Sidang Sengketa Pilpres Memanas
Hakim MK Komentarin Berlian Yang Ada Di Jari Hotman Paris
JAKARTA - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Perhitungan Suara (PHPU), kemarin. Berbeda dengan sebelumnya, tensi sidang kali cukup panas. Beberapa kali dari tim kuasa hukum masing-masing paslon saling berdebat. Untuk mencairkan suasana, hakim MK sampai berkomentar soal berlian di jari-jari Hotman Paris.
Dalam sidang PHPU yang digelar sejak Rabu (3/4/2024) pagi, giliran KPU dan Bawaslu yang menghadirkan seorang ahli Teknologi dan Informasi (IT). Mereka adalah pakar IT Marsudi Wahyu Kisworo, pengembang aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) Yudistira Dwi Wardhana Asnar dan pegawai Pusat Data Teknologi Informasi (Pusdatin) KPU Andre Putra Hermawan.
Selama kurang lebih 3,5 jam ketiganya secara bergantian menjelaskan seputar Sirekap. Namun, tim hukum dari kubu 01 dan 03 tidak puas atas keterangan saksi-saksi.
Kedua Pemohon menilai, ketidakakuratan data yang termuat dalam Sirekap membuat hasil perhitungan suara Pilpres dan Pileg yang dilakukan KPU diragukan. Contohnya, disampaikan ketika Bambang Widjojanto selaku Tim Hukum AMIN yang mempermasalahkah adanya dugaan penggelembungan suara.
Pria yang akrab disapa BW ini menjelaskan, batas Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) adalah 300 orang. Namun, berdasarkan data Sirekap, ada beberapa daerah yang DPT-nya terdirinya dari ribuan orang.
“Ada informasi kayak ini, dan ribuan, bahkan ratusan ribu, apakah itu tidak cukup dijadikan dasar untuk sampai pada kesimpulan ada fraud di dalam (Sirekap) situ?" cecar BW saat sidang di MK, Jakarta, Rabu (3/4/2024).
Sebagai pihak terkait, tim pembela Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Hotman Paris ikut berkomentar untuk menjawab tudingan tersebut. Namun, sebelumnya Hotman lebih dulu mengucapkan terima kasih pada Hakim MK Arief Hidayat karena sudah mengingatkan peserta sidang bahwa MK bukan tempat membahas urusan digital.
“Sekali lagi hormat saya kepada Pak Arief Hidayat karena bapak sudah mengingatkan kami bahwa kami adalah Sarjana Hukum, dari tadi kita kuliah komputer,” ujar Hotman Paris dengan sikap sembah yang membuat berlian di jemarinya tersorot.
Menanggapi hal itu, Hakim Arief sontak menyoroti cincin berlian yang berada di jari-jari pria yang dijuluki pengacara 30 miliar tersebut. “Sebentar Pak Hotman, tadi waktu mengirim tabik (salam) saya lihat cincinnya bagus-bagus,” pujinya.
Hotman Paris pun tersenyum mendengar pujian itu, begitu juga Arief Hidayat. Namun, Hotman tak menanggapinya dan langsung kembali ke topik pembahasan.
Menurut Hotman, Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil Pilpres dan Pileg tetap menggunakan hasil perhitungan suara manual dan berjenjang. Sehingga dia menilai pembahasan Sirekap dalam sidang tidak penting.
“Dalam SK KPU itu perhitungan suara yang digunakan yang manual dan berjenjang. Jadi masih perlu nggak bapak kuliah disini, masih perlu nggak kita bahas Sirekap. Masih perlu nggak saksi menjawab pertanyaan Pak Refly (Harun) dan Bambang yang selalu ‘ngeyel’ tentang Sirekap ini,” ujar Hotman.
Pernyataan Hotman langsung disemprot Hakim MK Saldi Isra. Dia menegaskan, mahkamah berkepentingan mendapatkan penjelasan soal Sirekap. Sehingga, dia meminta pihak terkait tidak menganggap remeh kehadiran saksi dalam sidang.
Bahkan Saldi meminta pihak terkait tidak perlu hadir dalam sidang, jika merasa pembahasan soal Sirekap dianggap tidak penting. “Jadi kita jangan menganggap kehadiran seseorang saksi dalam sidang itu tidak penting. Itu keliru juga, kalau nggak, nggak datang saja kesini,” tegas Saldi.
Mendapat pembelaan dari Saldi Isra, BW ikut senang dan meminta Hotman menjaga ucapannya. “Pernyataan ngeyel itu juga nggak pantas diucapkan. Hotmen,” selorohnya. Mendengar ucapan BW, Saldi ikut tersenyum. Bahkan, Hotman dan seluruh tim hukumnya terlihat sumringah.
Diketahui dalam sidang ini, ahli Marsudi Wahyu Kisworo menyampaikan sejak pertama kali teknologi komputer digunakan dalam pemilu pada 2004, sistem penghitungan suara digital selalu dipermasalahkan. Padahal, semua itu digunakan untuk mendukung tampilan real count selama proses penghitungan suara Pilpres dan Pileg 2024.
Meski begitu, professor pertama bidang IT di Indonesia ini mengakui ada tiga problem dalam aplikasi Sirekap mobile. Pertama saat menginput data formulir C1 Hasil yang isinya dibuat dengan tulisan tangan ke dalam bentuk digital di aplikasi Sirekap mobile.
“Mungkin di TPS ini tulisannya bagus mudah dibaca. Mungkin juga ada sebagian yang tulisannya jelek dan sulit dibaca,” jelasnya.
Kedua, masalah kamera handphone yang digunakan petugas KPPS untuk memfoto Form C1. Salag satya isinya n terakhir soal kertas Form C1 yang kemungkinan terlipat-lipat sehingga menyulitkan sistem digital membacanya.
Sementara saksi Yudistira Dwi Wardhana Asnar menyatakan Sirekap hanyalah alat bantu publikasi dan rekapitulasi. Dia menekankan, hasil final yang digunakan KPU dalam membuat Keputusan Pemenang Pilpres dan Pileg tetap mengacu pada rekapitulasi manual dan berjenjang.
Dia pun menegaskan bahwa timnya sudah melalui proses audit yang ketat saat mengembangkan aplikasi Sirekap. Menurutnya, ada dua lembaga yang telah melakukan audit. Yakni BRIN dan BSSN.
Sedangkan saksi Andre Putra Hermawan menegaskan, Sirekap digunakan untuk menyajikan hasil pemilu di TPS dengan cepat kepada publik. Jika sebelumnya KPPS harus menyalin sebanyak jumlah saksi, kini proses itu dipercepat dengan foto yang diunggah KPPS ke dalam aplikasi Sirekap.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu