KPK Usul Gubernur Dipilih Presiden
Ini Bisa Cegah Money Politics
JAKARTA - KPK mengusulkan agar gubernur, khususnya di daerah yang masih miskin, tidak dipilih melalui pilkada, melainkan ditunjuk oleh Presiden. Usulan ini disambut positif DPR, karena dianggap bisa mencegah money politics alias politik uang.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, Pilkada selama ini tidak efisien. Terutama di daerah-daerah yang masyarakatnya masih jauh tertinggal. Pilkada yang memakan anggaran besar, tapi hasilnya terpilih kepala daerah yang justru kinerjanya buruk. Bahkan banyak juga yang terseret kasus korupsi. Karena itu, KPK mengusulkan agar gubernur di daerah yang masih tertinggal ditunjuk Presiden saja.
Dia bilang, KPK sudah berdiskusi mengenai hal ini dengan Kementerian Dalam Negeri, DPR, dan para pimpinan partai politik. "Kita petakan. Saya yakin, jauh lebih efektif dan efisien ketika kepala daerah di beberapa daerah yang belum siap masyarakatnya pilkada langsung, kepala daerahnya ditunjuk langsung," kata Alex dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, di Kementerian Keuangan, yang disiarkan virtual, kemarin.
Daerah yang dia maksud misalnya yang pendidikan masyarakatnya rendah, masih banyak gizi buruk, hingga fasilitas kesehatannya kurang baik. "Misal di (Indonesia) timur lah, masalah stunting, gizi buruk, pendidikan rendah, fasilitas kesehatan kurang baik," tambah Alex.
Untuk skema pemilihan kepala daerahnya, kata Alex, bisa seperti menunjuk manajer di sebuah di perusahaan. Kepala daerah ini digaji tiap setiap bulan dan diberikan tujuan untuk dicapai. Bila tidak mampu mencapai tujuan, kepala daerah itu dipecat dan diganti orang lain. “Nggak perform satu tahun, ganti, pecat,” tegasnya.
Dengan begitu, tidak perlu menunggu selama lima tahun alias periodesasi kepala daerah itu selesai. “Sekarang, kalau nggak perform, lima tahun waktunya habis. Sialnya dia kepilih lagi, 10 tahun duit habis masyarakat nggak sejahtera," ungkap Alex.
Alex paham, masalah pemilihan kepala daerah bukan urusan KPK. Domain KPK adalah menangkap koruptor. "Ini memang bukan persoalan KPK, tapi saya rasa ini persoalan kita bersama," imbuhnya.
Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengaku telah mendengar usulan KPK ini. Dia bilang, bukan tidak mungkin usulan KPK itu menjadi nyata. "Ke depan, rezim Pilkada langsung memang perlu diubah skemanya dari yang ada sekarang ini," kata Arsul, saat dihubungi Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin.
Perubahannya dengan menetapkan Pilkada secara asimetris. Ada yang Pilkada langsung, tapi juga ada yang tidak langsung. Tergantung daerahnya. Mampu atau tidak menyelenggarakan Pilkada langsung.
Misal daerah yang Pilkada langsung harus terpenuhi level tertentu pada indeks pembangunan manusia, tingkat korupsi atau persepsi korupsi daerah tersebut, tidak punya riwayat konflik sosial, PAD (Pendapatan Asli Daerah) ada pada persentase tertentu berbanding dana APBD dari Pusat," jelas politisi PPP itu.
Artinya, ada parameter tertentu bagi daerah yang ingin melaksanakan pemilihan langsung. "Jika misalnya kepada daerah yang bersangkutan terjerat berturut-turut dalam kasus korupsi atau kasus-kasus korupsi yang melibatkan birokrasi Pemda-nya tinggi, nah ini tidak masuk kriteria yang bisa Pilkada langsung," jelas dia.
Arsul melanjutkan, Pilkada tidak langsung bisa mengurangi pengeluaran calon kepala daerah. Karena tidak perlu mengocek banyak anggaran untuk berkampanye, yang berakibat pada money politics setelah terpilih.
"Dari sisi politik uang, ya jelas memperkecil. Karena paling berurusan hanya dengan anggota DPRD setempat yang jumlahnya rata-rata kurang dari 50 orang," sebut anggota Komisi III DPR itu.
Sementara, pengamat hukum dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad menolak usulan KPK ini. Menurutnya, korupsi yang dilakukan kepala daerah penyebab utamanya bukan karena terpilih lewat Pilkada langsung, tetapi faktor integritas.
"Penunjukan Pusat akan mengurangi partisipasi rakyat," ucap Suparji.
Warganet ikut mengomentari ide KPK ini. Ada yang setuju kepala daerah ditunjuk Presiden, ada juga yang menolak.
Akun @yudhaputrarasy1 menjadi yang menolak usulan KPK ini. "KPK itu urusannya korupsi, soal kepala daerah itu urusannya Mendagri. Jangan nyerobot kerjaan orang lah, Pak" tulisnya. "Ada jaminan kepala daerah yang ditunjuk langsung, nggak bakal korup?" sahut @Edo_ShehB.
Sedangkan akun @Apotek_Rumaila termasuk yang mendukung ide KPK "Setuju. pemborosan anggaran untuk sesuatu yang sia-sia," tulisnya. Sementara akun @bayu_pras_ menyarankan agar pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD. "Gubernur tetap Pilkada, Pak. Namun wali kota dan bupati lebih baik dipilih DPRD," tulisnya.
Sumber berita rm.id :
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 19 jam yang lalu
TangselCity | 18 jam yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu