Target 60 T, Baru Dapat 8 T Purbaya Buru Pengemplang Pajak
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terus memburu para pengemplang pajak. Dari target penagihan Rp 60 triliun, baru Rp 8 triliun yang masuk ke kas negara. Si sanya? Masih dikejar habis-habisan oleh Kementerian Keuangan.
Purbaya tetap optimistis. Ia menargetkan setidaknya Rp 20 triliun bisa ditagih sampai akhir 2025 dari total Rp 60 triliun pajak yang dikemplang 200 wajib pajak besar.
“Kemungkinan besar tertagih. Mereka jangan main-main sama kita,” tegas Purbaya dalam media briefing di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025).
Saat ini, Rp 8 triliun sudah tertagih. Namun, sebagian besar pengemplang masih membayar secara mencicil, sisanya masih dalam pengejaran Ditjen Pajak.
“Yang Rp 50 triliun itu akan terkejar pelan-pelan. Tapi baru Rp 8 triliun sekarang,” tambahnya.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu, Bimo Wijayanto, menargetkan penagihan Rp 20 triliun hingga penghujung 2025. Angka itu merupakan bagian dari total Rp 60 triliun tunggakan pajak 200 wajib pajak besar.
Hal ini ia ungkapkan setelah ditanya langsung oleh Purbaya tentang kemampuan penagihan terhadap 200 pengemplang pajak besar itu hingga akhir tahun.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu mencatat sebanyak 91 wajib pajak besar yang menunggak pajak berkekuatan hukum tetap atau inkrah telah melakukan pembayaran. Sementara 27 wajib pajak dinyatakan pailit. Data tersebut merupakan realisasi hingga 14 Oktober 2025.
Di samping itu, masih ada empat wajib pajak yang berada dalam pengawasan penegak hukum, lima wajib pajak yang sudah dilakukan pelacakan aset (asset tracing), serta sembilan wajib pajak yang sudah dilakukan pencegahan terhadap pemilik manfaat (beneficial owner).
Bimo menyebut ada satu wajib pajak yang dalam proses penyanderaan dan 59 wajib pajak sedang dalam proses tindak lanjut lainnya. “Data terakhir ada Rp 7,216 triliun, jadi bertambah Rp 216 miliar,” ujarnya.
Bimo mengatakan bakal mengejar penyelesaian penunggak pajak hingga akhir tahun ini. Namun, untuk realisasi akhir tahun, Bimo memperkirakan nilai pajak yang terbayar berkisar Rp 20 triliun.
“Karena ada beberapa yang kesulitan likuiditas dan meminta restrukturisasi utangnya diperpanjang,” jelasnya.
Misi mengejar penunggak pajak inkrah ini sebelumnya disampaikan Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Senin, 22 September lalu. Inisiatif ini merupakan salah satu strategi untuk menambal melambatnya setoran pajak.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendukung upaya Purbaya memburu para pengemplang pajak. Dia pun memberikan berbagai cara agar upaya itu sukses.
Bhima mengatakan, Purbaya bisa mulai dari mengecek data laporan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) perusahaan, laporan keuangan, dan data transaksi di bank.
“Sebaiknya difokuskan dulu di perusahaan yang sebelumnya menerima insentif pajak misalnya di sektor nikel. Kemudian di sektor batubara dan sawit,” ujar Bhima saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Selanjutnya, Purbaya bisa mengejar selisih antara laporan bea cukai dengan negara tujuan asal ekspor (under invoicing). “Celios menemukan kasus pada berbagai jenis komoditas data tidak sesuai, yang artinya ada indikasi kebocoran pajak yang besar,” ungkapnya.
Kata Bhima, bukan menjadi hal yang mustahil untuk memberantas para pengemplang pajak. Namun, hal itu tidak mudah dilakukan, mengingat perlu kesungguhan.
“Bisa ditekan jika komitmen politiknya kuat terutama dari Presiden. Masalahnya bukan soal teknis, tapi lebih ke politik,” pungkasnya.
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 13 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu



