PPATK Sebut Cek Rp 2 Triliun Di Rumah Dinas SYL Palsu
JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyatakan, cek sebesar Rp 2 triliun yang ditemukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah dinas eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), bodong alias palsu.
"Dokumen (cek) yang ada, terindikasi palsu," ujar Ivan kepada wartawan, Selasa (17/10/2023).
Menurutnya, pemilik rekening yang namanya tertulis di cek tersebut, yakni Abdul Karim Daeng Tompo, tidak memiliki nominal tersebut di dalam rekeningnya.
"Ya, kami sudah cek. Nama tersebut terindikasi sering melakukan penipuan," ungkapnya.
Menurut Ivan, PPATK sudah sering menemukan kasus dengan cek bodong alias palsu bernilai fantastis seperti itu.
"Banyak kasus serupa dengan dokumen serupa yang kami temukan," beber Ivan, seraya menyertakan dua foto yang disebutnya sebagai contoh cek palsu.
Modus penipuannya, kata Ivan, adalah meminta bantuan uang administrasi untuk bank, menyuap petugas, dan bahkan menyuap orang PPATK agar bisa cair.
"Dengan janji akan diberikan komisi beberapa persen dari nilai uang-sangat besar janjinya untuk memancing minat. Begitu seseorang tertipu, bersedia memberikan bantuan, mereka kabur. Zonk," ungkap Ivan.
Sebelumnya, Pengamat ekonomi INDEF, Nailul Huda meragukan temuan cek Rp 2 triliun tersebut.
Dia berpendapat, tidak mungkin ada cek dengan nominal sebesar itu. Validitas dari cek itu harus dibuktikan.
Nailul menjelaskan, batas pengeluaran cek oleh bank adalah Rp 500 juta. Pencairannya hanya bisa dilakukan maksimal 70 hari sejak penerbitan.
Jika cek yang ditemukan KPK tertanggal 28 Agustus 2018, maka dirinya memastikan sudah kedaluarsa.
“Saya tidak mengerti terkait kasusnya, tapi memang tidak wajar ada cek senilai Rp 2 triliun. Satu penarikan dengan nominal fantastis, apalagi perorangan. Tidak masuk akal kalau menurut saya,” ulasnya, kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) Minggu (15/10/2023).
Temuan ini baru ramai setelah ditulis sebuah media. Sementara pada hasil pemeriksaan yang disebar beberapa waktu lalu hanya disebutkan adanya temuan duit Rp 30 miliar dan dokumen.
KPK menetapkan Syahrul bersama dua pejabat Kementan, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementan Muhammad Hatta, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Kementan.
KPK menyebut, Syahrul memerintahkan Kasdi dan Hatta mengumpulkan setoran dari para eselon I dan II Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pertanian (Kementan), per bulan.
Dia mematok tarif dengan kisaran 4.000 dolar AS (setara Rp 62,8 juta) hingga 10.000 dolar AS (setara Rp 157 juta).
Uang dikumpulkan Kasdi dan Hatta, baik dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementan yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di kementerian tersebut.
Penerimaan uang itu dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
Sejauh ini KPK menyebut, Syahrul telah mengumpulkan setoran sebesar Rp 13,9 miliar.
Jumlah itu di luar temuan KPK senilai Rp 30 miliar dan Rp 400 juta yang ditemukan saat penggeledahan.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Khusus Syahrul, KPK juga menyangkakan melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu