Lukas Enembe Sering Ngompol Dan Meludah Sembarangan, Tahanan Kirim Surat Ke KPK
JAKARTA - Para penghuni Rumah Tahanan (Rutan) Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluhkan kebiasaan jorok Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.
Terdakwa kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu disebut kerap buang air kecil alias kencing di celana dan meludah sembarangan.
Para tahanan ini pun akhirnya mengirimkan surat protes kepada KPK.
"KPK telah menerima surat dari para penghuni Rutan di Gedung Merah Putih KPK terkait kebiasaan dari terdakwa Lukas Enembe, terutama dalam hal tidak peduli menjaga kebersihan dirinya yang berakibat mengganggu tahanan lain," ungkap Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Jumat (4/8).
Menurut juru bicara berlatar belakang jaksa itu, pihaknya akan segera mengomunikasikan persoalan itu kepada pihak Rutan.
"Kami segera komunikasikan dengan pihak Rutan KPK untuk memastikan penyelesaian kondisi tersebut," tuturnya.
Surat itu ditulis terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 John Irfan Kenway, dan ditandatangani 19 tahanan lainnya.
Para tahanan merasa kehadiran Lukas, yang dalam keadaan sakit, menimbulkan ketidaknyamanan dan sangat mungkin menimbulkan bahaya terhadap kesehatan para tahanan rutan.
Para tahanan di Rutan Gedung Merah Putih kemudian membeberkan berbagai "kejorokan" Lukas.
Menurut mereka, selama enam bulan berada di dalam rutan, Lukas selalu kencing di celana, tempat tidur, maupun di kursi di ruang bersama. Juga, meludah ke lantai.
Selain itu, politisi Partai Demokrat itu tidak pernah membersihkan diri setelah buang air besar, dan tidur di atas kasur yang sudah berbau pesing. Kasur tersebut, tidak diganti.
"Kami, para tahanan dengan kesibukan dan beban pikiran kami masing-masing, sudah tidak mungkin untuk menyelesaikan hal-hal di atas," tulis John, mewakili 19 tahanan lainnya.
Ditambahkannya, meski ada penjaga rutan, tapi mereka tidak memiliki kompetensi dan tupoksi untuk melakukan perawatan dan perhatian khusus kepada Lukas.
Yang paling mungkin kami lakukan adalah berteriak ke penjaga ketika kondisi kesehatan bapak Lukas menurun," lanjutnya.
Para tahanan juga menceritakan, pernah, ketika delegasi Komnas HAM hendak datang, para tahanan rutan mendapati Lukas dalam keadaan bugil sesudah ngompol di lorong depan kamar isolasi.
"Demi menjaga penampilan bersih rutan, kami dengan tergesa-gesa mengganti kasur dan sprei di kamar bapak Lukas, serta memakaikan celananya, dan kemudian, kami agak menyesali perbuatan baik kami ini," kisah John.
Para tahanan rutan pun takut lantaran ruangan yang dipakai bersama-sama menjadi tidak sehat.
"Air ludah berceceran di lantai. Kursi yang diduduki Lukas, yang bekas kencing ataupun kotoran yang mungkin menempel di celana secara tidak sengaja, juga akan dipakai tahanan yang lain," bebernya.
"Pemandangan yang tidak bersih ini, mengganggu para tahanan lainnya, dan menimbulkan keengganan untuk menggunakan ruang bersama," sambung John.
Apalagi, Lukas disebut menderita Hepatitis B yang merupakan penyakit menular.
Dalam ruang tertutup, kemungkinan penularan penyakit, akan lebih tinggi. Para tahanan ini pun mengusulkan agar KPK mengizinkan Lukas dirawat di rumah sakit.
"Izinkan para penjaga yang bertugas di rutan, menjaga kami yang sehat, dan bukan menjaga tahanan yang sakit, karena mereka memang tidak punya kompetensi untuk itu," pinta John.
"Dan tanpa bermaksud mencampuri proses hukum Bapak Lukas, izinkan Bapak Lukas mendapat pengobatan dan perawatan di rumah sakit, yang lengkap dengan dokter, paramedis, peralatan dll," sambung John.
Dikisahkannya, selama enam bulan di Rutan KPK, para tahanan mengaku telah menolong Lukas untuk mandi, membersihkan kamar mandi yang bau pesing, mengganti sprei, dan menyajikan makanannya sehari-hari. Namun, mereka akhirnya tak tahan lagi.
Surat tertanggal 27 Juli 2023 itu ditujukan kepada Majelis Hakim Kasus Lukas, Dewas KPK, Pimpinan KPK, Pimpinan Komnas HAM, Kasatgas JPU Kasus Lukas, Kepala Rutan KPK.
Surat diberikan ke pengacara Lukas, Cyprus A Tatali di Rutan KPK pada Rabu 2 Agustus 2023.
Tak lama setelah menerima surat, Cyprus A Tatali, OC Kaligis, Petrus Bala Pattyona, Antonius Eko Nugroho dan Sapar Sujud, kemudian meneruskan surat ke Majelis Hakim, KPK dan Komnas HAM.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Lifestyle | 13 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu