Golput Di Pilkada 2024 Tinggi, Parpol Dinilai Gagal Sodorin Calon Menarik
JAKARTA - Angka golput alias golongan yang tak memberikan hak suaranya di Pilkada Serentak 2024, cukup tinggi. Bahkan, di Jakarta 2024 mencapai 46,95 persen
Sejumlah pihak menilai, tingginya angka golput itu disebabkan masalah teknis kepemiluan, dan kegagalan parpol menyuguhkan calon yang menarik bagi masyarakat.
Politisi senior Partai Golkar, Firman Soebagyo prihatin melihat dengan fakta ini. “Ini ada sesuatu yang salah dan tentunya perlu ada evaluasi menyeluruh,” kata Firman dalam keterangannya, Selasa (3/12/2024).
Oleh karenanya, perlu kajian mendalam untuk mengetahui secara spesifik faktor penyebab merosotnya partisipasi masyarakat. Apakah sosialisasi yang kurang dari partai, kandidat, hingga kekurangan lain dari penyelenggara Pemilu maupun Pemerintah.
Padahal, durasi waktu sosialisasi Pilkada sudah hampir setahun. Penyelenggara maupun peserta Pilkada telah memasang alat peraga, serangkaian kampanye, debat, dengan maksimal. Peran media dalam meliput kegiatan tahapan Pilkada amat baik.
Melihat kondisi ini, Golkar akan melakukan evaluasi dari proses rekrutmen calon pejabat, khususnya dalam menghadirkan kader partai yang dapat merepresentasikan kebutuhan masyarakat.
Ditegaskan, parpol telah berusaha menyuguhkan paslon sesuai keinginan rakyat melalui hasil lembaga survei. Makanya, publik tidak bisa sepenuhnya menyalahkan. Sebab, parpol kerap berpegang pada survei elektabilitas dan popularitas, sebelum menentukan calon dalam kontestasi.
“Ini PR seluruh partai. Tetapi pendapat kegagalan parpol dalam menyuguhkan paslon sesuai aspirasi masyarakat itu bisa saja betul dan bisa tidak. Karena itu, perlu penelitian lebih lanjut,” tambahnya.
Sementara itu, politisi Partai Demokrat Dede Yusuf mengakui, faktor utama rendahnya tingkat partisipasi pemilih karena para calon yang maju kurang menarik.
Pilkada 2024, diibaratkannya seperti pertandingan sepakbola. Ketika tim yang bermain memiliki nama besar, seperti Manchester United melawan Chelsea, pasti akan banyak menarik perhatian penonton. Sebaliknya, pertandingan tim yang tak banyak memiliki fans, pasti sepi penonton.
Memang calon juga sangat berpengaruh untuk membuat orang datang melihat pertandingan tersebut,” kata Dede di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).
Diakuinya, sosialisasi KPU di seluruh daerah sudah cukup optimal. Hanya, KPU tak bisa serta merta memaksa warga untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk mencoblos. Kedatangan warga ke TPS harus dilandasi oleh keinginan untuk memilih calon tertentu.
“Tingginya angka golput itu harus menjadi bahan evaluasi bagi partai politik. Artinya, partai politik harus benar-benar memunculkan calon kepala daerah yang sesuai dengan harapan warga,” sarannya.
Selain itu, faktor lain yang membuat tingkat partisipasi pemilih rendah adalah waktu pelaksanaan Pilkada yang berdekatan dengan Pileg dan Pilpres 2024. “Ini juga beban bagi para peserta Pemilu dan Pilkada, juga bagi para penyelenggara,” tuturnya.
Serupa, Sekretaris Jendela Partai Amanat Nasional (PAN) Eko Hendro Purnomo menilai, keserentakan Pemilu berdampak terhadap rendahnya partisipasi publik.
Eko juga mengakui, ada kemungkinan publik melihat para calon dalam Pilkada tahun ini kurang menarik. “Sehingga jadi enggan untuk terlibat di dalam Pilkada,” tambahnya.
Terpisah, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyarankan, perlu langkah strategis meningkatkan partisipasi pemilih. “Khususnya dari sisi partai politik, kudu berbenah dalam pendekatan kepada masyarakat,” sarannya.
Selain itu, KPU juga diharapkan memperbaiki teknis, memastikan prosedur berjalan lancar, serta menjaga integritas petugas Pemilu di lapangan. Pemerintah juga diminta merevisi regulasi, termasuk Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Pilkada, dan Undang-Undang Partai Politik, untuk menciptakan sistem yang lebih adil, transparan, dan partisipatif.
Peneliti Perludem Annisa Alfath menambahkan, rendahnya partisipasi bukan hanya soal jadwal. Tetapi lantaran ketidakpuasan masyarakat terhadap proses politik pemilihan calon.
“Adanya calon tunggal di 37 daerah menunjukkan partisipasi partai politik dalam mencalonkan kandidat sering kali hanya bersifat formalitas, sehingga tidak memberikan pilihan yang menarik bagi pemilih,” tegasnya.
Komisioner KPU, August Mellaz mengakui, terdapat penurunan angka partisipasi pemilih Pilkada dibandingkan dengan Pemilu 2024. “Memang kalau kita lihat sekilas, dari gambaran secara umum, partisipasi pemilih kurang lebih di bawah 70 persen, secara nasional rata-rata,” kata dia saat konferensi pers di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2024).
Berdasarkan hasil lembaga survei Charta Politika, Pilkada Jakarta 2024 hanya diikuti 58 persen daftar pemilih tetap. Artinya, ada 42 persen golput. Angka partisipasi pemilih tersebut menurun dibandingkan Pilkada 2017 yang diikuti oleh 70 persen pemilih. Sementara berdasarkan pemantauan Lembaga Survei Indonesia, tingkat partisipasi Pilkada Jakarta mencapai 69,57 persen.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu