Ketua KPK Bantah Lakukan Pemerasan Dalam Pengusutan Kasus Korupsi Kementan
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membantah melakukan pemerasan dalam penanganan perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang disebut menjerat Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka.
Kasus dugaan pemerasan tersebut, tengah dalam proses penyelidikan di Polda Metro Jaya. Hari ini, Syahrul sudah dimintai keterangan selama tiga jam.
"Hal tersebut tidak benar dan tidak pernah dilakukan oleh pimpinan KPK," tegas Firli dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2023).
Firli mengingatkan, saat ini banyak pihak yang menyalahgunakan foto yang mengatasnamakan pimpinan, menghubungi beberapa kepala daerah, menteri, anggota DPR RI dan meminta sesuatu.
"Saya nggak tahu siapa yang melakukan itu dengan meminta segala sesuatu," tuturnya.
Dalam dokumen kronologi yang beredar di media sosial, Firli disebut menerima uang Rp 1 miliar dalam pecahan dolar Singapura di lapangan bulu tangkis, di daerah Mangga Besar, Jakarta Pusat.
Firli mengakui, dirinya memang rutin bermain bulu tangkis, sedikitnya dua kali seminggu. Tapi dia memastikan, tidak pernah ada pemberian uang di lapangan tersebut.
"Tempat itu tempat terbuka, jadi saya kira tidak akan pernah ada hal-hal orang bertemu dengan saya atau ada isu bahwa menerima sesuatu sejumlah 1 miliar dolar. Saya pastikan itu tidak ada," tegas eks Kabaharkam Polri ini.
"Bawanya satu miliar dolar itu banyak loh. Siapa yang mau ngasih uang 1 miliar dolar itu?" imbuh Firli.
Dia juga mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan para pihak yang berpekara. Apalagi yang tidak dikenal
"Saya di kementerian pertanian itu kenalnya hanya menteri, di saat rapat terbatas maupun sidang kabinet paripurna. Jadi saya kita pejabat di bawah menteri saya tidak ada yang kenal," terang Firli.
"Jadi saya pastikan bahwa kami tidak pernah melakukan hubungan dengan para pihak, apalagi meminta sesuatu atau disebut dengan pemerasan. Saya yakinkan ity tidak pernah dilakukan sesuai dengan yang dituduhkan," sambungnya.
Dia juga menyatakan, tidak ada yang memaksakan kehendak atau intervensi dalam gelar perkara atau ekspose.
Dipastikan Firli, semua orang yang hadir di dalam ekspose, baik penyelidik, penyidik, penuntut umum, pejabat deputi penindakan, penuntut umum, dirtut, dirdik, dirlidik, semuanya memiliki hak yang sama.
"Tidak ada intervensi memaksakan kehendak supaya orang menjadi tersangka, tidak ada. Karena KPK bekerja berdasarkan ketentuan hukum perundang-undangan dan juga dia tunduk pada asas-asas pelaksanaan tugas pokok KPK," tandas Firli.
Sebelumnya, ramai beredar surat panggilan dari penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terhadap Heri yang merupakan sopir Syahrul.
Surat bernomor B/10339/VIII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus itu menyebut adanya penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK.
Pemerasan, disebut terkait penanganan perkara dugaan korupsi di Kementan yang dilakukan komisi antirasuah.
Syahrul sendiri dikabarkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi di Kementan yang tengah disidik KPK.
Tim penyidik komisi antirasuah, telah menggeledah rumah dinas dan rumah pribadi Syahrul.
Penyidik mengamankan uang Rp 30 miliar, 12 pucuk senjata api, catatan keuangan, serta mobil Audi A6 dalam serangkaian penggeledahan tersebut.
Tim penyidik komisi antirasuah juga sudah menggeledah rumah Sekjen Kementan Kasdi Subagyono.
Kemudian, penggeledahan dilakukan di kantor Kementan, yang menyasar ruang menteri dan sekjen.
Berikutnya, tim KPK menggeledah rumah Direktur Alsintan Muhammad Hatta, di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu (1/10/2023).
Dari sana ditemukan uang tunai senilai Rp 400 juta dalam bentuk mata uang rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura.
Kemudian pada Selasa (3/10/2023), tim KPK menggeledah rumah staf Mentan Syahrul di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Ditemukan dokumen yang berisi catatan penting terkait dugaan korupsi di Kementan.
KPK menyebut, ada tiga klaster dugaan korupsi di Kementan. Ketiganya yakni, pemerasan dengan jabatan, penerimaan gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 23 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu