KPAI Soroti Fenomena Familicide Buntut Kasus Dugaan Bunuh Diri Sekeluarga di Tangsel
CIPUTAT TIMUR - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti fenomena pembunuhan yang dilakukan seseorang terhadap pasangan hidup dan anaknya secara bersamaan (familicide) buntut kasus dugaan bunuh diri sekeluarga yang terjadi di Tangerang Selatan (Tangsel) beberapa waktu lalu.
Anggota KPAI Klaster Kekerasan Fisik dan/atau Psikis, Diyah Puspitarini, mengatakan pihaknya menyoroti fenomena familicide ini yang kerap terjadi di awal dan akhir tahun.
“KPAI menyoroti kasus familicide kerap meningkat di akhir dan awal tahun, ketika tekanan ekonomi membesar akibat tagihan utang, khususnya pinjol,” kata Diyah dikutip Rabu (18/12/2024).
Seperti diketahui, aksi dugaan percobaan bunuh diri terjadi di kawasan Kediri pada Sabtu (14/12) lalu. Pada saat itu, ayah, ibu, dan dua anak diduga mencoba untuk mengakhiri hidupnya bersama. Namun, mereka berhasil diselamatkan, kecuali anak kedua mereka yang baru berusia 2 tahun.
Sehari setelah kejadian tersebut yakni Minggu (15/12), kasus dugaan bunuh diri sekeluarga yang menewaskan ayah, ibu, dan anak berusia 3 tahun terjadi di kawasan Cireundeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Meski belum diketahui secara pasti penyebab tewasnya satu keluarga tersebut, mereka diduga nekat mengakhiri hidupnya sendiri. Hal tersebut pun menjadi contoh fenomena familicide.
“Pembunuhan ini dikategorikan sebagai mass murder karena melibatkan beberapa korban dalam satu waktu. Penyebab utamanya sering kali adalah hilangnya kendali, terutama aspek ekonomi, yang biasanya dirasakan oleh kepala keluarga laki-laki,” jelasnya.
Ketidakmampuan keluarga khususnya kepala keluarga dalam mengatasi tekanan ekonomi tersebut pun mendorong perbuatan putus asa, seperti bunuh diri sekeluarga.
“Situasi ini menciptakan rasa putus asa yang mendalam, sehingga pelaku cenderung berpikir bahwa satu-satunya solusi adalah mengakhiri hidup bersama anggota keluarga,” lanjut Diyah.
Apalagi, anak-anak yang tidak memiliki daya untuk melawan keputusan buruk dari orang tua tersebut juga turut menjadi korban. Diyah pun mengajak kepada seluruh masyarakat dan juga pemerintah untuk memberikan perhatian dalam mencegah terjadinya hal serupa di kemudian hari.
“Semua pihak harus bergerak bersama untuk memastikan keluarga yang tengah mengalami kesulitan tidak merasa sendirian dan menemukan solusi yang lebih manusiawi,” ujarnya.
Fenomena familicide ini juga meninggalkan trauma yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.
“Tragedi ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi keluarga yang tersisa. Anak-anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan justru menjadi korban paling rentan dalam situasi ini,” tutupnya.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Politik | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu