pesantren melalui program KKN Plus ini. Ketika menyampaikan hal ini, saya bisa merasakan ketulusan dari pewawancara yang membuatku semakin yakin bahwa KKN Plus adalah pilihan yang tepat bagi diriku yang sekarang masih semester lima dan yang paling berat adalah seleksi ini diikuti oleh kakak tingkat dari semester tujuh dan dari program studi dan fakultas yang berbeda.

Lolos seleksi KKN Plus adalah sebuah kejutan yang begitu menyenangkan dan campur aduk rasanya. Saya merasa sangat beruntung bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar dan berkembang bersama kakak-kakak tingkat. Meskipun masih semester 5 saya yakin banyak hal yang bisa saya pelajari dari mereka nantinya. Saya sangat antusias untuk bisa memberikan kontribusi terbaik dalam program. Tentu, ini awal dari petualangan baru yang sangat saya nanti-nantikan dikala sedang libur semester kuliah untuk dapat saya alokasikan waktu liburan dengan belajar diluar kampus.

KKN Plus ini adalah program yang baru pertama kali diluncurkan oleh Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, sebagai model KKN yang berbeda daripada KKN pada umumnya yang memiliki keunikan tersendiri yaitu diadakan di Pondok Pesantren sebagai tempat pengabdian yang berfokus pada bidang edukasi dan pemberdayaan untuk sekolah dan pesantren dalam program kerjanya. Keunikan lainnya yaitu satu kelompok terdiri dari lima orang dari lintas jurusan yang berbeda  dan terdapat dua kelompok yang terdiri dari 5 putra dan 5 putri. Total ada sepuluh mahasiswa yang terpilih berdasarkan tahapan seleksi termasuk saya didalamnya.

Ingatan samar mulai terkuak, bus kampus yang membawa kami dari Jakarta berhenti tepat di depan  masjid yang ikonik dengan gaya arsitektur tradisional Cirebon - Jawa. Seketika saya merasa tenang. Ini adalah awal dari petualangan baru dan saya siap memberikan yang terbaik di sini. Melihat gerak-gerik santri itu, seakan waktu berputar kembali. saya teringat betul saat pertama kali dulu mondok serta melihat mereka berlalu-lalang dengan kitab di tangan, saya  serasa kembali ke masa-masa indah di pesantren. Mengembalikan memoriku pada masa-masa di mana waktu terasa berjalan begitu lambat namun begitu berharga. Saat pertama kali menginjakkan kaki di pesantren ini seketika dunia terasa begitu berbeda.

Pondok Kebon Jambu Al-Islamy adalah tempat kami untuk mengabdi dan melaksanakan program KKN Plus ini. Pesantren ini terletak di Desa Babakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. Pesantren ini sangat terkenal karena pernah diadakannya Kongres Ulama Perempuan Indonesia pertama pada tahun 2017 silam. Pondok Kebon Jambu menjadi tujuan yang sangat tepat untuk program KKN Plus ini, karena sebagai pusat studi yang memberikan kesempatan kepada kami untuk belajar dan saling memahami perbedaan antara kami dari Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di Pondok Kebon Jambu.

Hidup di pondok pesantren sebagai mahasiswa KKN sungguh pengalaman yang unik. Awalnya, saya merasa sedikit canggung dengan jadwal yang padat dan aturan yang ketat. Perbedaan antara kehidupan kampus dan pesantren begitu terasa. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai terbiasa dan menikmati setiap momennya. Bangun pagi sebelum subuh untuk sholat berjamaah, mengaji bersama santri, dan mengikuti kegiatan pesantren lainnya, perlahan-lahan membentukku menjadi pribadi yang lebih disiplin dan sabar.

Ketika malam pertama di pesantren, saya sangat terkejut dan kaget luar biasa. Malam itu begitu dingin ketika jam masih menunjukan pukul 03.00 dini hari. Ingatan itu begitu jelas. Masih terngiang di telinga suara beduk yang menggelegar dengan durasi yang cukup lama diiringi dengan syair-syair seperti sholawat. Suara beduk yang begitu keras membuat kami terkejut dan langsung terbangun dari tidur. Rasanya seperti ada gempa kecil yang mengguncang kamar tidur kami yang tepat berada di samping masjid putra. Rasa penasaran dengan bunyi beduk yang dipukul berkali-kali pada dini hari tersebut, membuat saya memberanikan diri untuk bertanya pada santri disini. Mereka menjawab bahwa beduk itu sebagai alarm untuk kegiatan rutin ibadah malam seperti shalat tahajjud dan Nadhoman (hafalan) dan dilanjutkan dengan sholat subuh berjamaah.

Bunyi beduk menggema di seluruh penjuru pesantren dan bagaikan alarm spiritual yang menggetarkan jiwa, membangunkan seluruh santri dari tidur. Dalam keheningan malam, mereka berlomba-lomba untuk mendekatkan diri kepada Allah. Suara mereka yang merdu membacakan syair dan bait-bait Nadhoman dan ayat- ayat Al-Qur’an begitu menyentuh hati. Dari mereka, saya belajar tentang pentingnya konsistensi dan kesungguhan dalam menuntut ilmu. Bahwa menuntut ilmu adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran dan keikhlasan. Suara beduk ini akan menjadi saksi bisu atas perjuangan mereka.

Hidup bersama para santri mengajarkan saya untuk lebih bersyukur dan menghargai apa yang telah saya miliki. Mereka hidup sederhana dan mandiri nan jauh dari kelaurga, namun selalu ceria dan penuh semangat. Mereka mengajarkan saya bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari materi, tetapi dari hati yang ikhlas dan rasa syukur. Setiap hari di sela-sela kegiatan program kerja KKN kami membersamai dan berbaur dengan para santri mengikuti sholat berjamaah, mengaji, dan membantu membersihkan pondok. Dari mereka, saya  belajar arti kedisiplinan dan pentingnya menjaga waktu. Saya juga belajar banyak tentang ilmu agama yang sebelumnya tidak saya ketahui. Hidup bersama para santri mengajarkan saya untuk lebih menghargai setiap momen dan selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan.

Hari-hari di pesantren bagaikan halaman-halaman buku yang terisi kisah indah. Saya  banyak belajar hal baru dan pengalaman yang begitu berkesan. Tak menyangka, di minggu terakhir KKN ini, saya justru menemukan ‘harta karun’ yang tak terduga. Seorang santri yang baru kukenal beberapa hari lalu ternyata memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang budidaya hidroponik. Dengan ramah, ia bersedia menjadi pemanduku saat mengunjungi kebun hidroponik milik pondok kebon jambu ini. Sungguh beruntung saya bisa bertemu dengannya. Rasanya, perjalanan KKN-ku menjadi semakin berwarna. Disini saya juga melihat bagaimana pondok pesantren ini mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas, saya semakin termotivasi untuk mengembangkan potensi diri dan memberikan manfaat bagi orang lain.

Saya  memanggilnya Mas Jauhar, santri di pondok jambu sekaligus sahabatku selama KKN di Pondok Jambu, telah menjadi partner yang tak ternilai dalam proyek pribadi (proyek KKN masing-masing program studi) yaitu membuat site plan atau denah pesantren.  Dengan kesabarannya, ia menjelaskan secara detail tentang tata letak bangunan di pondok. Bersama-sama, kami berjibaku seperti membuat peta masa depan. Hasilnya, sebuah denah pondok pesantren yang cukup komprehensif mulai terbentuk. Lebih dari sekadar proyek, kerja sama ini telah mempererat tali persahabatan kami.  Berkat bantuan Mas Jauhar, yang sangat memahami seluk beluk Pondok Jambu, proyek site plan ini berjalan lancar. Pengetahuannya tentang sejarah dan perkembangan pondok sangat membantu dalam menyusun tata letak bangunan yang akurat. Dengan adanya denah ini, diharapkan para santri maupun tamu akan lebih mudah berorientasi dan menemukan fasilitas yang mereka butuhkan. Jauhar pun merasa bangga karena kontribusinya sangat berarti bagi pondok yang ia cintai.

Sebelum mengakhiri petualangan KKN di Pondok Jambu, Jauhar mengajakku untuk menjelajahi Kota Cirebon. Bayangkan saja, dari suasana pesantren yang tenang, kami langsung terhanyut dalam keramaian kota. Kami menyusuri jalan-jalan tua, mengagumi keindahan Masjid Agung, dan bernostalgia di Alun-alun saling bertukar pikiran dan pengalaman pribadi masing-masing. Setiap sudut kota menyimpan cerita yang menarik. Setiap langkah terasa menyenangkan dan semoga persahabatan kami semakin erat terjalin. Aamiin.

Komentar:
Berita Lainnya
Prof. Dr. Muhadam Labolo
Arah Pembangunan Pemerintahan
Jumat, 13 September 2024
Dahlan Iskan
Machmud Algae
Kamis, 12 September 2024
Dahlan Iskan
Suami Batak
Rabu, 11 September 2024
Dahlan Iskan
Disway Malang
Selasa, 10 September 2024
Dahlan Iskan
Blangkon Merah
Senin, 09 September 2024
Dahlan Iskan
Nostra Aetate
Jumat, 06 September 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo