TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

MK Tolak Gugatan Mahasiswa Soal Masa Jabatan Kapolri

Reporter & Editor : AY
Jumat, 14 November 2025 | 07:09 WIB
Suasana sidang di MK. Foto : Ist
Suasana sidang di MK. Foto : Ist

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan yang dilayangkan oleh tiga orang mahasiswa terkait masa jabatan Kapolri. Gugatan ini meminta agar masa jabatan Kapolri disamakan dengan masa jabatan presiden atau menteri kabinet, namun MK menegaskan Kapolri adalah alat negara, bukan jabatan politik.

 

Amar putusan ini dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo. "Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 19/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (13/11).

 

Perkara tersebut dimohonkan oleh tiga mahasiswa, yakni Syukur Destieli Gulo, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra. Mereka menguji Pasal 11 ayat (2) UU Polri tentang pengangkatan dan pemberhentian Kapolri oleh Presiden atas persetujuan DPR.

 

Menurut pemohon, alasan pemberhentian Kapolri dalam UU tersebut tidak diatur secara jelas. Oleh karena itu, mereka meminta agar masa jabatan Kapolri disamakan dengan berakhirnya masa jabatan menteri yang otomatis mengikuti masa jabatan Presiden.

 

Hakim Konstitusi Arsul Sani, yang membacakan pertimbangan Mahkamah, mengatakan para pemohon mengonstruksikan anggapan bahwa jabatan Kapolri adalah setingkat menteri. Mahkamah dengan tegas menolak dalil ini.

 

Dijelaskan Arsul, ide memosisikan Kapolri setingkat menteri pernah muncul dalam pembahasan UU Polri. Saat itu, Fraksi Partai Demokrasi Kasih Bangsa mengusulkan penambahan frasa "setingkat menteri" pada jabatan Kapolri.

 

Namun, pembentuk undang-undang pada akhirnya tidak sependapat dengan usulan tersebut. "Bahkan, pembentuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 lebih memilih untuk menegaskan Kapolri merupakan perwira tinggi yang masih aktif," ucap Arsul.

 

Menurut Mahkamah, Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Polri adalah alat negara. Sebagai alat negara, Polri harus mampu menempatkan pemeliharaan keamanan dan penegakan hukum di atas kepentingan semua golongan, termasuk di atas kepentingan Presiden.

 

Arsul menjelaskan, jika jabatan Kapolri diposisikan menjadi setingkat menteri dan secara otomatis menjadi anggota kabinet, hal itu "jelas berpotensi mereduksi posisi Polri sebagai alat negara." Kepentingan politik presiden akan menjadi terlalu dominan dalam menentukan seorang Kapolri.

 

Mahkamah menegaskan, Kapolri adalah jabatan karier profesional yang memiliki batas masa jabatan (pensiun). Jabatannya tidak ditentukan secara periodik lima tahunan dan tidak secara otomatis berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan presiden.

 

"Artinya, jabatan Kapolri memiliki batas waktu dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan evaluasi presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan," jelas Arsul.

 

Jika Mahkamah mengabulkan permohonan ini, lanjut Arsul, hal itu justru akan berdampak pada ketidakpastian hukum dalam proses pengisian dan pemberhentian Kapolri. 

 

Dengan demikian, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan dalil para pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," ucapnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit