TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Banyak Caleg Demokrat Gagal Ke Senayan

AHY Bilang Ada Yang Main Duit Ugal-ugalan

Laporan: AY
Senin, 25 Maret 2024 | 12:03 WIB
Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono pada acara buka puasa. Foto : Ist
Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono pada acara buka puasa. Foto : Ist

JAKARTA - Banyak Calon Legislatif (Caleg) yang kecewa dengan Pemilu 2024. Pasalnya, persaingannya sudah tidak sehat. Banyak yang main duit ugal-ugalan.
Soal politik uang tersebut diungkapkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Menurut dia, gara-gara maraknya politik uang banyak caleg Demokrat yang nggak lolos ke Senayan.
Hal tersebut disampaikan AHY dalam acara buka bersama bareng pengurus DPP Demokrat di Hotel Four Season, Jakarta, Sabtu (23/3/2024). Dalam acara itu, AHY menyampaikan kabar baik dan buruk Pemilu 2024. 
Kabar baiknya, Demokrat bersama Koalisi Indonesia Maju (KIM) telah menenangkan Pemilihan Presiden 2024. Capres yang diusung Demokrat yaitu Prabowo-Gibran menang. Kabar buruknya, Demokrat gagal mengamankan dan mempertahankan kursi di DPR. 
Untuk diketahui, suara Demokrat secara nasional memang naik sekitar 400 ribu suara dari 10,8 juta menjadi 11,2 juta. Namun, jumlah kursi Demokrat di DPR berkurang sebanyak 10 kursi. Hasil rekapitulasi suara di KPU, partai berlambang mercy itu 7,43 persen suara yang jika dikonversikan hanya memperoleh 44 kursi. Sementara pada Pemilu 2019, Demokrat berhasil mendapatkan 54 kursi. 
"Fenomena vote buying, politik uang, memang bukan sesuatu yang baru, betul ya? Tapi kali ini, tahun 2024 ini, ugal-ugalan luar biasa," kata AHY. 

Para caleg, kata AHY, harus menyediakan uang luar biasa banyak untuk menang. Menurut AHY, fenomena politik uang ini tak bisa didiamkan. Kalau tak ada perubahan, ia tak bisa membayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan oleh seorang caleg untuk mempertahankan kursinya di DPR dalam 5 sampai 10 tahun mendatang. 
"Istilahnya begini yang sudah dibantu uang saja belum tentu menang, apalagi yang nggak nyebar. Nah, sampai kapan ini terjadi?" imbuhnya.

AHY tak menyalahkan masyarakat yang mengambil uang dari para caleg. Dia menilai rakyat akan menerima pemberian uang dari mana pun untuk alasan bertahan hidup.
Karena alasan itu, AHY berpendapat harus ada revisi UU Pemilu yang bisa menekan ongkos politik dan politik uang dalam pemilu. "Saya telah berbicara intens dengan Pak Prabowo Subianto yang setuju beliau sangat setuju karena beliau juga merasakan hal yang sama dan Gerindra mengalami nasib yang tidak jauh berbeda," ucap AHY. 
Putra sulung Presiden RI ke-6 SBY itu pun meminta agar Fraksi Demokrat di DPR menggagas perbaikan sistem pemilu melalui revisi UU Pemilu untuk mengantisipasi politik uang semakin masif ke depan.

Nanti kalau sudah tenang semuanya, bersama teman-teman fraksi DPR ke depan kita bicara bagaimana kita memperbaiki sistem pemilu. Sebelum bicara perubahan undang-undang yang lain bicarakan ini dulu," ungkapnya.

AHY mengungkapkan, banyak caleg Demokrat yang potensial gagal karena kalah bersaing dengan caleg yang memiliki uang. AHY menyebut jika sistem pemilu tidak diubah maka yang jadi korban ujungnya adalah masyarakat sendiri.
“Dan selamanya kemiskinan itu akan dijaga karena dengan vote buying hanya dengan itu kita mendapatkan suara, jangan sampai kita biarkan,” cetusnya. 
Sejumlah caleg beken asal Demokrat memang tak berhasil lolos ke Senayan. beberapa jagoan Demokrat yang tak lolos itu antara lain politisi senior Syarief Hasan yang maju di dapil Jabar III. Wakil Ketua MPR ini memperoleh 29.848 suara. Jumlah tersebut merupakan perolehan suara terbanyak di antara caleg Demokrat. Namun, Syarief tetap gagal ke Senayan, lantaran Demokrat hanya meraih 86.214 suara. 
Caleg lain yang gagal ke Senayan adalah pengacara kondang Denny Indrayana yang maju di dapil Kalimantan Selatan II. Eks Wamenkumham ini memperoleh 26.573 suara. Meski menjadi caleg Demokrat dengan suara terbanyak, Denny tak masuk ke Senayan.  

Wasekjen Partai Demokrat, Jansen Sitindaon yang maju di dapil Sumatera Utara III juga gagal melenggang ke Senayan. Di dapil ini, Demokrat hanya mengamankan satu kursi yaitu untuk Hinca Pandjaitan. 
Menurut Jansen, sistem terbuka ternyata justru bikin politik uang makin barbar. Menurut dia, caleg terpaksa nebar uang atau sejenisnya ke rakyat. Tanpa itu tidak ada jaminan dipilih. Rakyat juga menyambut dengan hangat. Bahkan inilah yg diharapkan datang. 

Kata dia, pileg akhirnya jadi ajang banyak-banyakan mendata orang dan nebar uang. Dan, ini sudah di level dianggap normal bahkan harus dilakukan jika maju pileg. “Membagikan ide tidak lagi penting seperti lazimnya pemilu, yang penting membagikan uang dan banyak-banyakan uang,” ucap Jansen, di akun Twitternya.
Dosen politik Ilmu Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Arya Budi menilai fenomena politik uang atau vote buying memang masih marak di Pemilu 2024. Hal ini lantaran tidak adanya niat Pemerintah dan KPU untuk mereformasi aturan soal kepemiluan. 
"Soal vote buying dan politik uang terutama di level pileg itu lebih masif dan sudah terjadi sejak 2009 ketika pileg dilakukan dengan sistem proporsional terbuka. Sampai sekarang itu semakin tinggi angkanya," kata Arya.
Menurut Arya, maraknya politik uang lantaran sebagian besar pemilih berpenghasilan menengah ke bawah. Ditambah dengan sistem proporsional terbuka di mana kemenangan caleg ditentukan oleh suara terbanyak.
 "Riset menunjukkan, pemilih Indonesia dengan ekonomi menengah ke bawah itu sangat besar, yang pendapatannya di bawah Rp 1 juta hampir 1/3 atau sekitar 30 persen dan yang di bawah Rp2 juta ada 55 persen atau lebih dari separuh," ujarnya. 
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati memaparkan, ada banyak faktor yang mempengaruhi praktik politik uang pada pemilu. Mulai dari faktor partai politik, budaya koruptif, termasuk pendidikan politik di masyarakat.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo