Satpol PP Tangsel Sosialisasikan Perda Terbaru
Pasang Portal Tanpa Izin Hingga Mabuk di Tempat Umum Bisa Dipidanakan

CIPUTAT - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kini mulai gencar menyosialisasikan payung hukum terbarunya, yakni Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Perlindungan Masyarakat.
Kepala Bidang Penegakan Hukum dan Perundang-Undangan Satpol PP Tangsel, Muksin Alfachry mengatakan, tahap sosialisasi akan dimaksimalkan selama Juli 2025.
"Ini sosialisasi terkait dengan Perda Nomor 2 tahun 2025 terkait penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Kalau dulu kan Perda 9 tahun 2012 ya tentang tibum (ketertiban umum)," jelas Muksin saat hendak melakukan sosialisasi di Kelurahan Ciputat, Rabu (2/7).
Muksin mengatakan, aturan ini pun menjadi dasar hukum terbaru, menggantikan peraturan sebelumnya Perda Nomor 9/2012 yang kini dinilai sudah tidak relevan lagi saat ini.
Muksin menyebut, banyak hal yang berbeda di aturan terbarunya ini. Paling menonjol, adalah dari aspek sanksi yang dibuat lebih tegas dengan adanya sanksi pidana dan denda.
"Yang sebelumnya Perda Tibum (Perda No.9/2012) itu tidak ada materi terkait perlindungan masyarakat. Lalu di Perda ini ada sanksi, ada sanksi non-justicial, ada justicial," terangnya.
Lebih lanjut, Muksin menjelaskan, sanksi non-justicial berisi sanksi administrasi.
"Ini lagi kita langsung buat Perwal-nya nih, seperti misalkan teguran, pembongkaran," imbuhnya.
Sementara sebaliknya, justicial memuat sanksi pidana. Keberadaan aturan ini menjadi pembeda yang sangat signifikan dari Perda sebelumnya.
Pada Pasal 7 ayat 2, tertuang sebanyak 27 larangan yang dapat dijatuhkan sanksi pidana bila dilanggar. Mulai dari pemasangan portal tanpa izin, hingga berbagai kegiatan yang mengarah pada tindak asusila.
"Pada Pasal 27 ayat 1, berbunyi setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) dan/atau Pasal 10, dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp50 juta," tegasnya.
Adapun berbagai larangan tersebut, di antaranya :
1. Memasang portal atau pintu untuk menutup jalan umum kecuali atas izin Wali Kota,
2. Mendirikan bangunan dan/atau berjualan di jalur hijau, taman, atau fasilitas umum serta mengakibatkan terganggunya fungsi jalan kota,
3. Membuang dan/atau membakar sampah di jalan, pinggir jalan, jalur hijau, taman, atau fasilitas umum lainnya,
4. Mencoret, menulis, melukis, menempel iklan di dinding atau di tembok, halte, tiang listrik, pohon, dan fasilitas umum lainnya,
5. Membuang sampah, limbah domestik, limbah industri, limbah rumah sakit, limbah jasa penyedotan tinja, dan limbah bahan berbahaya dan beracun ke sungai, situ, kolam, tandon, dan saluran drainase,
6. Memasang atau menempatkan kabel/pipa di bawah atau melintasi saluran sungai serta di dalam kawasan situ, waduk/bendungan, dan danau serta membuat keramba, kolam jaring ikan, jaring apung di sungai, situ, atau tandon,
7. Menyediakan tempat dan fasilitas yang mengarah kepada perlakuan asusila,
8. Berdagang menggunakan kendaraan/sarana bergerak di tempattempat larangan parkir, pemberhentian sementara, atau trotoar,
9. Membagikan selembaran atau melakukan usaha-usaha tertentu dengan unsur paksaan mengharapkan imbalan,
10. Melakukan usaha pengumpulan, penampungan barang- barang bekas, dan mendirikan tempat kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran serta mengganggu ketertiban umum,
11. Melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah tanpa memiliki izin,
12. Melakukan pengupasan muka tanah, atau merubah muka tanah, kecuali sudah melalui proses kajian lingkungan hidup dan mendapat izin dari pejabat yang berwenang,
13. Membuat, menjual, menyalakan, dan menyimpan kembang api, petasan dan sejenisnya, selain dalam rangka untuk kegiatan adat/budaya,
14. melakukan kegiatan usaha hiburan melebihi jam operasional yang telah ditetapkan oleh Wali Kota,
15. Memasang, menempel, dan menggantungkan iklan reklame dan gambar sejenisnya tanpa izin dari pejabat yang berwenang dan/atau memasang, menempel dan menggantungkan iklan, reklame, dan gambar sejenisnya yang melanggar tata krama kesopanan baik adat dan agama serta peraturan perundang-undangan yang berlaku,
16. Beraktifitas sebagai gelandangan, pengemis, pengamen, pedagang asongan, manusia silver, manusia robot, manusia gerobak, badut, punk, dan pengelap mobil dan/atau sejenisnya,
17. Mengoordinasi untuk menjadi gelandangan, pengemis, pengamen, pedagang asongan, manusia silver, manusia robot, manusia gerobak, badut, punk, dan pengelap mobil dan/atau sejenisnya,
18. Bertingkah laku dan/atau berbuat asusila di jalur hijau, taman, fasilitas, dan tempat umum,
19. Menghalangi pelaksanaan penertiban praktik asusila dan/atau prostitusi dan praktik perjudian,
20. Menyediakan, menyelenggarakan, dan/atau melakukan segala bentuk kegiatan perjudian,
21. Mabuk-mabukan minuman beralkohol di tempat umum,
22. Menguasai, memanfaatkan, dan mendirikan bangunan gedung dan sarana apapun di atas tanah milik Pemerintah Daerah,
23. Menjadi penjaja seks komersial,
24. Menggunakan dan menyediakan, atau mengunjungi bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila dan/atau prostitusi, jasa pornografi dan pornoaksi,
25. memproduksi, mengoplos, menyimpan, mengedarkan, dan menjual minuman beralkohol,
26. Menyelenggarakan kegiatan usaha, hiburan atau keramaian tanpa izin,
27. Mengelola rumah indekos, rumah kontrakan, rumah susun atau apartemen tanpa melaporkan penghuninya kepada lurah melalui pengurus rukun tetangga/rukun warga setempat secara periodik.
"Nah terkait dengan justicial, itu ada proses penyelidikan sampai kepada proses penyidikan. Itu yang terpenting di dalam Perda ini. Sekarang penyelidikan hingga penyidikan dilakukan oleh PPNS. Penyelidikan bisa oleh anggota Satpol PP, untuk penyidikan oleh PPNS," imbuhnya.
Dalam Perda terbarunya ini juga, kata Muksin, pelanggar atau tersangka bisa langsung disidangkan tanpa menunggu waktu yang lama.
"Ini juga jadi perbedaan. Kalau yang lama itu kan kurungan paling lama enam bulan, sehingga hukum acara singkat. Nah itu menyebabkan Satpol PP memiliki kesulitan-kesulitan. Contohnya, kita misalkan razia PSK. Nah kalau di pemberkasan itu ya sanksi hukuman acara singkat itu kan pemberkasan. Sehingga baik saksi maupun tersangka kan harus dipulangin dulu, karena Satpol PP tidak memiliki kewenangan untuk menahan orang kan 24 jam. Akhirnya apa? Mereka paling hilang susah kita tuh nyarinya lagi," tuturnya.
Sedangkan dalam Perda ini, Satpol PP bisa langsung menyeret tersangka ke meja Hijau persidangan kurang dari 24 jam.
"Kalau ini, misalkan kita razia malam. Saksinya ada, tersangkanya ada, PSK ada, pengguna PSK-nya ada. Itu pagi kita bawa ke pengadilan, kita sidangkan. Karena hukum acara cepat namanya," tegasnya.
Setelah tahap sosialisasi ini usai, Muksin menargetkan agar Perda terbarunya ini dapat segera diterapkan pada tahun ini.
"Jadi kita Satpol PP sudah berkoordinasi dengan teman-teman kewilayahan, kelurahan, kecamatan, dan bagian hukum kita akan lakukan sosialisasi. Insya Allah akhir Juli. Juli ini kita fokus sosialisasi. Targetnya penerapan tahun ini," pungkasnya.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 22 jam yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu