3 Hakim Kasus Suap Ekspor CPO, Bagi-bagi Dolar Di Pasar Baru

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga hakim sebagai tersangka usai memberi vonis lepas di kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Ketiganya diduga menerima uang suap dalam bentuk dolar Amerika Serikat senilai Rp 22,5 miliar atas vonis lepas tersebut. Uang dolar hasil suap itu, kemudian dibagi-bagi ketiga hakim tersebut, di Pasar Baru, Jakarta.
Ketiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka itu adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).
Status tersangka ketiga hakim diumumkan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari. Penetapan tersebut merupakan hasil pengembangan dari penyidikan kasus sebelumnya yang menjerat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan M Arif Nuryanta (MAN) yang diduga menerima suap Rp 60 miliar dari pengacara terdakwa korporasi minyak goreng.
Dengan demikian, total tujuh orang tengah diproses hukum oleh Kejaksaan Agung. Empat tersangka lain yaitu MAN yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat; Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG); serta pengacara korporasi ekspor CPO yakni Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto Bakri (AB).
Abdul Qohar menjelaskan, ketiga hakim ini diduga turut menerima aliran dana dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO, atau lebih dikenal sebagai korupsi minyak goreng. Pemberian suap bertujuan agar kasus itu diberikan vonis ontslag atau lepas dari tuntutan hukum. “Total uang seluruhnya yang diterima ketiga tersangka Rp 22,5 miliar,” sebut Qohar.
Perkara ini bermula ketika AB selaku pengacara dari salah satu terdakwa korporasi minyak goreng, meminta WG selalu Panitera Muda pada PN Jakarta Utara untuk mengurus perkaranya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus. Adapun ketiga terdakwa korporasinya adalah PHG, WG, dan MMG.
WG lantas menyampaikan permintaan itu kepada MAN yang kala itu masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus. Permintaan itu disanggupi MAN. “Namun, meminta agar uang Rp 20 miliar tersebut di kali 3 sehingga totalnya menjadi Rp 60 miliar,” beber Qohar.
Permintaan itu disanggupi AB. Ia pun menyerahkan uang dolar Amerika senilai Rp 60 miliar kepada WG untuk diteruskan ke MAN. Atas jasanya, WG mendapatkan jatah sekitar Rp 300 jutaan.
Setelah menerima uang, MAN kemudian menunjuk tiga majelis hakim untuk menangani perkaranya, yakni DJU sebagai Ketua Majelis Hakim, ASB sebagai hakim anggota, dan AM sebagai hakim ad hoc.
Setelah terbit surat penetapan sidang, MSN memberikan uang tunai dalam bentuk dolar Amerika senilai Rp 4,5 miliar sebagai “uang baca berkas” kepada ketiga hakim tersebut. Uang tersebut kemudian disimpan dalam goodie bag.
Pada bulan September atau Oktober 2024, kembali menyerahkan uang tambahan dalam bentuk dolar Amerika senilai Rp 18 miliar kepada DJU. “Kemudian oleh DJU dibagi 3 di depan Bank BRI Pasar Baru,” sebut Qohar.
Rinciannya, ASB diberikan Rp 4,5 miliar; AM Rp 5 miliar, sedangkan DJU mendapatkan Rp 6 miliar. Dari uang bagian Djuyamto juga diberikan kepada seorang Panitera sebesar Rp 300 juta.
Setelah mengantongi duit suap, pada 19 Maret 2025, majelis hakim akhirnya memutuskan bahwa tiga terdakwa korporasi minyak goreng terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan jaksa, tapi dinyatakan bukan merupakan tindak pidana. Hakim juga membebaskan para terdakwa dari segala tuntutan jaksa.
Ketiga korporasi itu adalah PT WG, PT PHG dan PT MMG. Padahal di kasus persidangan itu, Jaksa menuntut ketiga korporasi dihukum membayar uang pengganti. Masing-masing kepada PHG sebesar Rp 937 miliar, WG sebesar 11,8 triliun, dan MMG sebesar Rp 4,8 triliun.
Terpisah, Mahkamah Agung (MA) menyatakan keprihatinannya terhadap kasus ini. MA berjanji mengusut tuntas dugaan suap yang melibatkan hakim dalam perkara korupsi minyak goreng.
Di saat Mahkamah Agung sedang berbenah dan melakukan perubahan dalam mengelola dan menjalankan Peradilan untuk mewujudkan Peradilan yang bersih dan profesional,” ujar Juru Bicara MA Yanto dalam keterangan persnya, Senin (14/4/2025).
Yanto menyampaikan, putusan lepas tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena jaksa telah mengajukan kasasi pada tanggal 27 Maret 2025. Ia pun menegaskan, saat ini hakim dan panitera yang jadi tersangka dan ditahan akan diberhentikan sementara. “Jika telah ada putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) akan diberhentikan tetap,” ungkapnya.
Sebagai respons lanjutan, Badan Pengawasan (Bawas) MA membentuk Satgas Khusus untuk mengevaluasi disiplin dan etika hakim, serta mempercepat penerapan sistem Smart Majelis untuk menunjuk hakim secara otomatis demi mencegah korupsi.
Mahkamah Agung segera menerapkan aplikasi penunjukan majelis hakim secara robotic (Smart Majelis) pada pengadilan Tingkat pertama dan Tingkat banding sebagaimana yang telah diterapkan di Mahkamah Agung untuk meminimalisir terjadinya potensi judicial corruption,” tandasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi Yudisial (KY) sekaligus Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, pihaknya prihatin dan menyayangkan peristiwa itu. KY bakal menerjunkan tim untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim atau KEPPH.
“Tim akan mengumpulkan informasi dan keterangan awal terkait kasus ini. Pada prinsipnya, KY akan segera memproses informasi atau temuan apabila ada indikasi pelanggaran kode etik hakim,” jelas Mukti Fajar, Senin (14/4/2025).
Apabila diperlukan, lanjut Fajar, KY siap berkoordinasi dengan MA dan Kejagung untuk pendalaman kasus ini. Ia juga meminta semua pihak untuk memberikan kepercayaan kepada proses penegakan hukum yang sedang berlangsung.
Nasional | 23 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 5 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 jam yang lalu
Nasional | 20 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu