Muhammadiyah Tetapkan Jumat
Lebaran Boleh Beda, Persaudaraan Tetap Dijaga
JAKARTA - Keputusan Muhammadiyah merayakan Hari Raya Idul Fitri pada Jumat, 21 April 2023 perlu disikapi secara bijak. Kalau sampai nanti Pemerintah menetapkan Lebaran pada Sabtu, 22 April 2023, tak usah direspon aneh-aneh. Perbedaan seperti ini sudah biasa, persaudaraan juga harus tetap dijaga.
Sebelumnya, Muhammadiyah menyoroti tidak mendapatkan izin dari Pemkot Pekalongan dan Sukabumi untuk menggunakan lapangan sebagai tempat pelaksanaan Salat Ied. Alasannya sama. Lapangan akan digunakan untuk Salat Ied di hari Sabtu.
Polemik ini pun ramai di media sosial. Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti pun mengkritik kebijakan dua Pemkot tersebut. “Awal Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha itu ibadah mahdlah. Pemerintah tidak memiliki kewenangan mengatur wilayah ibadah mahdlah, sebagaimana sistem negara Pancasila,” tegas Mu’ti.
Justru sebaliknya, Pemerintah berkewajiban menjamin kemerdekaan warga negara untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Terlebih, lapangan merupakan fasilitas publik yang ada di wilayah terbuka sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan pemakaian. “Bukan karena perbedaan paham agama dengan Pemerintah,” tegasnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir ikutan bicara. Dia meminta, negara hadir secara adil dan ihsan dalam memberikan fasilitas di tengah potensi perbedaan waktu Lebaran 2023. Haedar mengatakan perbedaan merupakan hal yang lumrah.
“Lebaran Idul Fitri boleh berbeda, tetapi kita bisa bersama merayakan dan melaksanakannya. Kalau besok ada perbedaan itu adalah hal yang lumrah karena ini soal ijtihad, sampai nanti kita bersepakat ada kalender Islam global,” kata Haedar.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas buka suara. Gusmen-sapaan akrab Yaqut Cholil Qoumas-menyentil kepala daerah yang tidak mengizinkan lapangannya digunakan untuk salat Ied Muhammadiyah.
Saya mengimbau kepada seluruh pemimpin daerah agar dapat mengakomodir permohonan izin fasilitas umum di wilayah kerjanya untuk penggunaan kegiatan keagamaan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan,” pinta Yaqut dalam keterangan resminya, kemarin.
Gusmen menjelaskan, Pemerintah selalu menggelar sidang isbat terlebih dahulu sebelum menetapkan awal Ramadan dan awal Syawal tiap tahunnya. Kesepakatan hasil sidang isbat selanjutnya diumumkan secara terbuka. Apabila hasil sidang isbat menetapkan Hari Raya Idul Fitri 2023 bertepatan 21 April 2023, maka hasilnya sama dengan penetapan Muhammadiyah.
Namun, jika ternyata sidang menetapkan Idul Fitri bertepatan 22 April 2023, berarti ada perbedaan. Karenanya, Yaqut mengimbau, kepada seluruh umat Islam untuk menghormati perbedaan pendapat hukum terkait penentuan awal Syawal.
Sementara, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily menyebut, semestinya tak boleh ada penolakan itu. Perbedaan penerapan Idul Fitri tak boleh disikapi secara berlebihan. Menurut Ace, perbedaan penerapan 1 Syawal itu kerap dialami oleh masyarakat Indonesia.
Politisi partai Golkar itu meminta Pemerintah Daerah mengizinkan warga Muhammadiyah menyelenggarakan salat Ied di lapangan. Menurutnya, tak boleh ada perbedaan terkait penyelenggaraan ibadah.
“Pemda harus mengizinkan warga Muhammadiyah yang akan menyelenggarakan salat Idul Fitri di lapangan atau di masjid,” tegas dia.
Belakangan Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid dan Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi mengijinkan Muhammadiyah menggunakan lapangan untuk Salat Ied.
Kabar ini membuat Mu’ti happy. Dia mengucapkan, terima kasih kepada Pemkot Pekalongan dan Pemkot Sukabumi yang kini mengizinkan pemakaian Lapangan Mataram dan Lapangan Merdeka dijadikan tempat Salat Ied. (RM.id)
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 4 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 14 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu