PPDB Dan MPLS Menelan Korban
Mana Nih, Terobosan Nadiem
JAKARTA - Dunia pendidikan masih dipenuhi banyak masalah. Setelah kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), ada lagi masalah di kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Senayan mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memperbaiki masalah ini.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, perbaikan sistem PPDB mesti cepat dilakukan. Sebab, kasus-kasus penerimaan siswa baru terus muncul dan selalu berulang setiap tahun.
“Mas Menteri baiknya tak mengeluh, tapi ambil langkah konkret meningkatkan kualitas PPDB, baik pada proses seleksi, penerimaan, hingga adaptasi siswa baru dengan lingkungan sekolah,” kata Huda, kemarin.
Huda menuturkan, cukup banyak kasus proses seleksi siswa baru yang terulang. Antara lain, manipulasi Kartu Keluarga (KK) agar siswa baru bisa diterima di sekolah tertentu, praktik jual beli kursi di sekolah negeri, dan munculnya siswa titipan dari pihak tertentu.
“Selain itu, ada sekolah kelebihan siswa yang biasa terjadi di kawasan perkotaan. Sebaliknya, di kawasan rural, banyak sekolah negeri yang kekurangan siswa,” ungkapnya.
Tak hanya dalam proses seleksi, lanjutnya, beragam masalah juga terjadi saat siswa baru diterima di sekolah masing-masing. Mulai dari munculnya berbagai modus pungutan liar, kewajiban membeli seragam sekolah, alat tulis, hingga buku-buku pelajaran tertentu.
Kasus yang lebih menyedihkan, sebut Huda, tewasnya siswa baru saat mengikuti MPLS seperti yang terjadi di SMP Negeri 1 Ciambar, Sukabumi.
Selain itu, viral foto santriwati Pondok Pesantren Mambaul Quran Magetan yang membawa senapan soft gun saat MPLS.
Dia menilai, munculnya beragam kasus seputar penerimaan siswa baru ini terjadi karena lemahnya pengawasan dari Pemerintah.
Pemerintah perlu membentuk lembaga khusus lintas instansi untuk mengawasi proses penerimaan siswa baru. Satuan Tugas (Satgas) PPDB yang saat ini masih bersifat imbauan, tergantung kepala daerahnya mau membentuk satgas maupun tidak.
Ke depan, Pemerintah harus mewajibkan setiap kepala daerah membentuk Satgas ini dengan kejelasan tugas maupun personelnya,” tegas anggota Fraksi PKB ini.
Huda meyakini, keberadaan Satgas PPDB ini mampu mengawasi langsung proses seleksi, penerimaan, hingga adaptasi dari siswa baru. Nantinya, anggota Tim Satgas ini bisa dari Dinas Pendidikan, Dinas Kependudukan, Inspektorat daerah hingga Ombudsman.
“Pihak sekolah tetap bisa melakukan kekhasan mereka, hanya saja tetap dalam pengawasan dari Tim Satgas PPDB,” pungkasnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf menyatakan, pihaknya tengah mempertimbangkan pembentukan Panitia Kerja (Panja) PPDB.
Panja ini merespons temuan Ombudsman soal adanya pelanggaran administratif oleh guru dan pejabat-pejabat dalam sistem PPDB.
“Sekarang kan Pemerintah merespons temuan Ombudsman tersebut. Ini kita pantau, kalau perlu sehabis reses bikin Panja (PPDB),” ungkap Dede.
Dede berharap, permasalahan PPDB segera diselesaikan sehingga negara dapat memenuhi kewajibannya sesuai amanat konstitusi UUD 1945. Tentunya, penyelesaian kisruh PPDB ini dibarengi dengan upaya Pemerintah melakukan pemerataan fasilitas pendidikan dan meningkatkan jumlah sekolah serta kualitas gurunya.
“Itu kalau kita masih mempertahankan sistem PPDB zonasi,” katanya.
Anggota Fraksi Demokrat ini mendesak Kemendikbudristek mengevaluasi total sistem PPDB. Laporan dari evaluasi ini harus diserahkan kepada Komisi X DPR pada akhir bulan Oktober 2023.
Mengingat persoalan mengenai PPDB zonasi selalu muncul di setiap tahun ajaran baru sejak sistem tersebut diberlakukan.
“Kami beri waktu sampai Oktober. Jika masih belum ketemu solusi, maka ubah sistemnya,” tegas Dede.
Dede menuturkan, persoalan sistem zonasi pada PPDB ini lantaran pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia ini belum terjadi. Ini pula yang menyebabkan sistem zonasi bermasalah, karena tidak dibarengi dengan pembangunan sekolah-sekolah negeri sesuai kebutuhan dan lokasi. Sementara banyak orang tua/wali siswa menghendaki anaknya masuk ke sekolah favorit. Alhasil, sekolah lain jadi sepi peminat.
“Seharusnya ini dipetakan. Termasuk juga kebutuhan guru, yang kalau kita tarik ke belakang lagi masih menjadi PR besar dunia pendidikan kita,” ungkapnya.
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 5 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 8 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu