Kemenag Beberin Hitung-hitungan Usulan Bipih
Tak Populer, Tapi Selamatkan Keberlangsungan Ibadah Haji
JAKARTA - Usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) melonjak tinggi, sekitar Rp 30 juta. Banyak kalangan memprotesnya. Namun jika dipelototin, ternyata dasar hitungannya, bijak.
Merasionalkan penggunaan nilai manfaat pengelolaan dana haji agar tak sampai tergerus habis. Usulan itu mungkin tak populer, namun sejatinya demi menjaga keberlangsungan calon jemaah haji.
Pangkal polemik usulan Bipih adalah selisih yang melonjak dari usulan tahun ini, Rp 69 juta, dibandingkan Bipih tahun lalu yang dikenakan ke jemaah haji sebesar 39,8 juta.
Namun, sebenarnya, dasar hitungan kenaikkan itu, merasionalisasi Bipih. Tahun lalu, “subsidi” atau dana yang dikucurkan dari hasil pengelolaan biaya haji, sangat besar.
“Subsidi yang diberikan untuk ongkos haji itu terlalu besar, mencapai 59 persen. Hasil optimalisasi pengembangan dana haji itu terambil banyak,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin, baru-baru ini.
Jika subsidi digelontorkan dalam jumlah besar terus dibiarkan, papar Ma’ruf, dana pokok haji bisa keambil juga. Akibatnya calon jemaah berikutnya, bisa tidak kebagian subsidi.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief mengamini keterangan Wapres. Dia pun membeberkan hitung-hitungannya.
Pemanfaatan dana nilai manfaat, sejak 2010 sampai 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal (subsidi) yang diberikan ke jemaah, hanya Rp 4,45 juta.
Saat itu, Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp 30,05 juta. Artinya, skemanya Bipih sebesar 87 persen dan nilai manfaat hanya 13 persen.
Menurutnya, penggunaan dan nilai manfaat mencapai 59 persen (tahun 2022), sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak.
“Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan, dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat. Tujuannya agar dana pengelolaan haji tidak tergerus habis,” ungkapnya.
Soal isu penurunan biaya layanan haji di Saudi, Hilman menerangkan, yang diturunkan Pemerintah Arab Saudi adalah paket layanan haji. Yakni, layanan dari 8-13 Zulhijjah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina atau yang biasa disebut juga dengan Armuzna atau Masyair.
Ditegaskannya, Pemerintah juga menurunkannya dalam komponen Bipih.
“Dalam usulan Pemerintah juga kan turun, kisarannya 30 persen. Itu sangat signifikan,” ungkapnya.
Dijelaskannya, dalam komponen Bipih sebesar Rp 69 juta, tidak hanya layanan Masyair saja. Namun terdapat biaya akomodasi dan transportasi jemaah selama 30 hari di Arab Saudi.
Hilman memastikan, usulan Bipih ditetapkan dengan matang. Tak cuma biaya haji, Pemerintah menghitung detail hingga asumsi perubahan kurs, riyal dan avtur (bahan bakar pesawat).
“Mungkin usulan (bipih) tidak populer, tapi Pak Menteri lakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji, sekaligus menjaga keberlanjutannya,” ungkap Hilman.
Soroti Biaya Penerbangan
Usulan untuk menekan Bipih terus bermuculan. Salah satunya, soal kenaikan komponen biaya penerbangan.
“Usulan kenaikan biaya penerbangan terlalu mahal dibandingkan tahun lalu, yang naik Rp 4 juta,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily, Jumat (27/1).
Ace mengatakan, pihaknya akan meminta biaya itu diturunkan. Selain Ace, sebelumnya juga ada usulan lain seperti memangkas masa tinggal jamaah dari 30 hari menjadi 28 hari.
Soal berbagai usulan itu, Hilman Latif menegaskan, usulan Bipih versi Pemerintah belum final. Pemerintah terbuka melakukan pembahasan berbagai usulan. Namun ditekankannya, penetapan skema Bipih perlu ditetapkan berkeadilan untuk semua calon jamaah.
“Semoga kita bisa mendapatkan rumusan yang paling pas terkait biaya haji tahun ini,” pungkasnya. rm.id
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 19 jam yang lalu
Olahraga | 19 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 16 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu