Kita Masih Impor Beras, Tapi Jumlahnya Tinggal Sedikit

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Pemerintah masih impor beras selama periode Januari-Februari 2025. Namun, jumlahnya sangat sedikit.
Menurut BPS, total volume impor beras pada periode tersebut mencapai 95,94 ribu ton, turun 89,11 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, mencapai 880,81 ribu ton.
Rinciannya, impor beras pada Januari 2025 tercatat 79,36 ribu ton. Sedangkan pada Februari 2025 sebesar 16,58 ribu ton.
Secara nilai, impor beras pada Januari-Februari 2025 sebesar 51,61 juta dolar Amerika. Jumlah ini turun 97,07 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, penurunan impor ini berkaitan dengan ketersediaan pasokan beras di dalam negeri yang le bih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Impor beras di Januari-Februari 2025 ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun lalu karena terkait dengan ketersediaan suplai beras di domestik,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Menurut Amalia, impor beras Indonesia pada awal 2025 mayoritas berasal dari India sebanyak 26,78 ribu ton, Vietnam 17,87 ribu ton, Thailand 17,58 ribu ton, Pakistan 16,82 ribu ton dan negara-negara lainnya mencapai 16,88 ribu ton.
Menanggapi masih adanya impor beras, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Moch. Arief Cahyono mengatakan temuan impor beras yang disampaikan BPS merupakan sisa kegiatan tahun lalu karena tidak bisa dikirimkan sekaligus.
“Itu mungkin sisa realisasi impor Bulog 2024, salah satunya,” beber Arief kepada Redaksi, Senin (17/3/2025).
Arief menilai jenis beras tersebut merupakan komoditas hotel, restoran dan kafe (horeka) serta beras untuk sektor industri. Mengingat, saat ini produksi beras konsumsi masyarakat dari hasil pertanian dalam negeri jumlahnya cukup tinggi.
Produksi kita sudah sangat bagus. Produksi kita lebih tinggi 52 persen dibandingkan produksi tahun lalu,” sebutnya.
Lebih lanjut, Arief menyampaikan, Pemerintah terus mendorong peningkatan produktivitas melalui perbaikan irigasi dan bantuan pompa, penyederhanaan distribusi pupuk bersubsidi, penyediaan alsintan, dan juga bantuan benih unggul.
Semua itu dilakukan untuk mencapai swasembada pangan seperti yang menjadi visi Presiden Prabowo Subianto dan juga arahan dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Kementan menganggap capaian produksi yang terus meningkat tidak bisa dilepaskan dari kerja keras para petani. “Bagi kami, petani adalah kunci utama pembangunan pertanian Indonesia,” tegasnya.
Menyadari peran penting petani, Pemerintah pun berkomitmen untuk menjalankan kebijakan pro petani. Salah satu yang monumental, Pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.500 per kilogram dan menghapus kebijakan rafaksi. Dengan begitu, Bulog wajib menyerap gabah petani dalam kondisi apapun.
Peneliti Indef Sugiyono Madelan mengatakan, data dan realisasi impor beras selalu menjadi perdebatan. Sekalipun Pemerintah senantiasa berusaha membuat perbaikan perhitungan neraca beras.
Pemerintah senantiasa membantah impor beras. Misalnya, dengan mengatakan impor beras untuk khusus kesehatan, atau pecahan butir beras (menir), maupun alasan perbaikan metode menghitung produksi beras dan melakukan revisi perhitungan rendemen gabah ke beras.
Kata dia, selama Indonesia menganut sistem perekonomian terbuka yang diperkenankan melakukan kegiatan ekspor dan impor, termasuk untuk komoditas beras, maka kegiatan impor beras tetap terjadi karena faktor selera.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu