Bendungan Ciawi Dan Sukamahi Resmi Beroperasi
Heru Pede 12 Kelurahan Di DKI Akan Bebas Banjir
JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono optimistis bendungan kering atau Dry Dam Ciawi dan Sukamahi bakal mengurangi 30,6 persen banjir di Ibu Kota. Dengan demikian, 12 Kelurahan tidak lagi kerendam. Metode ini menjadi yang pertama diterapkan di Indonesia.
Heru mengatakan, bendungan ini bentuk kesungguhan Pemerintah mengatasi banjir di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
“Ini memberikan optimisme bahwa banjir di Jakarta bisa diupayakan penanganannya,” kata Heru dalam keterangan tertulisnya, akhir pekan lalu.
Pembangunan dua bendungan ini merupakan salah satu upaya Pemprov DKI Jakarta bersama Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Pembangunan bendungan masuk dalam rencana induk (master plan) sistem pengendalian banjir (flood control system) Jakarta. Sehingga, penanganan dan pengendalian banjir di Jakarta dan sekitarnya menjadi lebih komprehensif mulai dari hulu hingga di hilir.
Kedua bendungan ini akan menahan tumpahan air dari Gunung Gede dan Pangrango agar tidak membanjiri Bendung Katulampa dan Jakarta di musim hujan.
Sementara di hilir, Pemprov DKI Jakarta terus bekerja maksimal menyelesaikan normalisasi 13 sungai, percepatan pembangunan rumah pompa dan polder, tanggul laut di utara, hingga Sodetan Kali Ciliwung dengan teknologi gorong-gorong raksasa ke Banjir Kanal Timur.
Saat ini, Pemprov DKI Jakarta bersama Pemerintah Pusat tengah melakukan normalisasi Sungai Ciliwung, menyelesaikan penambahan pintu air Manggarai dan Karet, serta tengah menyelesaikan Sodetan Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur.
Dengan adanya Bendungan Ciawi dan Sukamahi, debit banjir di Pintu Air Manggarai diperkirakan menjadi 570 meter kubik per detik.
“Kami optimistis, Jakarta yang bebas banjir sudah semakin dekat untuk menjadi nyata,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta, agar permasalahan banjir di Jakarta dan sekitarnya dapat ditangani dengan manajemen yang baik secara konsisten, dan komprehensif melalui peningkatan kerja sama atau sinergitas dengan berbagai pihak atau para pemangku kepentingan.
"Banjir di Jakarta itu siapapun gubernurnya harus konsisten menyelesaikannya. Baik yang berkaitan dengan waduk (atau bendungan), selesai,” pesannya.
Kemudian, normalisasi 13 sungai yang ada di Jakarta. Urusan Sodetan Ciliwung menuju Banjir Kanal Timur (BKT) itu harus segera diselesaikan, tanggul laut, dan Giant Sea Wall, serta pengelolaan pompa-pompa dengan manajemen yang lebih baik.
“Kalau tidak selesai, sampai kapan pun Jakarta akan selalu banjir,” kata Jokowi.
Jokowi menjelaskan, Bendungan Ciawi mulai dibangun secara bertahap sejak tahun 2016. Memiliki volume tampung 6,05 juta meter kubik dan luas genangan 39,49 hektar. Bendungan ini dapat mereduksi air Sungai Ciliwung sebelum sampai ke Jakarta dengan kapasitas 111,75 meter kubik per detik.
Sedangkan Bendungan Sukamahi, pembangunannya dimulai sejak tahun 2017, dapat mereduksi air sebesar 15,47 meter kubik per detik.
"Dua bendungan ini diharapkan bisa mengurangi banjir di Jakarta kurang 30,6 persen. Insya Allah kurang 12 kelurahan tidak terdampak lagi karena adanya bendungan ini,” yakin Jokowi.
Selain memiliki manfaat sebagai induk sistem pengendalian banjir Jakarta, Bendungan Ciawi dan Sukamahi ini dikembangkan menjadi destinasi pariwisata. Kedua kawasan bendungan ini telah ditata sedemikian rupa karena diproyeksikan sebagai wisata pendidikan atau ekowisata, lengkap dengan hutan dan konservasi.
Dua bendungan ini memiliki potensi sumber daya alam yang mengedepankan perlindungan ekosistem. Fasilitas umum didesain dengan sangat estetis yang memadukan teknologi modern dan nilai-nilai kearifan lokal, sehingga menjadi lanskap yang instagramable.
Tak hanya kedua bendungan tersebut, Jokowi meminta proyek sodetan kali Ciliwung ke BKT dikebut.
“Kita harapkan Maret juga sudah selesai (proyek sodetan kali Ciliwung ke BKT). Itu akan mengurangi banyak sekali wilayah yang sebelumnya tergenang menjadi tidak, dari 468 hektar menjadi 211 hektare. Kurangnya separuh, hampir separuh lebih,” jelasnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Jamaludin menilai, pembangunan dua bendungan ini sudah tepat. Terlepas dari berhasil atau tidak menangani banjir di Ibu Kota.
“Tidak seperti program pendahulunya, yang membuat daerah limpasan sungai atau ruang limpah sungai. Karena bendungan ini masih di hulu letaknya,” kata politisi Partai Golkar tersebut.
Dia pun menyinggung rencana membuat bendungan Ciliwung atau saringan sampah di daerah Tanjung Barat.
“Itu yang nggak benar. Dari dulu, pakemnya nggak boleh ada hambatan atau sumbat di aliran besar. Bisa bahaya saat debit banjir terjadi,” ujarnya.
Menurutnya, hambatan atau sumbatan di aliran besar justru akan memicu bencana ikutan. Seperti, banjir wilayah sekitar saringan tersebut. Selain itu, juga akan menimbulkan tumpukan sampah yang jika tidak rutin diangkut akan menyebabkan berbagai masalah.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga mengatakan, target ideal penanganan banjir Jakarta yakni pada 2025. Sebab, setelah Bendungan Ciawi dan Sukamahi selesai, Pemprov DKI Jakarta harus segera normalisasi Sungai Ciliwung dan membenahi Situ/Danau/Embung/Waduk (SDEW) di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung.
“Fokus saja Sungai Ciliwung tapi tuntas semua pada 2023. Dengan begitu, pada tahun-tahun berikutnya akan lebih mudah (normalisasi) untuk 12 sungai utama,” kata Nirwono.
Menurut dia, ada tiga tipe banjir di Jakarta. Pertama, banjir kiriman akibat luapan air sungai, yang salah satu solusinya pembangunan bendungan serta normalisasi sungai.
Kedua, banjir lokal akibat sistem drainase yang buruk. Solusinya merehabilitasi total seluruh saluran drainase.
“Dengan diperbesar dimensi saluran air eksisting, misalnya, dari 50 centimeter ke 1,5 meter, 1 meter ke 3 meter, 1,5 meter ke 5 meter dan terhubung ke SDEW terdekat,” jelas Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan ini.
Ketiga, banjir rob di utara Jakarta. Solusinya, restorasi kawasan pesisir, lahan selebar minimal 500 meter ke arah daratan dibebaskan dari pemukiman, serta dihijaukan (reforestasi hutan mangrove atau pantai) sebagai peredam banjir rob, abrasi pantai dan terjangan tsunami. rm.id
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu