Masih Dikelola Secara Manual
Penerimaan Pajak Parkir Di Ibu Kota Paling Seret
JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta gagal mencapai target penerimaan Pajak Daerah Tahun Anggaran 2022. Dari berbagai sumber pendapatan, penerimaan pajak parkir paling seret.
Dari target pendapatan pajak dipatok Pemprov DKI sebesar Rp 45,70 triliun pada 2022, hanya terealisasi Rp 40,27 triliun atau 88,13 persen.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mendesak Pemprov DKI untuk mengevaluasi menyeluruh pengelolaan perparkiran. Sebab, minimnya sumbangsih pendapatan dari pajak parkir menjadi salah satu faktor tergerusnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Desakan evaluasi itu muncul dalam penyampaian pandangan sejumlah fraksi di DPRD DKI Jakarta mengenai Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022, di Kebon Sirih, Jakarta, Senin (24/7).
Dalam pandangannya, Fraksi Demokrat menyebut, selama 5 tahun berturut-turut Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta gagal mencapai target yang ditetapkan.
“Imbas tidak tercapainya target pajak daerah mengakibatkan program pembangunan maupun belanja daerah tidak dapat diwujudkan. Hal ini tentu merugikan masyarakat,” kata Anggota Fraksi Demokrat DPRD DKI Ali Muhammad Johan.
Dibeberkan dia, ada delapan jenis Pajak Daerah yang gagal mencapai target pada tahun anggaran 2022. Yakni, pertama, Pajak Restoran hanya terealisasi sebesar 84,76 persen. Kedua, Pajak Hiburan terealisasi sebesar 53,28 persen. Ketiga, Pajak Reklame terealisasi sebesar 87,67 persen.
Keempat, Pajak Penerangan Jalan, hanya terealisasi sebesar 63,23 persen. Kelima, pajak Parkir cuma terealisasi sebesar 30,73 persen. Keenam, Pajak Air Tanah terealisasi sebesar 64,59 persen. Ketujuh, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan terealisasi sebesar 80,45 persen. Kedelapan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terealisasi sebesar 77,46 persen.
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail menilai, pengelolaan parkir di Jakarta memiliki potensi besar untuk mengerek pendapatan daerah. Karena itu, perlu ada evaluasi yang menyeluruh mengenai pengelolaan perparkiran. Pertama, pembenahan regulasi. Menurutnya, regulasi harus menutup celah bagi penyelenggara pemerintahan melakukan kongkalikong dalam melakukan pencatatan penerimaan jasa parkir.
“Kedua, pencatatan manual mesti diubah menjadi secara elektronik untuk mengurangi terjadinya potensi kebocoran pendapatan,” ujar Ismail.
Anggota Komisi B DPRD DKI lainnya, Hasan Basri Umar mengungkapkan, banyak lokasi parkir di Jakarta yang belum dikelola secara modern. Retribusi perparkiran masih dipungut secara manual. Misalnya di Jalan Juanda, Jalan Gajah Mada, dan Jalan Hayam Wuruk. Begitu juga di Jalan Boulevard, Kelapa Gading.
“Ketika kita mampir ke rumah makan, di situ terkesan nggak ada yang mengelola parkir. Sementara area parkirnya luas,” katanya.
Sementara anggota Komisi B lainnya, Gilbert Simanjuntak mempertanyakan kinerja pengelolaan perparkiran di DKI Jakarta. Dia mengatakan, Jakarta pernah menerapkan pungutan parkir secara elektronik. Hal ini berjalan dengan baik karena adanya kesungguhan Pemprov DKI untuk menjalankannya.
“Saya kira perlu dikajian kenapa (mesin elektronik) itu tidak diberdayakan. Kalau hanya menjadi monumen, bongkar aja,” tegasnya.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Syaripudin menjelaskan, parkir di DKI Jakarta dikelola dengan dua model. Pertama, dikelola secara mandiri oleh Pemprov DKI Jakarta. Dan kedua, dikelola oleh pihak swasta yang bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dengan skema bagi hasil.
Dulu, sejumlah ruas jalan di Jakarta dipasangi mesin parkir elektronik. Misalnya di Jalan Boulevard Raya dan di Jalan Sabang. Sayangnya, pungutan parkir di Jalan Boulevard kembali ke sistem manual menggunakan karcis.
Di Jalan Sabang dan tempat lain yang memang secara otomatis me-record parkirnya berapa lama, mereka bayar dengan cashless. Nah kami akui memang ada yang rusak dan perlu kami perbaiki,” jelasnya.
Untuk memperbaiki pengelolaan parkir di Jakarta, Syaripudin mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan strategi-strategi baru yang diyakini bisa meningkatnya pendapatan sektor perparkiran.
Ke depan, kata dia, pihaknya akan membuat aplikasi Jakparkir yang terkoneksi dengan Park and Ride.
“Kami juga akan menerapkan disinsentif parkir. Ketika kendaraan itu tidak lulus uji emisi atau belum uji emisi, nanti akan dikenakan disinsentif parkir dengan pengenaan tarif tertinggi,” tandasnya.
Lifestyle | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu