Profil Singkat Suhartoyo, Ketua MK Baru Pengganti Anwar Usman, 5 Hari Lagi Ultah
JAKARTA - Suhartoyo akhirnya terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) untuk masa jabatan 2023 – 2028, menggantikan Anwar Usman, melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang digelar secara tertutup di Ruang RPH Gedung 1 MK, Jakarta, Kamis (9/11/2023). Berikut profil singkat Suhartoyo, yang lima hari lagi berulang tahun ke-64.
Merujuk situs resmi MK, Suhartoyo yang lahir di Sleman, Yogyakarta 15 November 1959 mulai menekuni karier sebagai Hakim Konstitusi pada 17 Januari 2015. Menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi.
Suhartoyo yang berasal dari keluarga sederhana, tak pernah berpikir menjadi penegak hukum. Cita-cita masa mudanya, ingin bekerja di Kementerian Luar Negeri. Makanya, setamat SMA, Suhartoyo mendaftar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Tapi, tak diterima. Suhartoyo akhirnya berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Saat mendalami Ilmu Hukum, Suhartoyo tertarik menjadi jaksa. Namun, jalan hidup mengantarnya jadi hakim. "Waktu itu, saya diajak teman belajar kelompok untuk mendaftar jadi hakim. Saya diterima, teman-teman saya tidak. Dari situ, saya mulai memiliki rasa bangga menjadi hakim," ungkap Suhartoyo.
Tahun 1986, Suhartoyo menjalani tugas pertamanya sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandar Lampung. Setelah itu, dia dipercaya menjadi Hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011. Antara lain Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar.
Suhartoyo juga pernah menjadi Wakil Ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), dan Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
Mudah Beradaptasi
Mahkamah Konstitusi merupakan tempat yang sama sekali baru bagi ayah tiga anak ini, saat pertama kali berkarier sebagai Hakim Konstitusi pada 2015.
Kewenangan yang berbeda dimiliki oleh MK dan Mahkamah Agung (MA) membuatnya belajar banyak. Di MA, putusannya hanya terkait untuk yang mengajukan permohonan. Di MK, putusannya mengikat untuk seluruh warga negaranya.
Namun, Suhartoyo cepat belajar dan mudah menyesuaikan diri di lingkungan MK. “Saya menemukan perbedaan dari sisi naskah putusan. Di MK, bahasanya lebih halus dibanding di MA, yang penggunaan bahasanya cukup tajam. Untuk proses persidangan, saya merasa tidak ada masalah,” papar suami dari Sustyowati.
“Hakim Konstitusi lainnya membantu saya. Saya banyak belajar dari mereka,” imbuh Suhartoyo, yang mendapatkan gelar S-2 dari Universitas Taruma Jaya dan S-3 dari Universitas Jayabaya Jakarta.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 22 jam yang lalu