TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Denda Damai Untuk Koruptor, Wacananya Masih Ramai Dibahas

Reporter: Farhan
Editor: Redaksi
Selasa, 31 Desember 2024 | 09:56 WIB
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas. Foto : Ist
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas. Foto : Ist

JAKARTA - Meski Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas sudah minta maaf, pernyataannya tentang denda damai dalam konteks tindak pidana korupsi, masih ramai dibahas.

 

Justru, muncul wacana tentang revisi undang-undang, jika Pemerintah ingin memberlakukan denda damai dalam kasus korupsi. Meski begitu, penolakan tidak bisa dihindarkan.

 

Menkum Supratman mengatakan, yang dia sampaikan sebelumnya, hanya bertujuan sebagai perbandingan. "Sekali lagi, ini kalau nanti ada yang salah mengerti dengan apa yang saya ucapkan, ya saya menyatakan mohon maaf,” kata Supratman di kantornya, Jumat (27/12/2024).

 

Menurut Supratman, pernyataannya soal denda damai dalam kasus korupsi, bukan usulan atau kebijakan resmi. Apa yang disampaikannya itu adalah meng-compare. “Bukan berarti Presiden akan menempuh itu. Sama sekali tidak. Soal denda damai tadi, itu domainnya Jaksa Agung, bukan Presiden,” tandasnya.

 

Ia menambahkan, tindak pidana korupsi memiliki mekanisme penanganan tersendiri yang berbeda dengan tindak pidana ekonomi. Namun, lanjutnya, hingga saat ini, Indonesia masih terus mencari cara yang lebih efektif untuk memberantas korupsi yang sudah berlangsung lama.

 

"Karena itu, ada semangat baru dari Bapak Presiden yang ingin membicarakan mekanisme penyelesaian ini, meskipun sampai sekarang belum ada kebijakan pengampunan,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, Supratman menyebutkan bahwa Kementerian Hukum saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi yang didorong agar dapat selesai pada 2025.

 

Ketua Komisi XIII dari Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya mengatakan, ide denda damai sebenarnya baik. Tetapi, dia meminta semua pihak mengikuti aturan dan menunggu perkembangan terkait hal ini.

 

Sementara Anggota Komisi XIII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Marinus Gea menilai, pernyataan Menkum memberikan penafsiran baru. Untuk itu, kata dia, Pemerintah harus menyamakan pemahaman mengenai polemik tersebut.

 

Membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara dengan Willy Aditya:

Bagaimana Anda melihat wacana ini?

Undang-Undang Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021, Pasal 35, memberi penjelasan yang tegas perihal ini. Di sana dikatakan, denda damai tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara, kewenangannya didelegasikan kepada Kejaksaan Agung dan cukup dengan peraturan.

 

Apakah ada pengecualian?

 

Tidak ada pengecualian khusus atas korupsi yang menyebabkan kerugian negara. Kita harus konsisten terhadap pelaksanaan UU. Siapa lagi yang akan hormat terhadap UU jika kita tidak melakukannya.

 

Apakah aturan ini bisa berjalan dengan baik?

 

Semua aturan ada potensi yang sama, berjalan baik maupun buruk. Niat Pemerintah dalam wacana denda damai adalah mengembalikan kerugian negara. Kalau itu tercapai, berarti aturannya efektif, dan sebaliknya.

 

Apakah Anda yakin?

 

Semua akan berjalan baik jika niat baik, disusun dengan rencana baik, dan diawasi dengan baik. Jadi, kita tunggu detail rencana baik ini. Saya kira, masyarakat melalui media bisa mengawasi dengan baik.

 

Bagaimana pengawasan terhadap prosesnya?

 

DPR punya kewenangan pengawasan yang diberi oleh undang-undang. Saya memastikan, kewenangan pengawasan pelaksanaan UU Kejaksaan dalam konteks denda damai, akan berlangsung sebagaimana mestinya.

 

Apa peran DPR dalam konteks ini?

 

Mulai dari awal perencanaan, tentu kementerian akan bicara bersama kami. Di sana akan dibuat kriteria-kriterianya. Tentu DPR akan mensupervisi pelaksanaannya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit