Mensesneg: Soal WNA Jadi Direksi BUMN, Ibaratkan Seperti Pelatih Asing

JAKARTA - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi angkat bicara soal polemik warga negara asing (WNA) yang dapat menempati posisi direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia menganalogikan hal tersebut seperti pengangkatan pelatih asing yang menangani tim nasional sepak bola Indonesia.
Menurut dia, pemerintah tidak mempermasalahkan jika warga negara asing dipercaya memimpin perusahaan pelat merah. Yang terpenting, katanya, adalah kemampuan serta nilai tambah yang dibawa untuk memperkuat daya saing BUMN.
“Kalau ada pelatih lokal yang bagus, tentu kita gunakan pelatih lokal. Namun, kalau kita membutuhkan pelatih asing, tidak ada masalah, karena terkadang kita butuh mereka untuk memacu kita menjadi lebih baik,” ujar Pras-sapaan akrabnya-di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM), Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Ia menilai, perdebatan mengenai status kewarganegaraan pemimpin BUMN seharusnya tidak perlu terjadi. Selama individu yang dipilih memiliki kompetensi dan pengalaman, baik WNI maupun WNA dapat memimpin perusahaan milik negara.
“Kalau WNI mampu, tentu kita dorong. Namun jika untuk sementara waktu kita membutuhkan keterampilan dan kompetensi dari seseorang yang kebetulan WNA, ya tidak masalah juga. Why not?” jelas politisi Partai Gerindra itu.
Pras mencontohkan, tenaga profesional asing kerap dibutuhkan di sektor-sektor strategis seperti perminyakan, penerbangan, dan industri mineral. “Kita tidak boleh menutup diri. Justru harus membuka diri agar bisa belajar, beradaptasi, dan menjadi lebih produktif,” tegasnya.
Sementara itu, CEO Danantara Indonesia Rosan Perkasa Roeslani memastikan, pihaknya selalu melakukan analisis mendalam terkait kapasitas dan kapabilitas setiap WNA sebelum diangkat menjadi anggota direksi. Tujuannya, agar kehadiran mereka benar-benar membawa manfaat bagi BUMN.
“Kami ingin agar WNA yang menjadi pejabat BUMN mampu memberikan transfer of technology, transfer of knowledge, dan membawa BUMN ke standar internasional,” ujar Rosan.
Ia menambahkan, langkah ini juga dilakukan untuk mengurangi potensi munculnya praktik negatif di tubuh BUMN. “Kami berupaya mereduksi secara total hal-hal yang mungkin ditemukan di BUMN, seperti korupsi dan praktik tidak sehat lainnya. Itu yang coba kami berantas secara menyeluruh,” tegasnya.
Dari pihak legislatif, Anggota Komisi VI DPR Rivqy Abdul Halim menilai penunjukan WNA sebagai pejabat BUMN sah-sah saja, asalkan dilakukan berdasarkan keahlian dan prestasi. Menurut dia, BUMN adalah lumbung ekonomi nasional yang harus dikelola secara profesional dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Jika dengan melibatkan tenaga profesional asing kinerja bisa meningkat dan terjadi transfer pengetahuan, silakan saja,” kata politisi PKB itu.
Pandangan serupa disampaikan Direktur Next Indonesia Center Herry Gunawan. Dia menilai pelibatan WNA di BUMN menunjukkan keterbukaan Indonesia terhadap kolaborasi global.
“Keterlibatan tenaga profesional asing dapat diterima sepanjang pengawasan dan tata kelolanya berjalan transparan, serta tidak membuka celah bagi kepentingan politik atau bisnis dari luar negeri,” ujarnya.
Adapun Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Toto Pranoto berpendapat, selain membuka ruang bagi tenaga asing, Pemerintah juga dapat melibatkan diaspora Indonesia yang berpengalaman di perusahaan multinasional.
“Banyak ekspatriat sebenarnya adalah diaspora Indonesia yang sudah teruji di pasar global. Kalau mereka bisa diajak kembali untuk memperkuat atau memimpin BUMN kita, tentu akan sangat positif,” kata Toto.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memastikan pemerintah telah mengubah regulasi untuk membuka peluang bagi profesional asing memimpin BUMN. “Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kami,” ujar Prabowo dalam dialog bersama Chairman Forbes Media, Steve Forbes, di Forbes Global CEO Conference 2025 di St. Regis, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Prabowo juga menyampaikan bahwa dirinya telah memberi arahan kepada pimpinan Danantara untuk melakukan rasionalisasi jumlah BUMN dari sekitar 1.000 menjadi sekitar 200–240 perusahaan, agar lebih efisien dan profesional. “Saya sudah meminta manajemen Danantara agar menjalankan BUMN dengan standar bisnis internasional. Carilah otak terbaik, talenta terbaik,” tegasnya.
Adapun langkah konkret sudah terlihat di Garuda Indonesia. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) menyetujui pengangkatan dua WNA sebagai direksi, yakni Neil Raymond Mills sebagai Direktur Transformasi dan Balagopal Kunduvara sebagai Direktur Keuangan.
Neil Raymond Mills sebelumnya berpengalaman di Air Italy, Green Africa Airways, dan Scandinavian Airlines. Sementara Balagopal Kunduvara merupakan profesional berpengalaman yang pernah menjabat di Singapore Airlines.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu