TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Ponpes Ambruk Dibangun Pake APBN, Masih Pro-Kontra

Reporter & Editor : AY
Minggu, 12 Oktober 2025 | 09:33 WIB
Lokasi Mushola Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo. Foto : Ist
Lokasi Mushola Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo. Foto : Ist

JAWA TIMUR - Rencana Pemerintah membangun kembali Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menuai pro dan kontra. Sejumlah pihak meminta agar rencana tersebut dikaji ulang, karena berpotensi menimbulkan polemik dan kecemburuan sosial di masyarakat. 

 

Wakil Ketua DPR Saan Mustopa mengingatkan Pemerintah untuk memprioritaskan penanganan korban terlebih dahulu sebelum membahas pembangunan ulang. “Fokus dulu pada korban, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia,” ujar Saan di Jakarta, Sabtu (11/10/2025). 

 

Menurutnya, peristiwa ambruknya ponpes itu harus menjadi pelajaran bersama karena menyangkut masa depan generasi muda. Ia meminta Kementerian Pekerjaan Umum (PU) membahas secara matang rencana pembangunan ulang tersebut, mengingat dana yang digunakan berasal dari uang negara. 

 

Tujuannya memang baik, untuk membantu. Tapi kalau menimbulkan polemik, pesantrennya justru bisa terseret,” kata Saan. 

 

Nada serupa disampaikan Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Golkar Atalia Praratya. Ia mendesak Pemerintah mengkaji ulang penggunaan APBN secara serius serta memastikan mekanismenya dilakukan secara adil dan transparan. 

 

“Jangan sampai muncul kesan bahwa lembaga yang lalai justru dibantu, sementara banyak sekolah, rumah ibadah, atau masyarakat lain yang mengalami musibah tidak mendapat perlakuan yang sama,” ujarnya. 

 

Atalia juga menekankan pentingnya penegakan hukum atas insiden yang menewaskan banyak santri itu. 

 

“Jika ditemukan unsur kelalaian, harus ada pihak yang bertanggung jawab. Keadilan bagi korban lebih utama,” katanya. 

 

Ketua Komisi V DPR Lasarus menilai Pemerintah sebaiknya fokus melakukan investigasi sebelum memutuskan penggunaan APBN. Menurutnya, meski banyak pondok yang dibangun dengan dana negara, kasus Ponpes Al Khoziny perlu dikaji lebih mendalam. Ia juga mengingatkan agar penggunaan APBN tidak menimbulkan moral hazard. 

 

Jangan sampai muncul anggapan, ‘biarlah roboh, nanti juga dibangun negara’. Ini contoh yang tidak baik,” ucapnya. 

 

Anggota Komisi V DPR Fraksi PAN Ahmad Bakri juga meminta Pemerintah berhati-hati karena penggunaan APBN bisa memicu kecemburuan antarpondok. “Anggaran kita terbatas. Kalau semuanya dibangun dengan APBN, tentu timbul kecemburuan dari pondok lain,” ujarnya. 

 

Sebelumnya, Menteri PU Dody Hanggodo menyatakan pembangunan ulang Ponpes Al Khoziny memang direncanakan menggunakan APBN. Namun, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan rencana itu belum final. 

 

“Belum ada kesimpulan. DPR hanya mendorong agar Pemerintah memperhatikan kondisi bangunan pesantren yang sudah tua,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (8/10/2025). 

 

Dari luar parlemen, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menolak penggunaan APBN untuk pembangunan ulang ponpes tersebut. Menurutnya, pesantren merupakan lembaga privat yang dibangun oleh yayasan, bukan milik negara. 

 

Ia menambahkan, peran negara sebaiknya sebatas pendamping sosial, misalnya memberi santunan kepada keluarga korban atau layanan BPJS Kesehatan. “Kalau APBN digunakan, nanti semua yayasan bisa meminta hal serupa,” tegasnya. 

 

Sementara itu, Mantan Menko Polhukam Mahfud MD berusaha menengahi polemik yang ada. Dia menyerukan agar persoalan ini diselesaikan secara bijak. “Bukan untuk membenarkan, tapi untuk memberi pertimbangan yang arif,” ujarnya dalam video di kanal Mahfud MD Official, Sabtu (11/10/2025). 

 

Mahfud yang juga pakar hukum jebolan Pondok Pesantren Al-Mardhiyyah, Pamekasan, Madura ini menjelaskan banyak ponpes, terutama yang berbasis salafiyah, dibangun secara mandiri dan bertahap. 

 

“Sulit mengharapkan pesantren salaf punya izin bangunan lengkap atau administrasi terkoordinasi karena pembangunan biasanya dicicil sesuai kemampuan,” tuturnya. 

 

Ia menilai penyelesaian kasus ini bisa dilakukan melalui pendekatan restorative justice agar pesantren tidak dipojokkan. “Kita punya prinsip kemanfaatan hukum. Yang utama, jangan memojokkan pesantren secara berlebihan,” katanya. 

 

Mahfud berharap, kasus ini menjadi pelajaran bagi Pemerintah dan pengelola ponpes untuk memperbaiki tata kelola ke depan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit