Tidak Boleh Ada Anak Putus Sekolah Di DKI

JAKARTA - Berbagai upaya mengatasi siswa putus sekolah di Jakarta harus dilakukan dengan tuntas. Sebab, mengenyam pendidikan kini semakin penting untuk mendukung mereka mendapatkan pekerjaan. Apalagi, kini kemajuan teknologi sudah semakin pesat.
Selain membahas program Sekolah Swasta Gratis, Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, berupaya menanggulangi masalah anak putus sekolah.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), ada 75.303 anak di Jakarta yang putus sekolah pada tahun 2022. Angka ini tertinggi secara nasional.
Ketua Pansus M Subki mengatakan, Raperda Penyelenggaraan Pendidikan, sebagai bentuk upaya menjamin layanan pendidikan untuk semua anak usia sekolah, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
“Harus ada jaminan anak-anak kita mendapatkan pendidikan yang layak, dan janji gratis itu benar-benar dilaksanakan. Pemerintah harus memfasilitasi, tidak boleh ada anak-anak yang tidak punya akses pendidikan,” kata Subki.
Pada awal Mei 2025, papar Subki, DPRD DKI akan menggelar rapat paripurna dalam rangka penyampaian dan penjelasan Gubernur terhadap Raperda Penyelenggaraan Pendidikan.
Menyoroti tingginya angka putus sekolah, Anggota Pansus Justin Adrian mengajak anak putus sekolah melanjutkan pendidikan lewat program kejar paket A, B, dan C.
Paket A setara jenjang Sekolah Dasar (SD), paket B setara jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan paket C setara jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sebab, menurutnya, pendidikan sangat penting untuk masa depan anak. Mengingat kemampuan yang didapat dari sekolah formal sangat dibutuhkan untuk mendapat pekerjaan. Apalagi, pada zaman yang modern ini, sudah banyak keahlian dan tenaga manusia yang digantikan robot.
Yang tidak mengenyam bangku sekolah akan berhadapan dengan robot. Untuk yang terpelajar saja akan berhadapan dengan kecerdasan buatan atau AI,” kata Justin.
Menurutnya, anak yang putus sekolah akan rugi pada kemudian hari. Karena itu, dia minta orangtua memperhatikan pendidikan anak. Sebab, peran orangtua sangat berpengaruh. “Jakarta mau memperluas jangkauan sekolah gratis. Pemerintah sudah memfasilitasi, tinggal kemauan dari individu masing-masing,” ujarnya.
Diakui Justin, Jakarta masih kekurangan sekolah jenjang SMP dan SMA. Karena itu, dia minta Dinas Pendidikan (Disdik) segera mendata wilayah yang tidak memiliki SMP dan SMA untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak di wilayah tersebut.
Di Jakarta, SD lebih banyak dibanding SMP dan SMA. Sehingga, untuk melanjutkan sekolah, anak-anak SD jadi sangat sulit. Kami akan fokus dulu di SMP dan SMA,” ucapnya.
Apalagi, menurut data Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur 2024, hanya satu sekolah yang baru dibangun pada tahun itu. Masih ada sekitar 26 kelurahan belum punya SMA, 18 kelurahan belum ada SMP. “Ketiadaan sekolah lanjutan ini, menjadi salah satu faktor anak putus sekolah,” tandas Justin.
Hal senada disampaikan Anggota DPRD DKI Muhammad Thamrin. “Ayo saudara-saudaraku, semangat mengenyam pendidikan. Hari ini harus lebih baik dari kemarin. Besok harus lebih baik dari hari ini,” ajaknya.
Menurut dia, DPRD bersama Pemprov DKI siap bersinergi menekan angka anak putus sekolah. Pasalnya, pada 2024, Disdik DKI baru mampu menjangkau 53,69 persen anak putus sekolah yang mau mengikuti Program Kejar Paket A, B, dan C.
Politisi PKS ini berharap, perangkat daerah di setiap wilayah sigap mendata warga yang tidak menyelesaikan pendidikan. Selain itu, mengajak warga untuk ikut dalam program tersebut. “Inventarisir data siswa yang putus sekolah. Ketua RT-RW datangi warganya, data, imbau untuk mengikuti Program Kejar Paket,” pesannya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik DKI Jakarta Sarjoko mengatakan, pihaknya mengusulkan beberapa hal dalam Raperda Penyelenggaraan Pendidikan.
Antara lain, menjamin setiap anak usia sekolah mendapat layanan pendidikan.
Ia pun mengingatkan tujuan mengikuti pendidikan. Yaitu, menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional, serta menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kemudian , memenuhi pembiayaan pendidikan anak usia wajib belajar 13 tahun, mencakup pendidikan prasekolah atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), serta menerapkan pola pendanaan pendidikan yang berkeadilan, sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
“Raperda baru ini, kami upayakan dapat menjadi sebuah jaminan terkait layanan pendidikan untuk semua, pada setiap anak usia sekolah,” tandasnya.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Haji 2025 | 2 hari yang lalu
Olahraga | 17 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu