41 Bencana Tanah Bergerak Terjadi Sepanjang 2025
Dua Kecamatan Di Lebak Paling Mendominasi
LEBAK - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak, telah mencatat ada sebanyak 41 kejadian bencana pergerakan tanah yang tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Lebak, dengan dampak terhadap puluhan rumah warga.
Sekretaris BPBD Kabupaten Lebak, Febby Rizki Pratama mengungkapkan, bahwa kejadian tersebut tidak terpusat di satu wilayah, namun dua kecamatan mencatat peristiwa paling menonjol atau mendominasi. Dua kecamatan yang dimaksud juga memang termasuk ke wilayah rawan bencana tersebut.
“Untuk tahun 2025 ini ada 41 kejadian pergerakan tanah. Yang paling menonjol terjadi di Kecamatan Cilograng dan Cikulur. Sementara kecamatan lain sifatnya parsial, misalnya hanya satu atau dua rumah terdampak,” ungkap Febby, Selasa (23/12).
Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah kejadian pada 2025 menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
“Kalau berdasarkan jumlah kejadian, memang paling tinggi itu tahun 2025. Namun kalau dilihat dari jumlah rumah terdampak, tahun 2022 dan 2024 sempat lebih masif,” jelasnya.
Febby menegaskan, bahwa secara geografis Kabupaten Lebak memang berada di wilayah dengan tingkat kerentanan pergerakan tanah yang tinggi. Berdasarkan peta kerentanan yang dirilis rutin oleh Badan Geologi, hampir seluruh kecamatan di Lebak masuk zona rawan.
“Dari 28 kecamatan, 27 kecamatan memiliki risiko pergerakan tanah menengah hingga tinggi. Hanya Kecamatan Rangkasbitung yang masuk kategori rendah,” katanya.
Kondisi tersebut menjadikan pergerakan tanah sebagai ancaman laten yang dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Lebak, dengan faktor penyebab yang beragam.
Terkait faktor pemicu, BPBD menilai pergerakan tanah tidak bisa digeneralisasi. Setiap kejadian memiliki karakteristik dan penyebab yang berbeda-beda. “Faktor utamanya bisa jenis tanah, pembebanan tanah, hingga curah hujan. Tapi setiap kasus harus dilihat secara spesifik,” ujarnya.
Ia mencontohkan peristiwa di Curug Panjang pada 2022, di mana Badan Geologi menemukan adanya mahkota longsoran yang menyebabkan puluhan rumah harus direlokasi. Sementara di Cihara pada 2024, pergerakan tanah dipicu oleh tidak adanya saluran pembuangan air serta beban tanah yang berlebihan.
Untuk kejadian terbaru di Desa Cijengkol, Kecamatan Cilograng, BPBD mencatat kondisi tanah yang mudah pecah, keberadaan kolam ikan sebagai beban tambahan, serta hujan lebat sebagai faktor pemicu utama. Adapun wilayah Cikulur dinilai sebagai kawasan dengan fenomena yang cukup unik dan luas.
“Secara parsial kelihatannya kecil, tapi kalau dilihat peta besarnya, pergerakan tanah di Cikulur itu cukup masif, mulai dari Curug Panjang, Cigoong Utara, sampai Sumur Bandung,” katanya.
Berdasarkan catatan historis, wilayah Cikulur juga pernah mengalami pergerakan tanah besar pada era 1980-an, yang saat itu berdampak pada puluhan rumah.
“Jadi tahun 80-an kalau secara historis itu memang pernah terjadi pergerakan tanah di wilayah Cikulur. Kemudian terulang kembali beberapa tahun terakhir ini. Hanya memang luasannya lebih masif yang sekarang ini,” imbuhnya.
BPBD Lebak mencatat lebih dari 60 rumah warga terdampak akibat pergerakan tanah dari total 41 kejadian dengan tingkat kerusakan yang bervariasi, mulai dari rusak ringan, sedang hingga berat.
“Sebagian besar mengalami retak pada dinding dan lantai. Ada yang rusak ringan, sedang, hingga berat. Untuk rumah yang ambruk total masih perlu pendataan lanjutan,” katanya lagi.
Lebih lanjut, Febby mengatakan, bahwa tantangan mitigasi pergerakan tanah, berbeda dengan bencana lain seperti banjir, longsor, atau gempa bumi.
“Jujur saja, mitigasi pergerakan tanah ini masih kami pikirkan secara serius. Karena pergerakannya lambat, rekahannya sulit dideteksi, dan tidak terjadi secara tiba-tiba,” ujarnya.
BPBD Lebak mengakui telah melakukan diskusi intensif dengan Badan Geologi, namun keterbatasan kajian spesifik di beberapa wilayah rawan, seperti Cikulur, masih menjadi kendala.
“Ke depan, kami akan lebih serius menyusun strategi mitigasi pergerakan tanah. Karena trennya cukup intens dan terus berulang,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Sebanyak 4 rumah warga di Kampung Gunungtanjung Barat, Desa Sumurbandung, Kecamatan Cikulur, Kabupaten Lebak, digerus bencana pergerakan tanah hingga mengalami rusak berat.
Salah seorang korban bencana pergerakan tanah, Siti (38) mengungkapkan, bangunan rumah miliknya rusak parah akibat pergerakan tanah. Kata dia, selain rumah dirinya yang rusak, ada beberapa rumah warga yang lain yang rusak terdampak pergerakan tanah tersebut.
“Bagian dapur rumah kami rusak parah, karena tembok rumah terbelah akibat pergerakan tanah. Tak hanya rumah kamu, bahkan salah satu dapur rumah warga lainnya sudah runtuh,” kata Siti, Minggu (21/12).
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 17 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu


