Politik Indonesia Kanan Kiri Oke
JAKARTA - Indonesia kembali menunjukkan sikap nonblok alias menerapkan politik kanan kiri oke di panggung dunia. Selain berteman dengan Amerika di kelompok G20, kini Indonesia masuk sirkel BRICS yang digawangi salah satunya oleh Rusia.
BRICS singkatan dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Indonesia menjadi salah satu dari 9 negara yang disetujui untuk masuk BRICS. Kabar ini diungkapkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, Selasa (24/12/2024).
Ning mengatakan, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-16 di Kazan, Rusia, para pemimpin negara anggota telah mencapai konsensus penting terkait pembentukan mekanisme negara mitra. Hal ini menjadi tonggak sejarah blok ekonomi tersebut dalam pengembangan BRICS usai perluasan keanggotaan pada tahun lalu.
Daftar negara mitra BRICS yang akhirnya disetujui (bergabung), yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Uzbekistan, dan Uganda,” ujar Ning, dikutip dari website Kedutaan Besar Republik Rakyat China di Gambia, Jumat (27/12/2024).
Ning menegaskan, China siap bekerja sama dengan anggota BRICS dan negara-negara mitra lainnya, dengan semangat keterbukaan, inklusivitas, kerja sama yang saling menguntungkan, memperluas kerja sama praktis di berbagai bidang.
“Kami juga siap memajukan pengembangan kerja sama BRICS yang lebih baik dan berkualitas tinggi, serta mempromosikan pembangunan komunitas dengan masa depan bersama,” jelas Ning.
Meskipun sudah diumumkan, Kementerian Luar Negeri Indonesia belum terburu-buru merespons kabar tersebut. “Masih menunggu surat resmi, sehingga belum dalam posisi memberi komentar lebih lanjut,” kata Juru bicara Kemenlu RI, Rolliansyah Soemirat saat dikonfirmasi, tadi malam.
Untuk diketahui, setelah resmi jadi Presiden, Prabowo Subianto memaksimalkan segala cara untuk mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satunya dengan bergabung dalam sejumlah organisasi internasional.
Prabowo menganggap politik luar negeri yang diambil tidak menjadi masalah. “Kita ingin mencari yang terbaik, peluang-peluang untuk ekonomi kita. Kita harus memikirkan kesejahteraan rakyat kita kan,” cetusnya.
Indonesia telah menyampaikan keinginannya bergabung dengan BRICS saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Kazan, Rusia, Kamis (24/10/2024). Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono menegaskan, bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Meskipun ingin bergabung dengan BRICS, Indonesia tetap menjaga hubungan baik dengan AS. Hal ini dibuktikan dengan kunjungan diplomatik Prabowo ke AS, bulan lalu. Dalam kunjungan itu, Prabowo bertemu langsung Presiden Joe Biden di Gedung Putih, Washington, AS, Rabu (13/11/2024).
Bahkan, sebelum bertemu Biden, Prabowo sempat berkomunikasi via telepon dengan Presiden AS terpilih, Donald Trump. Dalam obrolan singkat itu, Prabowo menyatakan komitmennya untuk terus meningkatkan kerjasama antara Indonesia-AS.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah menyebut, BRICS merupakan jawaban dari ketidakpastian global saat ini. Namun, Indonesia belum menjadi anggota penuh BRICS.
Rezasyah menilai, saat ini Prabowo bermain waktu. Sambil menjadi anggota sepenuhnya di BRICS, Ketua Umum Partai Gerindra itu juga terus konsolidasi dengan Amerika.
Dengan masuk BRICS, Indonesia bisa mewakili AS. Yakni menjadi negara yang mengingatkan BRICS untuk tetap setia pada nilai luhurnya. “Menjadi blok yang tidak memerangi manapun, dan tidak menjadi penantang kepemimpinan global AS. Cantik kan langkah Pak Prabowo,” ulasnya saat dihubungi, tadi malam.
Kata Rezasyah, AS mengetahui langkah strategis Indonesia. Selain itu, AS meyakini bahwa masuknya Indonesia tidak akan menjadikan BRICS sebagai kekuatan yang mengancam dominasi AS dan Uni Eropa. “Indonesia akan menjadi kekuatan yang pertama menghalangi,” katanya.
Menurutnya, dengan menjadi anggota BRICS, Indonesia kanan kiri oke. Dengan China, Rusia, Uni Eropa, dan AS menjadi dekat. “Dengan begitu kita bisa bergerak bebas ke mana-mana. BRICS itu center of gravity terkuat saat ini,” tutur Rezasyah.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan, dengan posisi Indonesia di antara blok AS dan BRICS merupakan diplomasi nonblok. Namun, pilihan koalisi politik dan ekonomi bisa mem-boost pertumbuhan ekonomi ke depan. Data menunjukkan, proporsi ekonomi negara BRICS mengalami peningkatan yang cukup tajam.
Tahun 1990, proporsi ekonomi negara BRICS hanya 15,66 persen. Pada tahun 2022, proporsinya mencapai 32 persen. Meskipun China diprediksi akan melambat pertumbuhan ekonominya, tapi tetap akan menjadi pesaing bagi AS ke depan.
“Bergabung dengan BRICS, akan memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk bisa lepas dari pasar tradisional seperti AS dan Eropa. Eropa pun sebenarnya sudah mulai “rese” dengan kebijakan ekspor Indonesia dimana sering terlibat perselisihan dalam hal perdagangan global,” ulas Nailul.
Anggota BRICS pun saat ini tidak hanya terdiri dari lima negara, tapi negara Timur Tengah (Timteng) sudah mulai masuk ke koalisi BRICS. Hal ini sejalan dengan keinginan Pemerintah untuk masuk ke pasar Timteng.
Jadi sebenarnya keuntungan masuk BRICS cukup besar. Namun, koalisi BRICS juga memunculkan risiko bentrokan kepentingan dengan negara adidaya lainnya, AS.
“Salah satunya terkait dengan fasilitas perdagangan dengan AS yang bisa dicabut atau bahkan dikurangi. Terlebih ada potensi perang dagang AS-China jika Trump menang. Ada potensi ekonomi global akan melambat dan berimpact pada negara koalisi,” pungkasnya.
Internasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu