TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

KPK Rampungkan Penyidikan Korupsi Heli

Berkas Perkara Tanpa Tersangka Si Tentara

Laporan: AY
Kamis, 22 September 2022 | 09:37 WIB
Juru bicara KPK Al Fikri. (Ist)
Juru bicara KPK Al Fikri. (Ist)

JAKARTA - Dua kali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melayangkan panggilan pemeriksaan. Dua kali pula mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purnawirawan) Agus Supriatna mangkir.

Lembaga antirasuah akhirnya menuntaskan penyidikan kasus korupsi pembelian helikopter Agusta Westland 101. Tanpa bisa mengorek informasi dari Agus.

“Bukan menyerah, kami masih ada kesempatan nanti saksi dipanggil di persidangan oleh jaksa KPK ataupun hakim,” kata Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Berkas perkara tersangka Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.

Irfan adalah rekanan TNI AU dalam pembelian heli untuk keperluan VVIP itu. Yang berlangsung di era Agus KSAU. Lantaran itu, KPK merasa perlu memeriksanya.

KPK ogah debat kusir dengan pengacara mengenai proses pemanggilan Agus.

“Kami juga tidak ingin berlama-lama dan berargumentasi yang bukan substantif,” dalih Ali.

Irfan telah ditahan sejak 24 Mei 2022. Masa penahanannya sebentar lagi habis. Jika tak buru-buru dilimpahkan, Irfan bisa bebas.

Ali mengatakan KPK siap membuktikan perbuatan korupsi Irfan di persidangan. Meski tidak ada pihak TNI yang dijadikan tersangka.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tim JPU, berkas perkara Irfan dianggap telah memenuhi syarat formil dan materiil. Dianggap layak disidangkan.

"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan akan segera dilaksanakan JPU dalam waktu 14 hari kerja ke Pengadilan Tipikor,” kata Ali.

Sebelumnya, KPK telah dua kali memanggil Agus. Untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Namun yang datang hanya pengacaranya.

Teguh Samudera mengatakan Agus tidak bisa memenuhi panggilan KPK. Alasannya, lembaga antirasuah tidak mengikuti ketentuan prosedur pemanggilan prajurit TNI — yang terjerat persoalan hukum.

Menurut Teguh, pemanggilan terhadap prajurit TNI seharusnya melalui atasannya. Meski kini Agus sudah pensiun, pembelian heli terjadi saat ia masih tentara aktif.

Kenapa kok itu nggak diikuti? Begitu aja kok nggak diikuti, kenapa sih? Mbok ya saling santun lah sesama lembaga begitu,” kata Teguh.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menganggap Agus orang sipil setelah pensiun dari TNI. Sehingga pemanggilannya dengan mekanisme hukum sipil.

"Karena sudah tidak diliputi dengan jabatan militer sudah menjadi anggota sipil, warga sipil pada umumnya,” dalihnya.

Kasus korupsi pembelian heli AW 101 ditangani KPK dan Polisi Militer. KPK mengusut kalangan sipil. Sedangkan Polisi Militer menyidik anggota TNI yang terlibat.

Kasus ini bermula Mei 2015. Saat itu, Irfan bersama Lorenzo Pariani, perwakilan AW menemui Marsekal Muda TNI Mohammad Syafei. Marsekal bintang dua menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KSAU.

Pertemuan di Markas Besar TNI AU Cilangkap, Jakarta Timur. Membahas pembelian heli untuk VVIP.

Di TNI AU hanya ada satu skuadron udara yang memiliki armada konfigurasi VIP/VVIP, yaitu Skadron Udara 17. Kemudian dimekarkan menjadi Skadron Udara 45 VVIP, khusus helikopter angkut kepresidenan.

Selanjutnya, Irfan–selaku agen AW— mengajukan penawaran harga kepada Syafei. Harga satu unit heli AW-101 56,4 juta dolar Amerika. Padahal, harga pembelian yang disepakati Irfan dengan pihak AW hanya 39,3 juta dolar Amerika.

Pada November 2015, panitia pengadaan helikopter VIP/VVIP TNI AU mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap prakualifikasi. Panitia menunjuk langsung PT Diratama sebagai rekanan.

Pembelian ditunda karena ada arahan pemerintah agar menunda pengadaan. Mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional.

Pada 2016, pengadaan heli VIP/VVIP TNI AU dilanjutkan. Lelang kembali dibuka. Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran tahun 2015: 56,4 juta dolar Amerika.

Harga ini disetujui Kepala Dinas Pengadaan TNI AU Marsekal Pertama Fachri Adamy. Irfan diduga aktif melobi Fachri yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Lelang pengadaan hanya diikuti dua perusahaan. Irfan telah mengkondisikannya. Sehingga PT Diratama yang ditunjuk menjadi rekanan.

Irfan telah menerima pembayaran penuh Rp 738,9 miliar. Namun ada beberapa hal yang tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak. Misalnya, tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi penumpang yang berbeda.

KPK menuding Irfan korupsi. Menyebabkan kerugian keuangan negara Rp 224 miliar. Irfan jadi tersangka.

Sementara Polisi Militer menetapkan lima tersangka. Yakni Fachri Adamy, Marsekal Muda (Purn) Supriyanto Basuki (eks Staf Khusus KSAU), Pembantu Letnan Dua Sigit Suwastono selaku Bintara Urusan Pembayaran Dinas Keuangan TNI AU, Kolonel (Purn) Fransiskus Teguh Santosa selaku mantan Sekretaris Dinas Pengadaan TNI AU dan Letkol Adm Wisnu Wicaksono.

Belakangan, Polisi Militer menghentikan penyidikan kasus ini. KPK pun berjalan sendirian. Penyidikan terhadap Irfan dilanjutkan. Hingga dilimpahkan ke penuntutan. (rm.id)

 

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo