Kerugian Tembus Rp 5 Triliun
Masyarakat Kita Gampang Tergoda Investasi Bodong
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu menggenjot literasi keuangan kepada masyarakat. Cara tersebut dinilai efektif mengurangi korban kejahatan investasi bodong.
OJK menyebut, kerugian masyarakat akibat investasi ilegal atau investasi bodong mencapai Rp 5 triliun, dalam 7-8 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan investasi bodong masih marak meskipun OJK melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) sudah menutup lebih dari 5.500 penawaran investasi bodong.
Menyoal ini, Pengamat Keuangan dan Perbankan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Paul Sutaryono menilai, masih maraknya kasus investasi bodong disebabkan oleh rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat.
Tak hanya itu, sambung Paul, faktor yang menyebabkan masih banyaknya korban investasi bodong karena rendahnya kebiasaan membaca masyarakat terkait penawaran layanan keuangan.
Karena itu, Paul mendorong, agar OJK dan bank, serta lembaga keuangan nonbank agar terus melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai produk dan jasa perbankan, investasi dan keuangan.
“Langkah ini dapat mengerek tingkat literasi keuangan konsumen. Dengan demikian, kasus-kasus investasi bodong dapat ditekan sedemikian rendah,” kata Paul kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Grup), kemarin.
Paul mengatakan, penawaran investasi bodong kerap diwarnai dengan iming-iming keuntungan tinggi dalam waktu singkat dan menjanjikan investasi tanpa risiko. Dan, tak jarang, para korban tergoda iming-iming tersebut.
“Masyarakat harus memastikan lembaga keuangan yang terdaftar dan/atau memiliki izin dari OJK, sebelum investasi. Penyedia investasi ilegal biasanya tidak memberikan informasi yang jelas atau menghindari pertanyaan-pertanyaan kritis dari konsumen,” saran Paul.
Terpisah, peneliti senior dari lembaga think-tank Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Etikah Karyani Suwondo mengatakan, agar terhindar dari target investasi bodong, masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan terhadap tawaran bunga tinggi dan harus mengetahui profil risiko investasi.
Para pelaku kejahatan investasi bodong ini juga biasanya merasa mampu mengelola risiko,” ujar Etikah di Jakarta, Kamis (22/6).
Etikah menambahkan, tingkat pendidikan yang tinggi bukan jaminan bagi seseorang untuk terhindar dari jerat investasi bodong. Terlebih lagi jika belum memiliki tingkat literasi keuangan secara baik.
Maraknya tawaran investasi di tengah rendahnya tingkat literasi, telah menjadi pintu masuk bagi para penipu yang mengatasnamakan investasi.
“Secara umum bisa dibilang, justru korban investasi bodong dialami oleh individu yang memiliki tabiat serakah dan tidak memiliki kemampuan menahan diri atau godaan untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat,” ungkapnya
Untuk itu Etikah menyarankan, agar masyarakat bisa menekan sifat greedy, jika menerima tawaran imbal hasil menggiurkan yang tidak masuk akal.
Menurut Etikah, masih maraknya korban investasi bodong menandakan, akses masyarakat ke lembaga jasa keuangan yang cukup tinggi tidak barengi dengan tingkat literasi keuangan secara memadai.
“Korban investasi bodong tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini banyak terjadi pada lembaga keuangan, seperti bank digital yang memberikan return tinggi di atas tingkat bunga penjaminan LPS,” tuturnya.
Etikah meningatkan masyarakat agar jeli dalam memilih investasi. Hal itu bisa dimulai dengan memperhatikan logo dari regulator jasa keuangan, seperti LPS maupun OJK.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyebut, kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp 5 triliun per tahun dalam 7-8 tahun terakhir.
Dalam konteks itu, sejak periode 2017 sampai bulan lalu, SWI yang berada di bawah koordinasi OJK telah menutup lebih dari 5.500 penawaran investasi dan pinjol ilegal.
“Ke depan OJK akan terus memberdayakan SWI dengan memperkuat mandatnya berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dengan melaksanakan patroli siber dan menghentikan aktivitas keuangan ilegal,” tegas Mahendra, dalam rilisnya, Selasa (20/6).
Mahendra menegaskan, OJK turut aktif dalam tindakan anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal di sektor jasa keuangan, dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023.
Berdasarkan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), OJK juga sedang mempersiapkan penerapan perluasan mandat OJK. Nantinya, OJK juga akan mengawasi dan mengatur aktivitas terkait koperasi simpan pinjam dan transaksi aset digital, yang sebelumnya tidak diawasi oleh OJK.
“Serangan cyber di sektor jasa keuangan yang terus meningkat seiring dengan perkembangan digitalisasi juga terus diantisipasi oleh OJK,” kata Mahendra.
Dari catatan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pada 2022, terdapat lebih dari 700 juta serangan cyber terjadi di seluruh sektor di Indonesia.
Dan OJK pun telah menerbitkan aturan pada akhir tahun lalu tentang penyelenggaraan teknologi dan informasi oleh bank umum, dan surat edaran terkait dengan keamanan dan ketahanan cyber bagi bank umum.
“Yang terpenting saat ini adalah bagaimana menerapkan aturan tadi secara konsisten,” tegas mantan Wakil Menteri Keuangan ini.
Olahraga | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu