Khartoum Membara, Pemimpin Dunia Syok
SUDAN - Ibu Kota Sudan, Khartoum, membara. Perang saudara terjadi antara militer Sudan dengan pasukan paramiliter yang disebut Rapid Support Forces (RSF) atau Pasukan Dukungan Cepat. Para pemimpin dunia syok dengan kejadian tersebut.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken khawatir dengan dampak kekerasan yang terjadi di Sudan sejak Sabtu (15/4).
Kami meminta semua pihak segera menghentikan kekerasan dan menghindari eskalasi dan melanjutkan dialog untuk menyelesaikan masalah,” cuit Blinken melalui media sosial Twitter, kemarin.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat, Ketua Liga Arab Ahmed Aboul Gheit dan semua pemimpin negara sahabat di Afrika, menyerukan gencatan senjata dan negosiasi untuk menyelesaikan perselisihan.
Mesir, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab meminta mereka yang bertempur di Sudan menahan diri dan berdialog untuk mencari solusi politik di wilayah tersebut.
Mantan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok, yang digulingkan dalam kudeta 2021, memperingatkan kemungkinan konflik regional jika pertempuran tidak berhenti.
Diberitakan BBC, kemarin, Utusan Khusus PBB untuk Sudan Volker Perthes dan Duta Besar Saudi untuk Sudan Ali Bin Hassan Jafar, menghubungi Kepala RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo dan komandan militer Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan untuk mencoba mengakhiri kekerasan.
Bentrokan berpusat di Khartoum, tetapi juga terjadi di daerah lain di seluruh negeri termasuk provinsi utara, wilayah Darfur yang dilanda konflik, dan kota pantai strategis Port Sudan di Laut Merah.
Analis di Center for Strategic and International Studies di Washington DC Cameron Hudson mengatakan kepada Aljazeera, reformasi sektor keamanan telah menjadi bagian penting dari transisi demokrasi di Sudan.
Ada proses yang lebih intensif selama satu atau dua bulan terakhir untuk mencoba menengahi RSF dan militer Sudan,” ujarnya.
Perang sengit di antara dua institusi militer di negara timur laut Afrika ini, terjadi sejak Sabtu (15/4), untuk memperebutkan kekuasaan. Bahkan keduanya saling mengklaim telah menguasai tempat-tempat strategis, yakni Istana Kepresidenan dan Bandara Internasional. Setidaknya 57 orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam insiden tersebut, kemarin.
Juru Bicara Militer Sudan Brigjen Nabil Abdallah mengatakan, bentrokan dengan RSF sedang berlangsung dan tentara menjalankan tugasnya untuk melindungi negara. Angkatan Udara Sudan menyerang sejumlah markas dan gudang senjata RSF usai pendudukan Istana. RSF adalah kelompok paramiliter berpengaruh di Sudan yang dibentuk sejak Perang Darfur 2013.
Dilansir Associated Press, ketegangan antara tentara Sudan dan RSF dipicu tidak adanya kesepakatan tentang bagaimana RSF diintegrasikan ke dalam militer. Termasuk otoritas apa yang dapat mengawasi proses tersebut. Merger kedua pasukan Sudan itu disebut sebagai syarat utama dari perjanjian transisi Sudan.
Beruntung, konflik bersenjata ini tidak melukai satupun Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di sana. Kedutaan Besar Indonesia Republik Indonesia (KBRI) Khartoum menginfokan tidak ada WNI yang terlibat dan menjadi korban.
KBRI Khartoum mengimbau seluruh WNI yang berada di Sudan tetap tenang, waspada, menghindari titik rawan dan tidak keluar tempat tinggal serta menjauhi jendela. Saat ini, ada sekitar 1.209 WNI yang menetap di Sudan. WNI di Sudan bisa menghubungi kontak KBRI Khartoum +249 90 797 8701 dan +249 90 007 9060 untuk kondisi darurat. rm.id
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 23 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu