DPR Akan Menggelar Rapat Penyelesaian Royalti Lagu

JAKARTA - Hari ini, Komisi XIII DPR akan menggelar rapat menyelesaikan masalah royalti lagu pada industri musik nasional dengan mengundang berbagai pihak terkait.
Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya mengatakan, pihaknya akan mengundang tim perumus yang terdiri dari Pemerintah, penyanyi, pencipta lagu, Event Organizer (EO), Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Kita melihat betul levelnya di tingkat mana. Apakah cukup Peraturan Menteri atau sampai undang-undang," kata Willy di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/8/2025).
Willy bilang, persoalan hak cipta menjadi urusan Komisi XIII DPR karena bermitra dengan Kementerian Hukum yang menaungi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Karenanya, jika permasalahan royalti hanya berada di level Peraturan Menteri (Permen), maka Kemenkum yang akan menerbitkannya.
Dia memastikan, rapat tersebut tidak masuk dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pihaknya hanya akan mengkategorikan berbagai permasalahan, seperti terkait masalah kelembagaan, administratif, atau fundamental.
Revisi Undang-Undang Hak Cipta, lanjutnya, sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Sehingga, rapat perumusan yang digelar pada Rabu dinilai penting untuk memberikan masukan dalam perubahan beleid tersebut.
"Karena kekisruhan, keributan di musik ini bisa kita jadikan pembelajaran untuk hal-hal di sektor yang lain," kata dia.
Selain itu, Willy menilai lembaga perkumpulan musik Wahana Musik Indonesia (WAMI) juga diaudit. Harapannya, agar tidak ada lagi ketakutan masyarakat untuk memutar lagu di ranah publik.
Sekarang orang takut putar musik karena khawatir didatangi, disamperin dan ditagih. Ini nggak boleh lagi. Itu sudah komitmen DPR untuk menyelesaikan proses agar orang bermusik tidak ketakutan lagi," tegasnya.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR Dewi Asmara menambahkan, pihaknya telah menyepakati penyelesaian polemik royalti lagu. Hasilnya, tarif royalti lagu akan disesuaikan dengan jenis usaha, luas ruangan dan durasi pemutaran musik.
"Skema ini akan meringankan beban pelaku usaha, tapi tetap menjamin hak musisi," ucapnya.
Dewi mengatakan, pihaknya bersama Pemerintah akan segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Hak Cipta. Revisi ini akan memperjelas mekanisme penarikan, distribusi, dan pengawasan royalti agar tidak lagi menimbulkan kegaduhan.
Pemerintah dan DPR, kata Dewi, sepakat melakukan sosialisasi, edukasi, meningkatkan pemahaman ke masyarakat dan pelaku usaha mengenai pentingnya membayar royalti. Kesepakatan ini akan membuat para pelaku usaha tak khawatir memutar lagu, asalkan mereka mengikuti mekanisme yang berlaku.
Penyelesaian polemik royalti ini akan menciptakan ekosistem industri musik yang lebih sehat. Musisi akan mendapatkan penghargaan yang layak atas karya mereka.
Pelaku usaha bisa tetap berkontribusi pada industri budaya tanpa merasa terbebani," harap politikus Golkar ini.
Selain itu, Dewi menegaskan, revisi UU Hak Cipta dan digitalisasi sistem royalti dapat menjadi kunci keberlanjutan sistem yang adil, akuntabel, dan modern. Edukasi kepada masyarakat menjadi langkah penting untuk menumbuhkan budaya menghormati hak cipta.
"Ini bukan sekadar soal bisnis atau regulasi, tapi tentang menghargai karya anak bangsa dan memastikan industri musik Indonesia terus tumbuh dengan sehat dan berkelanjutan," imbuh Dewi.
Anggota Komisi X DPR Ahmad Dhani mengingatkan Pemerintah lebih hati-hati menafsirkan UU Hak Cipta. Sebab, tafsir lama menyebut EO sebagai pihak pengguna musik yang wajib membayar royalti.
“Dalam undang-undang sebenarnya yang diatur adalah pencipta dan penyanyi, bukan EO. Akibat tafsir yang keliru itu, para komposer kehilangan hak mereka selama bertahun-tahun," kata Dhani dalam keterangannya, Selasa (26/8/2025).
Padahal jika dihitung dari penjualan tiket konser sejak 2014, ungkap Dhani, hak komposer bisa mencapai ratusan miliar rupiah. Revisi Undang-Undang Hak Cipta harus memastikan tidak ada lagi kekeliruan tafsir.
Jangan sampai komposer kembali dirugikan. Bagi saya, pengguna yang dimaksud dalam Undang-Undang Hak Cipta lebih tepat adalah penyanyi, bukan EO," tegas politikus Gerindra ini.
Sebelumnya, Komisi XIII DPR telah menggelar rapat konsultasi bersama Kementerian Hukum, LMKN, LMK, serta perwakilan dari Vibrasi Suara Indonesia (VISI) dan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) di Gedung DPR, Kamis (21/8/2025)
Rapat juga dihadiri Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej beserta sejumlah Musisi, yakni Satriyo Yudi Wahono atau dikenal Piyu (Padi), Ariel (Noah), Sammy Simorangkir dan Vina Panduwinata.
Dalam rapat itu, seluruh pihak sepakat merumuskan revisi UU Hak Cipta serta melakukan audit tata kelola royalti.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 12 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu