TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Ijtihad Memantapkan Akal Pikiran Pada Jalan Fitrah

Oleh: HTG. Wahyu Adi Guna
Sabtu, 02 September 2023 | 07:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

MENJADI suatu kemuliaan dianugerahkan akal pikiran dan budi oleh sang Khaliq kepada kita manusia selaku hambanya untuk digunakan sesuai fitrahnya. Akal digunakan untuk menimbang, mengukur mana baik mana buruk suatu perkara yang akan diambil oleh setiap insan, kelompok, hingga pada persatuan dan perkumpulan yang lebih besar, terstruktur dan terorganisir dalam menjalankan dinamika hidup yang terus berlanjut.

Memfungsikan akal sebagaimana mestinya (baca: fitrahnya) adalah keharusan yang senantiasa dirawat dan dijaga. Begitulah cara kita manusia mensyukuri nikmat akal itu sendiri yang telah disuguhkan oleh-Nya. Dengan akal, manusia menjadi Khalifah dan wakil Tuhan dimuka bumi. Dengan akal, manusia menempati posisi mulia diatas mahluk lainnya.

Sebagai Khalifah dan wakil-Nya, sudah sepatutnya untuk kita berusaha menjaga alam dan lingkungan sekitar. Menggunakannya hanya sampai batas kebutuhan kita dalam menjalani hidup. Tidak mengeksploitasi dengan rakus nan tamak yang dampaknya secara hakikat akan mengubur dan menenggelamkan eksistensi diri manusia itu sendiri. Merusak dan mengeksploitasi alam dan lingkungan dengan keji tidak lain dan tidak bukan ialah suatu dorongan yang disebabkan oleh hawa nafsu yang dituruti manusia.

Hawa nafsu menjadi sisi buruk bagi manusia dan alam sekitar ketika ia sudah tidak mampu dikendalikan oleh akal dan budi. Tidak jauh untuk mengambil contoh empiris, mari menilik beberapa contoh kerusakan serta dampak yang dihasilkan oleh ketamakan manusia baik di Indonesia maupun secara global atas sikap dan perilaku mengeksploitasi alam secara berlebihan.

Mengutip dari website Indonesia for Global Justice (IGJ), perluasan lahan kelapa sawit yang terus menerus telah mengakibatkan kerusakan hutan hujan tropis dan degradasi lingkungan. Berdasarkan pada data BNPB (2017) terdapat 2.175 kejadian bencana di Indonesia dan 99,08 % diantaranya merupakan bencana ekologis yang berdampak pada 3,5 juta jiwa.

Mengambil kasus yang lebih global, bahwa menurut NASA suhu rata-rata permukaan bumi pada tahun 2022 adalah 0,89°C (1,6°F) lebih tinggi dari rata-rata suhu permukaan bumi pada periode 1951-1980. Dalam laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2022, para ilmuwan menyatakan bahwa pemanasan global tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh aktivitas manusia sebagai faktor utamanya. Aktivitas tersebut antara lain: penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan, industri yang tidak care terhadap keberlanjutan lingkungan hingga deforestasi yang semakin massif dilakukan.

Akibatnya, saat ini semua negara mulai khawatir akan bahaya yang semakin mengancam dunia tersebut. Untuk mencoba mereduksi penyebab-penyebabnya, berbagai program dan gerakan peduli alam mulai dijalankan. Paris Agreement, FOLU Net Sink, Net Zero Emission dan program sejenis lainnya semarak digencarkan. Tapi apakah akan mampu merestorasi dan me-recovery kembali alam dan lingkungan yang semakin sekarat (baca: terdegradasi).

Sebenarnya, persoalan yang semakin mengancam eksistensi manusia ini merupakan buah dari akumulasi dampak buruk yang diakibatkan oleh kesewenangan manusia dalam mengeksploitasi alam. Tanpa menggunakan pikiran, budi dan kebijaksanaan, semuannya terjadi demikian. Lantas dimanakah akar persoalannya yang paling hulu untuk memulai perbaikan alam dan hidup kedepan.

Jika jawabannya ialah sebatas ilmu pengetahuan, maka sudah tak terhitung jumlahnya orang-orang cerdas di muka bumi ini. Namun persoalan hingga kini belum juga dapat terselesaikan. Jika solusinya ialah pada kekuasaan, maka tidak sedikit kerusakan tersebut disebabkan oleh kekuasaan itu sendiri yang digunakan secara menyimpang. Agaknya ada hal fundamental lain yang acapkali terlupakan. Sesuatu yang melekat dalam diri setiap insan anak Adam.

Yakni sebagaimana pengantar diatas, bahwa pelibatan akan penimbangan akal yang fitri untuk menjalankan kehidupan adalah solusi pangkal yang mutlak dibutuhkan. Orang-orang pandai dan pintar harus mentautkan akal pikirannya pada nilai-nilai ilahi ini. Sebagaimana Nurcholish Madjid lewat bukunya “Peranan kaum Inteligensia Dalam Kehidupan Keagamaan” telah memberi pesan kepada kita bahwa seorang cendekiawan diharapkan menunaikan amanat ilmu pengetahuannya dengan mengamalkannya secara konsisten dan konsekuen (istiqamah) dengan berpedoman pada nilai-nilai yang fitri tersebut.

Tidak sedikit terjadi, akal yang cerdas justru yang membawa kerusakan akibat dikendalikan oleh nafsu belaka. Oleh karena itu, Buya Hamka juga turut mengingatkan. Dalam bukunya yang berjudul “Falsalah Hidup”, Ia mengibaratkan akal seumpama tali yang mengikat hewan liar. Akal pun layaknya demikian, akal mengikat hawa nafsu dan mengendalikannya. Tentu jika akal tersebut telah dipijakkan pada jalan yang fitrah, yakni jalan yang mengarah pada kebaikan, kebenaran dan keindahan.

Selain itu, akal pikiran yang masih terjaga dalam jalur fitrahnya akan senantiasa mendorong individu kepada kebajikan dan kebijaksanaan. Manusia akan terdorong untuk mencapai kenikmatan yang panjang dan hakiki. Berbuat baik kepada sesama mahluk, merawat alam dan men-tadabburi-nya untuk mengungkap misteri dari ayat-ayat tuhan yang kauniyah. Sehingga dapat mensyukuri segala nikmat-Nya dengan me-muara-kannya kepada beribadah kepada-Nya.

“Manusia ialah khalifatullah, mandataris Tuhan untuk melaksanakan ajaran-Nya di alam ini, yaitu untuk mewujudkan kemakmuran, keadilan, hasanah dan rahmah (rahmat bagi semesta alam) dalam kehidupan”, terang Bustanuddin Agus dalam bukunya “Integrasi Sains dan Agama, Tinjauan Filsafat Ilmu Kontemporer”. Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu tidak akan mungkin jikalau manusia tidak melakukan pengembangan ipteks: ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berbagai cabang dan spesialisasi nya. Dan pengembangan ipteks yang benar ini pun akan mustahil dilakukan tanpa memfungsikan akal pikiran sedapat-dapatnya dengan tetap memantapkannya pada jalan yang sesuai dengan fitrahnya.

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Arus Kuat
Jumat, 20 September 2024
Foto : Ist
Jangan Potong Anggaran Bansos
Sabtu, 14 September 2024
Prof. Dr. Muhadam Labolo
Arah Pembangunan Pemerintahan
Jumat, 13 September 2024
Dahlan Iskan
Machmud Algae
Kamis, 12 September 2024
Dahlan Iskan
Suami Batak
Rabu, 11 September 2024
Dahlan Iskan
Disway Malang
Selasa, 10 September 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo