TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Waspadai Pergerakan Dolar AS

Perbankan Masih Kokoh Hadapi Rontoknya Rupiah

Oleh: Farhan
Jumat, 03 November 2023 | 10:35 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berdampak terhadap kinerja industri perbankan. Meski begitu, imbasnya dipastikan tidak signifikan. Apalagi, perbankan di Tanah Air sudah siap hadapi pergolakan tersebut.

Mengacu pada data Bloomberg, Rabu, 1 November 2023, rupiah melemah 51 poin atau 0,32 persen menjadi Rp 15.935 per dolar AS. Sedangkan Kamis (2/11), kurs rupiah Jisdor menguat menjadi Rp 15.861 per dolar AS. Rupiah tengah mengalami tren pelemahan, bahkan nyaris mencapai level Rp 16.000 per dolar AS.

Menyoal ini, Direktur Whole­sale & International Banking PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI Silvano Rumantir mengaku, pihaknya terus memonitor berbagai ke­mungkinan dampak bagi bisnis bank, seiring melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Tren pelemahan rupiah ter­jadi di tengah kondisi tingkat suku bunga di AS yang tinggi. Kemudian, terjadi pula rebalancing portofolio dolar AS di pasar.

“Dampak nilai tukar rupiah terhadap dolar masih kami monitor. Tapi secara fundamental ekonomi kita solid. Likuiditas di perbankan juga terjaga dengan baik,” ujar Silvano kepa­da Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin.

Silvano menambahkan, tren pelemahan rupiah ke depan pastinya akan tetap mempengaruhi permintaan valuta asing (valas) di perbankan. Namun diakuinya, permintaan valas itu akan ada siklusnya.

Saat ini dia melihat, likuiditas dolar AS masih tersedia, kendati lebih mahal. Dan ini bukan hal yang baru buat Indonesia, karena sebelumnya sudah pernah mengalaminya.

“Sudah sewajarnya, likuiditas dolar AS di market maupun rupiah kadang bergerak ketat, kadang longgar,” tuturnya.

Senada, Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Viviana Dyah Ayu Retno melihat, pergo­lakan rupiah juga berimbas pada saham BBRI. Dan telah terjadi penurunan harga saham di tiga bulan terakhir, yang disinyalir akibat dampak kondisi ekonomi global. Termasuk keperkasaan dolar hingga tingginya suku bunga acuan AS.

Dikatakan Viviana, kinerja harga saham BRI melemah 7,59 persen dalam rentang waktu tersebut. Market global sedang mengamati kebijakan Bank Sen­tral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed), yang dinilai masih menahan suku bunga tinggi beberapa tahun ke depan.

“Tentunya ini berimbas pada naiknya imbal hasil obligasi Pemerintah. Berakibat pada menguatnya dolar AS memicu pelemahan rupiah dan di pasar saham, termasuk di Indonesia,” ucap Viviana dalam Konferensi Pers Kinerja Kuartal III-2023, Rabu (25/10).

Viviana tetap optimistis, BRI mampu memiliki kinerja funda­mental yang kuat dan terbukti tumbuh secara berkelanjutan selama puluhan tahun.

Fundamental yang terjaga ini menumbuhkan optimisme BRI, meskipun kondisi perekono­mian yang masih berada dalam ketidakpastian.

Senada, Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Viviana Dyah Ayu Retno melihat, pergo­lakan rupiah juga berimbas pada saham BBRI. Dan telah terjadi penurunan harga saham di tiga bulan terakhir, yang disinyalir akibat dampak kondisi ekonomi global. Termasuk keperkasaan dolar hingga tingginya suku bunga acuan AS.

Dikatakan Viviana, kinerja harga saham BRI melemah 7,59 persen dalam rentang waktu tersebut. Market global sedang mengamati kebijakan Bank Sen­tral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed), yang dinilai masih menahan suku bunga tinggi beberapa tahun ke depan.

“Tentunya ini berimbas pada naiknya imbal hasil obligasi Pemerintah. Berakibat pada menguatnya dolar AS memicu pelemahan rupiah dan di pasar saham, termasuk di Indonesia,” ucap Viviana dalam Konferensi Pers Kinerja Kuartal III-2023, Rabu (25/10).

Viviana tetap optimistis, BRI mampu memiliki kinerja funda­mental yang kuat dan terbukti tumbuh secara berkelanjutan selama puluhan tahun.

Fundamental yang terjaga ini menumbuhkan optimisme BRI, meskipun kondisi perekono­mian yang masih berada dalam ketidakpastian.

“Kami berharap kondisi global lekas membaik, dan harga saham BBRI juga dapat pulih ke harganya yang wajar,” jelasnya.

Terpisah, Pengamat Perbankan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Paul Sutaryono mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah akan berdampak pada bank-bank yang memiliki portofolio jumbo bisnis luar negeri.

Khususnya bank-bank yang terkait aktivitas treasury, trade financing, aktivitas international banking, portofolionya di valuta asing besar.

Tapi bukan berarti bank-bank lain tidak terkena dampaknya. Pasti imbas rupiah melemah ter­jadi di sektor riil,” kata Paul ke­pada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin.

Menurut Paul, pelemahan rupiah masih akan terjadi hingga jelang akhir tahun. Hal ini lan­taran masih adanya ketidakpas­tian dari arah kebijakan suku bunga acuan Bank Sentral AS, The Fed.

“Diperkirakan kenaikan suku bunga acuan BI itu tidak akan mendorong kenaikan suku bunga kredit perbankan dalam waktu dekat,” ujarnya.

Likuiditas perbankan saat ini masih cukup tinggi. Hal itu tampak pada rasio alat likuid atau non-core deposit 118,50 persen, jauh di atas ambang batas 50 persen. Tak hanya itu, alat likuid atau Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat 26,49 persen, atau di atas ambang batas 10 persen.

Untuk itu, imbuh Paul, suku bunga Kredit Pemilikan Ru­mah (KPR) diharapkan tidak naik dalam waktu dekat. Salah satu alasannya, karena harga rumah bersubsidi sudah naik lebih dulu.

“Dengan demikian, masyarakat menengah ke bawah masih mampu menjangkau KPR ber­subsidi,” jelas Paul.

Di kesempatan berbeda, Kepala Eksekutif Pengawas Per­bankan Otoritas Jasa Keuan­gan (OJK) Dian Ediana Rae meyakini, dampak tren rupiah tak akan memengaruhi kinerja perbankan di Indonesia. Sebab, eksposur mata uang asing di bank rendah.

Berdasarkan data Agustus 2023, eksposur neto untuk for­eign currency di perbankan yang dilihat dari rasio posisi devisa netto (PDN) tergolong rendah, yaitu sebesar 1,72 persen, jauh dari threshold sebesar 20 persen.

“Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa eksposur ter­buka bank dalam valuta asing relatif rendah terhadap permoda­lan bank,” jelasnya.

Selain itu, OJK maupun per­bankan telah melakukan stress test secara rutin untuk mengeta­hui ketahanan perbankan, baik dari sisi solvency maupun likuidi­tas. Termasuk memperhitungkan faktor pelemahan rupiah.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo