TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

9 Petinggi Perusahaan Gula Didakwa Rugikan Negara 578 M

Reporter: Farhan
Editor: AY
Jumat, 20 Juni 2025 | 10:24 WIB
Bongkar muatan gula impor. Foto : Ist
Bongkar muatan gula impor. Foto : Ist

JAKARTA - Sembilan petinggi perusahaan gula swasta didakwa melakukan korupsi importasi gula kristal mentah (GKM) yang merugikan negara hingga Rp 578 miliar.

 

Praktik lancung tersebut terjadi di era dua Menteri Perdagangan (Mendag), yaitu TTL dan L.

 

Para terdakwa adalah Tony Wijaya Ng selaku Direktur Utama (Dirut) PT AP; Eka Sapanca selaku Direktur PT PDSM; Hendro Giarto Antonio Tiwow kuasa Direksi PT DSI; Hans Falita Hutama, Dirut BMM; dan Then Suryanto Eka Prasetyo selaku Direktur PT MT.

 

Berikutnya empat terdakwa lain yang disidangkan secara terpisah adalah Dirut PT KTM Ali Sandjaja Boedidarmo; Presiden Direktur PT AF, Wisnu Hendraningrat; Dirut PT SUJ Hansen Setiawan; dan Dirut PT MSI Indra Suryaningrat.

 

Merugikan keuangan negara sebesar Rp 150,8 miliar, yang merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara sebesar Rp 578,1 miliar,” kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) membacakan surat dakwaan terdakwa Tony Wijaya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2025).

 

Namun PI tersebut tidak di­dasarkan rapat koordinasi antar kementerian dan tanpa rekomen­dasi Kementerian Perindustrian.

 

Pengajuan PI ini dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula kepada PT PPI, Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), dan Induk Koperasi Kepolisian Negara RI (Inkoppol).

 

“Mengajukan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) kepada Thomas Trikasih Lembong dan Enggartiasto Lukita selaku Menteri Perdagangan RI, tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian,” beber jaksa.

 

Para terdakwa mengajukan PI GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP). Padahal perusahaan-perusahaan mereka tidak berhak mengolah GKM menjadi GKP, karena merupakan perusahan gula rafinasi. Apalagi pengajuannya pada saat musim giling tebu dan produksi GKP dalam negeri mencukupi.

 

Jaksa mengatakan, Tony Wijaya menyalurkan gula rafinasi untuk operasi pasar yang bekerja sama dengan Inkopkar pada 2015. Padahal gula rafinasi hanya dapat diperjualbelikan untuk kebutuhan industri, dan dilarang diperdagangkan ke pasar dalam negeri.

 

Kemudian, para terdakwa bekerja sama dengan PT PPI dalam rangka penugasan dari Kemendag.

 

Kerjasama ini menyepakati pengaturan harga jual gula dari produsen kepada PPI, dan pen­gaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor di atas Harga Patokan Petani (HPP).

 

Dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula, melakukan impor hanya membayarkan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) senilai impor GKM.

 

Seharusnya bea masuk dan PDRI yang dibayarkan adalah senilai impor gula kristal putih (GKP) untuk penugasan stabilisa­si harga/operasi pasar,” kata jaksa.

 

Jaksa menerangkan, dalam rentang Agustus 2015 hingga Juli 2016, para terdakwa bersama Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy selaku Dirut PT Dharmapala Usaha Sukses mengajukan PI GKM kepada Mendag Tom Lembong. Namun tanpa rakor antar kementerian juga tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.

 

Total, Tom telah menerbitkan 21 PI kepada perusahaan-perusahaan gula swasta, dalam rangka penungasan pembentukan stok gula dan stabiliasai harga gula.

 

Selain itu, para terdakwa kembali mengajukan PI ke Kemendag pada periode Agustus 2016 hingga Desember 2016. Kala itu, Enggartiasto Lukita yang menjabat Mendag.

 

“Kemudian Enggartiasto Lukita tanpa melalui pembahasan rapat koordinasi antar Kementerian dan tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, menerbitkan tujuh PI GKM dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan sta­bilisasi harga gula,” beber jaksa.

 

Penerbitan tujuh persetujuan impor GKM diberikan Mendag Enggartiasto kepada enam peru­sahaan gula swasta dengan total 111.625 ton.

 

Rinciannya pada 7 Oktober 2016, kepada PT AP sebanyak 19.125 ton. Kemudian pada 13 Oktober 2016, kepada PT MSI sebanyak 15 ribu ton, PT AF 22.500 ton, PT SUJ 20 ribu ton, PT PDSU 15 ribu ton, dan PT MT 20 ribu ton.

 

Akibat korupsi yang dilaku­kan para terdakwa bersama-sa­ma pihak lain telah memperkaya para pengusaha itu sendiri.

 

Rinciannya, Tony Wijaya melalui PT AP sebesar Rp 150,8 miliar. Keuntungan ini didapat dari kerja sama impor gula dengan Inkopkar, Inkoppol, dan PT PPI.

 

Kemudian, Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT MT sebe­sar Rp 39,2 miliar, yang diper­oleh dari kerja sama impor gula Inkoppol dan PT PPI; Hansen Setiawan melalui PT SUJ Rp 41,3 miliar yang diperoleh dari kerja sama dengan Inkoppol dan PT PPI; Indra Suryaningrat melalui PT MSI sebesar Rp 77,2 miliar yang diperoleh dari kerja sama dengan Inkoppol dan PT PPI.

 

Memperkaya Eka Sapanca me­lalui PT PDSU Rp 32 miliar yang diperoleh dari kerja sama dengan Inkoppol dan PT PPI; Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo sebesar Rp 60,9 miliar yang diperoleh dari kerja sama dengan Inkoppol dan PT PPI.

 

Lalu, Hendrogiarto A. Tiwow melalui PT DSI sebesar Rp 41,2 miliar yang diperoleh dari kerja sama dengan PT PPI; Hans Falita Hutama melalui PT BMM sebesar Rp 74,5 miliar yang di­peroleh dari kerja sama dengan Inkoppol, PT PPI, dan SKKP TNI–Polri/Puskoppol; dan Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT KTM Rp 47,8 miliar.

 

Atas perbuatannya, kesem­bilan terdakwa didakwa melang­gar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit