TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Pesan Presiden Ke Insan Pers Yang Hari Ini Merayakan HPN

Pers Jangan Cuma Ngomong Kebebasan

Laporan: AY
Kamis, 09 Februari 2023 | 08:15 WIB
Presiden Jokowi pada acara HPN 2022 di Kendari. (Foto : Setpres)
Presiden Jokowi pada acara HPN 2022 di Kendari. (Foto : Setpres)

MEDAN - Hari ini, insan pers merayakan puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Medan, Sumatera Utara. Presiden Jokowi direncanakan hadir.

Sebelum menyampaikan pidatonya, Presiden sudah memberi pesan kepada insan pers: jangan cuma ngomong kebebasan, tapi harus bertanggung jawab. Lalu, apa pesan Presiden hari ini? Mari kita simak.

Mantan Wali Kota Solo itu bilang, saat ini jangan lagi bicara soal kebebasan pers. Karena kemerdekaan pers sudah  dijamin Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Kata Jokowi, yang diperlukan sekarang adalah pers yang bertanggung jawab.

Pesan itu disampaikan Jokowi saat menerima anggota Dewan Pers periode 2022-2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin lalu.

Anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana menceritakan, dalam pertemuan itu, Jokowi menyampaikan sejumlah hal terkait kondisi pers di Tanah Air. Salah satu pesan yang ditekankan adalah pentingnya kebebasan pers yang bertanggung jawab berdasarkan prinsip dan etika jurnalistik.

"Presiden menggaris bawahi, menekankan, jangan bicara soal kebebasan pers lagi. Karena pers kita sudah bebas dan ada jaminan dari Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sekarang yang diperlukan adalah pers yang bertanggung jawab," kata Hadi, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group), kemarin.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers ini menilai, pesan Jokowi itu sangat relevan dan bagus. Soalnya, Dewan Pers menemukan masih banyak pelanggaran dalam produk jurnalistik.

Per tahun 2022 misalnya, ada 691 laporan yang masuk ke Dewan Pers. Bahkan di awal tahun 2023, Dewan Pers sudah mendapatkan laporan yang saat ini sedang dalam proses mediasi.

Dari banyaknya laporan itu, diketahui masih banyak kesalahan mendasar dalam karya jurnalistik. Seperti kesalahan kutip, fitnah, bahkan ada yang memuat hoaks atau berita bohong. Selain itu, ada berita yang tidak selayaknya dan tidak sesuai kode etik jurnalistik.

"Artinya, masih banyak produk pers yang tidak bertanggung jawab," ungkapnya.

Yadi menyampaikan, selain bicara soal pers yang bertanggung jawab, Jokowi juga memberikan perhatian dengan kondisi pers saat ini, terkait dominasi media sosial dan platform global. Menurut Yadi, Jokowi menyetujui, penerbitan Peraturan Presiden tentang Media Sustainability (MS). Regulasi ini nantinya akan mengatur pola kerja sama dan hubungan antara media dengan platform global.

"Presiden sudah menyambut baik usulan Perpres itu. Tentunya ini baik dan kita berdoa, ini akan segera terbit. Jadi ini kan tentang kesetaraan antara perusahan platform global dengan media di tanah air. Mudah-mudahan ini akan memperbaiki pers nasional secara ekonomi," paparnya.

Yadi menambahkan, keberadaan platform global dan media sosial adalah sebuah keniscayaan. Tidak bisa dilawan. Apalagi teknologi terus berkembang. Meski begitu, ia yakin, pers akan tetap hidup. Karena pers berbeda dengan media sosial. Di media sosial, tidak ada kode etik, juga tidak pernah ada verifikasi, verifikasi, dan verifikasi.

Yang membedakan media sosial dengan pers adalah verifikasi. Jadi, kalau pers kita sudah melupakan verifikasi, sudah melupakan kode etik, ya apa bedanya dengan medsos. Makanya, pers akan tetap hidup selama memegang kode etik dan verifikasi.

"Inilah yang disebut dengan pers yang bertanggung jawab," ujarnya.

Menurut dia, pers akan tetap hidup karena masyarakat merindukan informasi yang baik. Pers adalah bisnis kepercayaan. Karena ini bisnis kepercayaan, maka yang akan hidup adalah yang memang memegang kode etik, bertanggung jawab dalam membuat karya, serta berorientasi  kepada publik.

"Kalau tidak bertanggung jawab dan tidak berorientasi kepada publik, pers tidak akan hidup. Jadi jangan takut dengan media sosial," ucapnya.

Di HPN kali ini, Yadi memberikan beberapa pesan kepada insan pers. Pertama, bersama-sama menyelesaikan problem pers kita saat ini. Problem pers itu, secara internal harus menambah kualitas jurnalis dan kualitas karya jurnalis. Yang kedua, kita sama-sama memerangi informasi-informasi yang tidak bertanggung jawab. 

"Saya ingatkan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 itu hanya untuk melindungi pers yang profesional. Pers yang tidak profesional itu bukan Undang-Undang Pers perlindungannya," ujarnya.

Soal pers yang bertanggung jawab juga disampaikan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu. Kata dia, Jokowi meminta, jangan hanya bicara kebebasan pers, tetapi yang terpenting adalah pemberitaan yang bertanggung jawab. Pemberitaan yang bertanggung jawab adalah pemberitaan yang dikonfirmasi kebenarannya menggunakan prinsip-prinsip etika jurnalistik yang baik.

"Jadi kalau cuma bebas sebebas-bebasnya, tanpa tanggung jawab, banyak nanti yang akan dirugikan, apalagi menjelang pemilu,” kata Ninik dalam keterangannya selepas pertemuan dengan Jokowi, Senin lalu.

Kata dia, saat ini banyak masyarakat yang menuntut agar pers itu bebas. Namun, seolah melupakan sisi lain dari kebebasan itu. Sisi lain dari kebebasan itu adalah tanggung jawab.

Substansi dari tanggung jawab itu adalah kode etik jurnalistik. Jadi dalam membuat pemberitaan, harus berperspektif keberagaman, persatuan dan sebagainya. Selain itu, pers harus memberikan pendidikan kepada publik, kontrol sosial, memberikan informasi yang baik.

Ia lalu mengungkapkan masih cukup tingginya pengaduan kepada Dewan Pers. Tahun 2022, Dewan Pers menerima 690 aduan dan bisa menyelesaikan sampai 97 persen.

Kata dia,  bukan hanya  jumlahnya yang tinggi, tapi substansi pengaduannya juga semakin beragam. Pertama, ini menandakan masyarakat juga semakin kritis terhadap pemberitaan. Kedua, bisa jadi menandakan nilai pemberitaan yang  semakin menurun karena tidak diikuti dengan kredibilitas yang baik terutama pada perspektif dan pendekatan kode etik jurnalistik.

Dalam pertemuan tersebut, Ninik dan jajarannya juga menyampaikan sejumlah program kerja besar Dewan Pers. Program-program tersebut meliputi pendataan ratifikasi pers, pengaduan dan penegakan etika pers, serta peningkatan kapabilitas wartawan. Terkait dengan  pendidikan, saat ini sebanyak 1.900 wartawan dari total 22 ribu wartawan, yang telah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di tingkat muda, madya, dan utama.

Memang kalau dipersentase dari seluruh jumlah jurnalis itu masih kecil. "Tapi kita berterima kasih karena juga ada dukungan anggaran dari pemerintah," ujarnya.

Di samping itu, Dewan Pers juga menyampaikan soal kemajuan dalam penanganan kasus-kasus insan pers. Menurut Ninik, saat ini telah ada nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dengan Polri. Perjanjian kerja sama itu menyangkut kalau ada kasus-kasus yang terkait degan pers, bisa dilaporkan ke polisi, bisa juga dilaporkan ke Dewan Pers.

"Kami sudah bersepakat kalau itu terkait dengan karya jurnalistik maka penyelesaiannya adalah dengan mediasi. Dengan Undang-Undang Pers.  Tetapi kalau kasusnya adalah pidana murni monggo ke Trunojoyo," tukasnya. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo