Kejagung Bernyali Besar, Tersangkakan “Si Raja Minyak”

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) banjir pujian dari berbagai kalangan setelah mentersangkakan MRC. Kejagung dinilai bernyali besar karena berani menyentuh “Si Raja Minyak” yang selama ini dikenal licin dan sulit tersentuh hukum.
Dalam dugaan kasus korupsi minyak yang merugikan negara hingga Rp 285 triliun itu, Kejagung lebih dulu menetapkan MKAR, anak MRC. Sampai saat ini, sudah ada 18 orang ditetapkan sebagai tersangka. 17 di antaranya sudah mendekam di balik jeruji besi.
Bersama sejumlah petinggi PT Pertamina dan kontraktor migas, bapak dan anak itu, diduga membangun lingkaran yang sistematis. Mulai dari ekspor minyak mentah, impor BBM, hingga manipulasi kontrak terminal penyimpanan.
“Berdasarkan hasil perhitungan yang sudah dipastikan jumlahnya, itu totalnya Rp 285.017.731.964.389,” ujar Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, dalam konferensi persnya di Kejagung, Kamis (10/7/2025).
Rinciannya, ekspor minyak mentah dalam negeri ditaksir merugikan negara Rp 35 triliun. Lalu, impor minyak mentah via broker Rp 2,7 triliun, dan impor BBM merugikan Rp 9 triliun. Ditambah lagi kompensasi energi tahun 2023 sebesar Rp 126 triliun dan subsidi energi Rp 21 triliun.
Kejagung menerangkan, MRC merupakan pemilik manfaat dari PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak. Melalui perusahaan-perusahaan ini, dia diduga mengatur dan mengendalikan kontrak penyewaan terminal BBM Merak. Padahal saat itu, Pertamina diketahui belum membutuhkan tambahan kapasitas. Dalam kontrak, tidak dicantumkan skema kepemilikan aset. Harga pun di mark-up.
Keberanian Kejagung ini mendapatkan apresiasi besar. Menko Polhukam periode 2019-2024 Mahfud MD menilai, Kejagung menjalankan tugas dengan berani dan tegas.
“Bravo untuk Kejaksaan Agung yang telah menetapkan 9 TSK baru untuk kasus tata kelola minyak mentah PT Pertamina,” tulis Mahfud melalui akun media sosial X @mohmahfudmd, Jumat (11/7/2025).
Menurutnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin telah menepati janjinya untuk membongkar jaringan mafia minyak di dalam negeri. Meski sebagian pihak menuding Korps Adhyaksa hanya pencitraan, Mahfud bilang tidak ada yang salah. Bahkan, menurutnya, pencitraan itu penting asalkan pejabat negara itu bisa melakukan tugasnya dengan baik.
“Memang semua institusi dan pejabat harus melakukan pencitraan. Yakni bekerja dengan baik dan penuh integritas agar citra diri dan lembaganya menjadi baik dan kredibel,” cuit Mahfud MD.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumelar menilai, peristiwa ini menjadi momentum untuk membangun tata kelola migas yang bersih, profesional, transparan, dan berkeadilan. Sehingga ke depan, tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa berada di atas hukum dan menggunakan pengaruhnya untuk merusak integritas tata kelola energi nasional.
“Selama ini, MRC kerap disebut-sebut dalam berbagai isu strategis migas nasional, namun terkesan kebal terhadap proses hukum,” kata Arie dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Pujian lain datang dari Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman. Kata dia, nyali Kejagung cukup besar dalam membongkar sengkarut korupsi migas yang dikendalikan MRC dan komplotannya.
“Kami mengapresiasi Kejagung telah menetapkan ‘The Gasoline Godfather’ Mister MRC sebagai tersangka,” ujar Yusri dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Pakar Hukum Universitas Lampung (Unila) Hieronymus Soerjatisnanta menilai, tidak mungkin Kejagung bertindak gegabah. Menurutnya, dengan tersangkakan MRC, Kejagung sudah punya keyakinan bisa menembus tembok yang jadi pelindungnya.
Namun, untuk membongkar kasus ini sampai tuntas, jalan Kejagung masih panjang dan penuh tantangan. “Tembok ini akan jebol dengan komitmen Pemerintah, khususnya presiden,” ujar Doktor yang biasa disapa Tisna ini dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Tak cuma itu, publik juga harus sama-sama mengawal kasus ini. Jangan sampai setelah ditetapkan sebagai tersangka, proses hukum MRC malah menghilang. Mengingat, sang “Raja Minyak” bisa melakukan perlawanan balik terhadap jerat hukum Korps Adhyaksa.
“Penetapan MRC ini kan luar biasa. Hal yang penting bagaimana komitmen kejaksaan ini bisa kita jaga,” tegasnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah ikut mengapresiasi Kejagung. Dia menilai penetapan MRC sebagai tersangka menandai keseriusan negara dalam menegakkan hukum.
Di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, hukum tidak lagi tunduk pada oligarki atau ketakutan terhadap nama besar,” ujar Trubus dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Dengan penetapan MRC sebagai tersangka, kata Trubus, Prabowo menyadari keberadaan aktor-aktor yang tak tersentuh hukum pada akhirnya akan merusak sendi sendi perekonomian publik. “Sehingga para koruptor kelas kakap harus diperkarakan untuk memberi efek psikologis jangka panjang,” tegasnya.
Meski banjir pujian, saat ini masih ada masalah. Sebab, saat status tersangka diumumkan dan surat pencekalan diterbitkan, MRC sudah keburu kabur ke Singapura. Karena tidak di Indonesia, dikhawatirkan bakal mengganggu proses hukum yang sedang dibongkar Kejagung.
Namun, Kapuspen Kejagung Harli Siregar optimis, surat pencekalan yang diterbitkan pihak Imigrasi bermanfaat untuk menemukan keberadaan MRC di luar negeri. Sebab, statusnya adalah orang berisiko tinggi yang membuat urusan administrasi MRC bisa terpengaruh.
Termasuk dalam pengurusan paspor dan izin tinggal. Kalau dia sudah dicekal, itu berpengaruh,” kata Harli, Sabtu (12/7/2025).
Dalam pengejaran terhadap MRC, Kejagung telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Direktorat Jenderal Imigrasi dan atase kejaksaan di Singapura serta sejumlah negara lainnya.
Sementara dalam rangka penyidikan, Kejagung belum mau menangkap MRC secara paksa. Sebab, masih berupaya melayangkan surat pemanggilan terhadap MRC untuk diperiksa sebagai tersangka di Gedung Bundar. Jika tiga kali mangkir, Kejagung baru membuat peluang untuk memasukkan MRC ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Di samping itu, Kejagung membuka kemungkinan memanggil anggota keluarga MRC untuk membuat terang perkara. Menurut Harli, siapapun yang relevan dengan perkara bisa dimintai keterangan. “Termasuk kepada keluarga jika itu dibutuhkan,” tandasnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Alfath mendesak Kejagung untuk segera menemukan dan membawa MRC ke Tanah Air. Sebab, kata dia, perlu ada pemeriksaan terhadap MRC yang dilakukan oleh Kejagung sebagai penegak hukum. “Biar perkaranya semakin jelas,” kata Rano.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mendorong Kejagung segera mengajukan permohonan ekstradisi ke Singapura. Kejagung tak perlu menunggu MRC mangkir dari panggilan.
Menurutnya, proses pemulangan MRC harus dilakukan dengan cepat. Kalau tidak, kata dia, dikhawatirkan MRC bisa berpindah negara dan makin sulit ditangkap. “Jadi tidak bisa menunggu-nunggu waktu, proses hukum harus segera dilakukan, MRC harus segera ditemukan dan ditangkap untuk dikembalikan ke Indonesia,” tegasnya.
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu