Dolar Masih Mekemah, Airlangga: Nggak Perlu Terlalu Baper
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Pada perdagangan Jumat (20/12/2024), kurs rupiah terpantau bertahan di kisaran Rp 16.000-an per dolar AS. Menanggapi situasi ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, pelemahan mata uang tidak hanya dialami oleh rupiah, tetapi juga pada mata uang lainnya.
Pelemahan nilai tukar rupiah mulai terasa pada Rabu lalu. Saat itu, nilai tukar mata uang Garuda amblas hingga menyentuh angka Rp 16.000 per dolar AS. Sehari kemudian, pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut hingga menyentuh Rp 16.300 per dolar AS. Pada perdagangan Jumat, Rupiah sempat melemah di awal pembukaan. Namun, berhasil menguat pada penutupan perdagangan akhir pekan.
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (20/12/2024) sore, rupiah menguat 91 poin atau 0,56 persen dibandingkan penutupan sebelumnya, menjadi Rp 16.221,5 per dolar AS. Sementara itu, data dari Yahoo Finance menunjukkan penguatan lebih signifikan, yakni 94 poin atau 0,58 persen, dengan nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.190 per dolar AS.
Menanggapi situasi ini, Airlangga mengatakan, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS masih relatif lebih baik jika dibandingkan dengan mata uang dari sejumlah negara lainnya. Ia membandingkan kinerja rupiah dengan mata uang negara lain, seperti yen Jepang, won Korea Selatan hingga real Brazil.
Airlangga menegaskan, tugas utama menjaga stabilitas nilai tukar berada di tangan Bank Indonesia (BI). Sementara itu, Pemerintah berupaya mendorong ekspor yang dapat menghasilkan devisa dan memperkuat nilai rupiah.
Kami juga dorong investasi untuk substitusi impor. Jadi, impornya yang berbasis dolar kami tekan, ekspornya kami tingkatkan, sehingga nilai rupiah kita lebih solid," ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Karena itu, kata Airlangga, pelemahan nilai tukar rupiah tidak perlu disikapi secara berlebihan. Ia menjelaskan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang sudah dipatok pada kisaran Rp 16.000 per dolar AS dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
“Kami harus menjaga keseimbangan, jadi nggak perlu terlalu baper (berlebihan) terhadap sebuah harga," ujar Airlangga.
Airlangga juga meyakini pergerakan rupiah yang terjadi beberapa hari terakhir hingga akhirnya menekan ke level Rp 16.300 bersifat temporer dan tak akan mengganggu asumsi makro dalam APBN 2024. "Jadi tentu kami monitor terus dan jaga fundamental ekonomi kita. Itu lebih penting," tutur Airlangga.
Senada dikatakan Gubernur BI Perry Warjiyo. Kata dia, pelemahan nilai tukar rupiah masih terkendali dan masih lebih kuat dibanding dengan kondisi mata uang sejumlah negara lain. “Bila dibandingkan dengan tingkat akhir Desember 2023 tercatat depresiasi sebesar 4,16 persen, lebih kecil dibandingkan dengan pelemahan dolar Taiwan, peso Filipina dan won Korea," ungkap Perry saat pengumuman BI Rate, Rabu (18/12/2024) lalu.
Perry juga menyebut, nilai tukar rupiah kedepannya akan cenderung stabil, didukung oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi Indonesia yang terkendali. Namun, bank sentral akan tetap melakukan intervensi dan mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat fundamental rupiah.
Sementara, Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun meminta, BI fokus melakukan operasi moneter usai belakangan kurs rupiah semakin tertekan, di tengah adanya penggeledahan oleh KPK. Dia meyakini pelemahan nilai tukar rupiah beberapa waktu belakangan murni karena kebijakan fiskal yang diambil pemerintah dan kebijakan moneter dari BI.
Apalagi, sambungnya, inflasi di AS juga mengalami penurunan pasca terpilihnya Trump sebagai Presiden. Akibatnya, rupiah semakin tertekan dengan penguatan dolar AS.
"Jadi apa yang terjadi saat ini dengan pelemahan rupiah murni karena masalah teknis," ujar Misbakhun dalam keterangannya, dikutip Jumat (20/12/2024).
Di tempat terpisah, Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Aviliani menilai, penguatan dolar AS dipengaruhi oleh kebijakan Presiden AS terpilih Donald Trump.
Menurut dia, Trump bertekad mendongkrak ekonomi Negeri Paman Sam dengan memotong pajak korporasi, penciptaan lapangan kerja yang berpotensi meningkatkan inflasi serta menambah utang yang akan mendorong kenaikan imbal hasil US Treasury.
"Trump baru akan memberlakukan kebijakan baru tahun depan. Jadi pelemahan tahun depan akan lebih signifikan dibanding akhir tahun ini," kata Aviliani.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Lifestyle | 15 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu