TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Suara Netizen Suara Tuhan?

Oleh: Syafbrani ZA
Kamis, 28 September 2023 | 07:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

BEBERAPA  tahun lalu, tepatnya saat memasuki masa kampanye calon kepala daerah, saya dihubungi oleh tim sukses salah satu calon. Singkat cerita, mereka ingin kerjasama untuk meningkatkan daya kenal calonnya melalui sosial media. Tujuannya tidak lain agar calonnya viral dan berimplikasi dengan perolehan suara di hari pencoblosan. Apakah saya langsung tertarik? Tentu tidak. Saat itu, menurut saya viral belum tentu baik dan benar. Apalagi harus dipilih dan dimenangkan.

Tim sukses itu tidak salah. Mereka juga tidak sendiri. Tim sukses calon-calon lainnya juga begitu. Tidak hanya tim sukses pada kontestasi politik. Semua lini kehidupan sudah bergerak untuk meraih daya kenal melalui dunia digital. Mulai dari yang jual karya, jual hasil bumi, sampai menjual yang notabene dilarang oleh agama dan negara yakni jual diri. Alurnya sederhana: viral - terkenal -menang dan/atau cuan.

Tidak heran akhirnya perspektif daya kenal kita saat ini telah berubah. Mengarah pada unsur baru seperti jumlah like, love, share, follower atau subscriber.  Tidak terlalu penting apakah awalnya kita mengenal atau tidak, tetapi berkat dorongan unsur-unsur tadi kita akhirnya memaksakan diri untuk mengenalnya. Bahkan tiba-tiba ikut membabi buta membelanya.

Inilah salah satu berkah perkembangan digitalisasi. Semua orang berkesempatan terkenal tanpa banyak syarat. Semua orang mempunyai kesempatan untuk bersuara tanpa pandang status sosial. Semua orang berkesempatan untuk menolong saudaranya tanpa sekat wilayah geografis. Termasuk gema suara rakyat yang biasa hadir di warung kopi, obrolan pagi bersama mamang sayur, sampai demonstrasi jalanan telah bertransformasi di ruang digital.

Jika dulunya suara rakyat harus terseret berhari-hari, mungkin berbulan-bulan, atau bisa jadi bertahun-tahun untuk sampai di telinga kekuasaan. Itu baru proses penyampaian pesannya saja. Bagaimana eksekusinya? Bisa jadi berhari-hari, mungkin berbulan-bulan, atau bertahun-tahun lagi.

Namun saat ini cukup hitungan detik, pesan itu bisa tersampaikan langsung ke tujuan. Cukup mention atau DM ke akun penguasanya. Klik. Sampai. Apalagi saat geliat netizen yang bersuara semakin menggema dengan jutaan share atau jutaan komentar. Cukup hitungan menit pesan itu mulai diproses. Dalam hitungan hari sudah ada keputusan. Tidak perlu berbulan-bulan. Karena jika berbulan-bulan, tentu akan di mention lagi, di-DM lagi dan digemakan dengan jutaan share atau jutaan komentar lagi. Mau?

Bahkan hebatnya lagi netizen tidak hanya hadir dalam memberikan suaranya. Tapi juga piawai memainkan perannya dalam melakukan proses seperti penyelidikan, penyidikan, sampai pada opsi-opsi vonis yang harus diberikan. Tidak sedikit kasus-kasus hukum yang muncul bermula dari suara netizen ini. Berakhirnya juga ‘seakan-akan’ mengikuti suara netizen.

Selain itu, jika dulu ingin menggalang donasi harus keliling kesana kemari. Hasilnya juga belum tentu maksimal. Namun saat ini cukup posting foto dan fakta kejadiannya serta tuliskan caption yang menggugah jiwa. Orang-orang baik pun mudah dijangkau meski tidak saling kenal. Donasi mudah terkumpul dan bahkan tidak sedikit yang melebihi target.

Dengung suara netizen — yang sebagian orang dibilang berisik seharusnya dijadikan modal bagi pembangunan bangsa. Menurut data terbaru yang disajikan Hootsuite (We are Social) ditemukan beberapa poin yang perlu kita garis bawahi terkait dengan kebiasaan digital masyarakat Indonesia

Pertama, jumlah pengguna internet di Indonesia sudah tembus ke angka 204,7 juta dengan pengguna sosial media aktif sebanyak 191,4 juta. Kedua, sepertiga harinya dihabiskan di jagat maya, tepatnya selama 8 jam 36 menit. Ketiga, menemukan informasi adalah alasan utamanya menggunakan internet. Hal ini terkonfirmasi juga dengan nangkringnya goole.com di urutan pertama sebagai situs yang paling banyak dikunjungi masyarakat kita.

Tiga poin ini juga yang menjadi alasan sekaligus landasan utama begitu pentingnya suara netizen. Andai suaranya positif: membuka tabir gelap; menggerakkan empati; atau mempublikasikan prestasi yang selama ini tertutupi. Tentunya akan menjadi keuntungan bagi kehidupan sosial kita. Juga kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebaliknya, andai suaranya negatif: pencemaran nama baik; penyebaran hoaks; provokasi untuk menyebar kebencian, intoleransi, dan radikalisme. Pasti akan menimbulkan gejolak sosial yang selanjutnya menjadi PR-PR baru bagi kita bersama.

Saat ini pintu ruang digital itu sudah terbuka lebar. Semua bebas masuk kesana. Semua bebas mengumbar postingan. Semua bebas berkomentar. Pembatasan terhadap aksesnya atau melahirkan jerat hukum melalui undang-undang tidak akan bisa membungkam suara-suara netizen itu. Kalaupun iya, sifatnya hanya temporer saja.

Oleh karena itu, ada dua hal penting yang harus dilakukan agar bisa melahirkan netizen yang cerdas dan bermartabat. Pertama, menguatkan literasi digital sejak dini. Apalagi menurut Kominfo  Indeks Literasi Digital Indonesia tahun 2022 ini hanya mencapai 3,49. Penguatan literasi digital tidak hanya difokuskan pada kemampuan menggunakan teknologi digital semata, tetapi harus disejalankan dengan kemampuan dalam mengevaluasi informasi-informasi yang ada di dunia digital. Kedua, menguatkan posisi hukum sebagai panglima. Indikatornya adalah ketika konteks keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu benar-benar dirasakan.

Dua hal penting tersebut tidak bisa dipisahkan. Sepakat atau tidak, vox netizen vox dei atau suara netizen adalah suara tuhan itu tidak bisa dihindari. Namun dengan tingkat melek literasi digital yang tinggi dan ditopang dengan konsensus bahwa hukum tidak boleh bermain mata. Dapat dipastikan mereka yang selama ini menjadi ‘buzzer’ atau peternak akun bot/spam akan dengan sendirinya menghilang. Kembali ke jalan yang benar.

Dan terpenting, kelak juga tidak akan ada lagi kesan bahwa untuk menyelesaikan masalah yang terjadi atau supaya aspirasi didengar harus melalui jalan yang bernama viral. Baru kemudian aspirasi didengar, kebijakan ditinjau ulang, atau bahkan vonis hukuman diputuskan.

Suara netizen telah menjadi suara kebenaran. Pada titik ini, secara aklamasi kita akan bersepakat dengan kredo vox netizen vox dei itu.

Kita netizen, kita bisa untuk selalu menyuarakan kebenaran dan menegakkan keadilan!(*)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo