Orang Yang Merencanakan Kejahatan
SERPONG - “Kalian harus cari kesalahan sekecil apapun yang pernah dilakukan Edmond!” Penguasa yang berusaha mengorek-ngorek kesalahan Edmond merasa jengkel kepada para kaki-tangannya. Orang ambisius itu bernama Jean Michael Claude Richard, direktur taman botani kepulauan Reunion. Karena kaki-tangannya gagal mencari-cari alibi untuk menyudutkan Edmond, petani vanilla berkulit hitam, akhirnya Richard sang penguasa itu murka dan mengambil jalan pintas.
Ia memperkarakan Edmond ke pengadilan, seakan-akan petani kecil itu telah mencuri hak ciptanya, yakni teknik penyerbukan tanaman vanilla yang dirahasiakan oleh perusahaan Richard. Proses kriminalisasi tersebut tak lain karena obsesi “sang juragan” yang ingin dikenal publik bahwa dialah sang perintis dan penemu tunggal dari teori penyerbukan tanaman vanilla, yang saat itu para akademisi dan ilmuwan Eropa sangat gandrung pada hasil analisis dan penelitian ilmiah.
Di tangan Edmond, sistem penyerbukan vanilla telah menyebar luas di kalangan para petani Eropa setelah memasuki abad ke-19. Bukan hanya sebatas teori melainkan praktek langsung di lapangan, hingga memberikan berkah bagi kemakmuran rizki para petani vanilla pada masa itu. Sebelum itu, pasokan vanilla di seluruh dunia hanya sekitar dua ton pertahun, dan itu pun hanya datang dari negeri Meksiko.
Tanaman yang paling disukai raja-raja Eropa itu tak pernah tumbuh di tempat lain, meskipun dibawa oleh penjajah Spanyol ke Filipina, dibawa Inggris ke seluruh negeri jajahannya, bahkan dibawa Belanda ke seluruh Pulau Jawa. Tetapi di semua tempat itu, selalu saja gagal panen. Bahkan, Charles Darwin sempat keliru menyampaikan analisisnya, seolah-olah tanaman vanilla hanya tumbuh berkat penyerbukan seekor kumbang yang bernama Euglossa Viridissima, di mana kumbang tersebut tak bisa hidup di negeri manapun selain Meksiko.
Lalu, bagaimana sejarahnya tanaman vanilla bisa tumbuh dan menyebar sebelum memasuki abad ke-20, menjangkau seluruh dunia, hingga merambah ke negeri Belanda sampai ke negeri jajahannya (Indonesia)? Melalui buku The Secret History of Creation yang ditulis dengan gaya sastra itu, kita dapat memahami secara mendetil bagaimana peran seorang bocah Afrika bernama Edmond, yang pada mulanya dijadikan budak oleh keluarga besar Fereol di Prancis. Kemudian, diberikan kebebasan di tengah keluarga Fereol untuk mengutak-atik segala jenis penyerbukan tumbuh-tumbuhan, hingga ia pun menemukan sistem penyerbukan vanilla.
Bahkan, sebelum Richard memperkenalkan teori ilmiahnya, selama puluhan tahun tanaman itu dipelihara keluarga Fereol, hingga berbuah banyak, dan keluaraga besar itu pun diberkahi kemakmuran dan rizki yang melimpah.
Sibuk Mengorek Aib
Setelah Edmond dibebaskan sebagai budak (1848), kemudian tinggal di kepulauan Reunion, masyarakat kepulauan itu mempraktekkan sistem penyerbukan vanilla, hingga kemudian membuahkan keberkahan yang melimpah dengan kemakmuran para penduduknya. Sejak masa pembebasan itulah inovasinya menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Belanda yang mempraktekkan metode penyerbukan Edmond di tanah jajahannya (Indonesia).
Ribuan petani Eropa memperoleh keberkahan ilmu yang ditemukan Edmond, suatu inovasi baru yang dianggap “membongkar rahasia perusahaan” oleh pihak Richard. Bahkan, dianggap membuka aib dan rahasia kerajaan-kerajaan Eropa pada masa itu.
Beberapa tahun setelah menyebarluaskan metodenya dengan penuh keikhlasan, Edmond segera dipidanakan. Seperti yang terjadi pada kebanyakan change leader dan kreator besar manapun, sejarah hidupnya dikorek-korek. Bukan bermaksud untuk mempublikasikan kebaikan-kebaikannya, tetapi justru untuk mengungkit kesalahan sekecil apapun yang pernah dilakukan Edmond.
Bayangkan, bila Edmond hidup di era revolusi digital saat ini, diserang oleh Richard yang begitu ambisius dengan pencitraan diri, ingin populer serba instan tetapi tak punya karya dan kreasi. Boleh jadi sang obsesif itu akan membayar para konsultan media, pengacara, lalu membayar pasukan penyebar kebencian yang memiliki akun-akun anonim. Boleh jadi perkebunan Fereol digerebek aparat, dan Edmond dipenjarakan hanya karena “pengaduan masyarakat” atas suruhan dan provokasi orang-orangnya Richard.
Edmond Dikriminalisasi
Menurut ilmuwan dan sosiolog Robert Merton, ketika suatu masyarakat (bangsa) menjalani perubahan, maka terjadilah transisi dari bentuk paguyuban ke sebuah sistem, dari organic structure menuju mechanical structure. Pada momen ini biasanya muncul para pembaharu yang bersuara secara serempak, namun para kreator perubahan selalu saja menghadapi cobaan dan godaan dari para pemegang status quo yang menganggap perubahan akan mengusik stabilitasnya.
Bahkan, aktor-aktor perubahan (change leaders) ini kerapkali menghadapi situasi yang pahit dan getir, karena ia berhadapan dengan pihak-pihak yang menolak perubahan itu sendiri. Hal tersebut meniscayakan munculnya dua sisi yang saling berlawanan, antara mereka yang menatap jauh ke masa depan dengan mereka yang masih hidup di masa lalu. Antara yang terjepit dengan yang memberi harapan baru, bahkan antara yang bergerak untuk memacu perubahan dengan mereka yang masih terkungkung untuk menikmati masa lalu.
Para kreator yang dizalimi dan dikriminalisasi bukan hanya terjadi di sini, di negeri ini, tetapi juga dialami orang-orang bijak dan cerdas terdahulu, para pejuang dan pahlawan pembaharuan seperti Bung Karno, Mandela, Martin Luther King, Einstein, Munir, Wiji Thukul, Udin Syafrudin, hingga para jurnalis, intelektual dan seniman kita yang tak dapat menikmati hasil dari pekerjaan, jerih-payah dan kreasi-kreasinya.
Tentu saja setiap manusia punya sisi baik maupun sisi buruk, sisi benar maupun salah, termasuk dalam perjalanan hidup Edmond. Tetapi apakah fair seorang penguasa mengungkit secuil kesalahan yang pernah ia lakukan ketimbang jasa-jasanya yang besar bagi kemakmuaran dan kemaslahatan umat manusia?
Apakah adil bagi bangsa ini untuk mengorek-ngorek kesalahan Bung Karno sebagai manusia biasa, ketimbang jasa-jasanya yang begitu besar bagi perjalanan dan kemerdekaan republik ini? Apakah proporsional jasa sebesar itu lantas ditutup oleh pihak-pihak tak bertanggungjawab untuk memperbesar aib dan kesalahannya. Apakah pantas bangsa ini menggelapkan sejarahnya, seperti yang pernah dilakukan oleh Orde Baru?
Ketika bangsa ini berpolemik tentang kebaikan dan kejahatan seorang penguasa, kita pun harus jujur dan proporsional untuk melihat seberapa besar jasa-jasa yang pernah dilakukan seorang tokoh, ketimbang kesalahan yang pernah ia perbuat. Kecuali jika tokoh dan pemimpin tersebut sudah melewati batas-batas prinsipil yang diharamkan Allah, misalnya ia menghilangkan para aktivis atau membunuh rakyatnya tanpa alasan yang bisa dibenarkan.
Dalam kasus Edmond, akhirnya keluarga besar Fereol (mantan majikan Edmond) mengadakan serangan balik dari sisi publikasi, bahwa sistem penyerbukan yang ditemukan Richard sudah menyebar-luas selama bertahun-tahun oleh seorang pekerja keras tanpa pamrih, yaitu Edmond.
Dan Tuhan Yang Maha Adil pun akhirnya memenangkan keluarga Fereol yang berhasil meyakinkan para penegak hukum, bahwa Edmond-lah sang pelaku perubahan dan kreator sesungguhnya. Berkat perjuangan Edmond pulau Reunion begitu makmur dan sejahtera, memberkahi ratusan ribu petani vanila hingga ke negeri-negeri mancanegara.
Nama Edmond kemudian direhabilitasi dan diabadikan dalam sejarah, dalam bentuk patung perunggu tanpa alas kaki di kepulauan Reunion, persisnya di kota Sainte Suzanne. Bahkan, metode penyerbukannya kelak dinamakan “Le geste dE’dmond” (Metode Edmond). Dalam diri Edmond terkandung mentalitas pemimpin tanpa singgasana, yang sifatnya mendidik rakyat. Sedangkan, sifat dari pendidikan adalah upaya mencerdaskan, bukan membodohi dan mengelabui rakyat.
Lalu, bagaimana dengan Richard, si mantan direktur taman botani kepulauan Reunion itu? Barangkali, nasibnya tak beda jauh dengan rezim militer Orde Baru, yang berkuasa selama 32 tahun, namun dianggap tak memiliki andil yang berarti dalam khazanah pemikiran kaum muda Indonesia hingga saat ini.
Pada prinsipnya, orang yang merencanakan kejahatan, sejatinya adalah orang yang tak pernah mengenal Tuhannya, karena ia menganggap kehidupan dunia ini adalah langgeng dan abadi. Padahal, hakikatnya hanyalah sementara, fana, dan sekejap mata saja.(*)
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 4 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu