Bapanas Jangan Andalkan Impor Terus, Meski Murah
Datangkan 2 Juta Ton Beras Thailand
JAKARTA - Senayan menyoroti rencana Pemerintah membuka keran impor beras untuk mengatasi lonjakan harga dan minimnya produksi di dalam negeri. Bahayanya, akan terjadi ketergantungan impor. Petani jadi malas berproduksi.
Sebagaimana diketahui, Badan Pangan Nasional (Bapanas) ancang-ancang mengeluarkan kebijakan impor beras sebanyak dua juta ton dari Thailand tahun ini. Rencana impor beras ini untuk menanggulangi harga beras yang lebih tinggi dari biasanya.
“Kita tidak bisa (terus) mengandalkan yang namanya ketersediaan pangan itu dari impor sekalipun murah. Kita tidak boleh bergantung kepada itu,” tegas anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo saat dihubungi, Selasa (20/2/2024).
Firman mengatakan, petani kita sudah sangat luar biasa bekerja untuk memproduksi kebutuhan pangan 273 penduduk Indonesia. Dengan keterbatasannya, para petani terus semangat memacu lahan pertanian miliknya agar terus bisa menghasilkan.
Namun ketika Pemerintah membuat kebijakan yang tidak bisa memberikan kontribusi positif bagi petani, maka ditakutkan profesi mulia ini bakal ditinggalkan. Sebab mereka menganggap, petani bukan profesi yang menguntungkan.
“Petani kita lambat laun akan tergerus. Mereka menjadi apatis, tidak mau bertani karena tidak lagi menguntungkan. Kalau dia tidak mau bertani, kita negara yang jumlah penduduk yang besar ini akan sangat bergantung dari produk pertanian luar negeri itu, itu sudah posisi berbahaya,” wantinya.
Firman menegaskan, pemenuhan kebutuhan pangan sangat ditentukan oleh para petani kita. Jika profesi ini ditinggalkan, maka Indonesia akan terus mengalami defisit pangan, yang pada akhirnya bakal memberikan multiple effect serius bagi negara. Dampaknya, negara bisa mengalami krisis ekonomi.
“Pertama, krisis ekonomi karena inflasi. Kedua, bisa juga krisis ekonomi, kemudian krisis politik. Itu kalau terjadi, tanda-tanda jatuhnya rezim. Soekarno dulu kan jatuh karena krisis pangan. Pak Harto juga jatuh, salah satunya krisis ekonomi yang di dalamnya termasuk masalah pangan. Di beberapa negara juga begitu,” ujarnya.
Untuk itu, dia mendorong adanya rencana strategi yang jelas terhadap kebijakan swasembada pangan untuk menuju kedaulatan pangan. Melalui terobosan jitu, maka pemenuhan pangan dalam negeri benar-benar berfokus kepada petani.
Kalau Pemerintah bisa tidak impor dan bisa meningkatkan kesejahteraan petani, tentu itu prestasi luar biasa,” katanya.
Selain berfokus kepada petani, kebijakan yang digagas Pemerintah ke depan perlu menitikberatkan kepada program intensifikasi lahan. Harus ada keberanian Pemerintah untuk menindak para kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun walikota yang mengalih fungsikan lahan pertanian di daerahnya untuk kepentingan lain.
“Itu harus ditindak secara hukum karena sudah ada undang-undangnya. Kalau perlu dipenjara itu kepala daerah yang mengalihfungsikan lahan pertanian untuk kepentingan lain seperti industri, perumahan, hotel atau pabrik-pabrik,” tegasnya.
Diakui politisi Fraksi Golkar ini, mindset kepala daerah selama ini adalah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya. Hanya saja, cara yang ditempuh justru mengorbankan lahan pertanian lantaran dianggap tidak dapat berkontribusi untuk meningkatkan PAD.
“Bagaimana kita mau swasembada, mau meningkatkan produksi kalau Lahan pertanian yang produktif dialihfungsikan. Berani nggak negara mengambil tindakan tegas,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy mengatakan, rencana impor beras sebanyak dua juta ton dari Thailand untuk menanggulangi harga beras yang lebih tinggi dari biasanya.
“Ini bisa jadi (langkah) antisipasi, melalui rakornas (rapat koordinasi nasional) dan ratas (rapat terbatas) tentunya dengan persetujuan Presiden dan menteri. Tahun lalu 2,8 juta ton, tahun ini rencananya 2 juta ton. Tapi misalnya produksi dalam negeri cukup, berarti impor itu tidak jadi,” kata Sarwo Edhy.
Soal harga beras yang tinggi di pasaran dalam beberapa waktu terakhir, Bapanas menilai, hal tersebut diakibatkan oleh tingginya ongkos produksi, hingga dampak El Nino 2023 yang membuat waktu tanam mundur.
“(Harga) pupuk naik, airnya juga kurang, panennya berkurang, sehingga hasilnya berkurang. Otomatis harga naik,” ujarnya.
Kenaikan harga beras ini tidak ada kaitannya dengan waktu menjelang Ramadan, tetapi memang dampak waktu tanam mundur dan imbas El Nino. Dia pun menampik adanya potensi penimbunan beras karena harga sedang tinggi.
“Tidak ada penimbunan. Kita berharap dalam waktu dekat, harga beras bisa kembali normal,” ujarnya.
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu