TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Rupiah Sentuh Rp 16.250 Per Dolar, Masih Aman?

Oleh: Farhan
Kamis, 18 April 2024 | 08:58 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

SERPONG - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Pada perdagangan di pasar spot hari Rabu (17/4/2024), rupiah anjlok sempat menyentuh level Rp 16.250 per dolar AS. Sejumlah analis menyebut, pelemahan nilai tukar rupiah akan terus berlanjut hingga bulan depan. Dengan kondisi ini, apakah rupiah masih aman? 
Pelemahan nilai tukar mata uang garuda sudah terjadi sejak awal tahun ini. Saat cuti bersama Lebaran dimulai pada 5 April 2024, rupiah masih berada di angka Rp 15.887 per dolar AS. Saat pasar domestik dibuka usai cuti bersama berakhir, Selasa (16/4/2024), rupiah langsung melorot di kisaran Rp 16.117 per dolar AS. Sehari kemudian, rupiah kembali terperosok lebih dalam hingga menyentuh level 16.250 per dolar AS.
Dengan koreksi ini, rupiah sudah melemah lebih dari 5 persen sepanjang tahun ini. Bahkan, saat perdagangan perdana usai libur sepekan, rupiah anjlok 2,3 persen. 
Pelemahan nilai tukar rupiah ini bikin para pengusaha waswas. Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menyampaikan pelemahan rupiah ini berdampak negatif bagi industri manufaktur nasional yang masih memerlukan impor bahan baku. 
Kata dia, sekitar 70 persen dari total impor nasional adalah impor bahan baku industri yang mana jumlahnya akan naik menjadi 80 persen bila ditambah dengan impor barang modal. 
Dengan pelemahan ini, kata dia, para pelaku industri jelas harus menanggung kenaikan overhead cost dari kegiatan impor bahan bakunya. Jika pelemahan terus berlanjut, ada kemungkinan harga produk-produk hasil industri manufaktur mengalami kenaikan di pasar. Dampaknya, inflasi dan konsumsi pasar melambat, sehingga ujung-ujungnya mengganggu kestabilan ekonomi nasional.

"Kami berharap pemerintah dapat menciptakan intervensi moneter yang dibutuhkan untuk menciptakan stabilitas dan penguatan nilai tukar rupiah," ujarnya. 

Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi, Elfiano Rizaldi merasakan, kekhawatiran yang sama. Kara dia, jika nilai tukar rupiah terus melemah, industri farmasi nasional akan terancam. Pasalnya, 90 persen bahan baku produk farmasi seperti obat-obatan masih harus diimpor dari luar negeri.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman ikut cemas. Kata dia, dampak nyata dari pelemahan nilai tukar rupiah adalah naiknya biaya produksi dan biaya logistik. "Ini yang sangat berat," katanya.
Adhi juga mengatakan, memanasnya situasi di Timur Tengah berdampak kepada industri makanan dan minuman. Laporan Food and Agriculture Organization sebelum serangan Iran ke Israel sudah ada peningkatan 1 persen harga pangan dunia dibandingkan Februari, terutama biji-bijian, beberapa produk dairy, susu, daging dan sebagainya. 

Ini yang harus kita antisipasi," cetusnya. 
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti menilai pelemahan nilai tukar rupiah ini hanya sementara. 

"Jadi ini memang shock dari global yang kenanya tidak hanya Indonesia. Seluruh mata uang kena imbas. Kita berharap market juga melihat temporary shock," jelas Destry, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/4/2024). 
Situasi global yang dimaksud antara lain tingginya inflasi di AS, dan gejolak pasar keuangan karena ketegangan di Timur Tengah. Situasi ini akan meningkatkan ketidakpastian global sehingga investor menahan diri atau memilih instrumen aset aman atau safe haven.

Ia memastikan, BI akan selalu berada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan melakukan intervensi apabila dibutuhkan. "Kita ensure meyakinkan di market bahwa kita bersama sama dengan pasar, akan terus jaga stabilitas dari rupiah," terangnya.
Sehari sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo memastikan, pihaknya melakukan intervensi pasar agar nilai tukar rupiah tetap terjaga. Perry mengatakan, gejolak nilai tukar rupiah tak lepas dari situasi geopolitik di kawasan Timur Tengah. 
 "Kami akan memastikan nilai tukar (Rupiah) akan terjaga. Kami lakukan intervensi baik melalui spot maupun Non Delivery Forward (NFD)," ujar Perry.
Sementara, Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan, intervensi pasar yang dilakukan BI akan menguras cadangan devisa. Setidaknya BI akan menggelontorkan 10 miliar dolar AS dari cadangan devisa untuk intervensi rupiah agar berada di kisaran Rp 15.700 per dolar AS. 

Menurut dia, hal ini sangat berat. Karena itu, ia meminta, Pemerintah membuat kebijakan dan stimulus guna menjaga fundamental rupiah. Pertama, memperbesar porsi Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang dikonversi ke dalam rupiah. Sebab, ada tiga komoditas unggulan yang dimiliki Indonesia saat ini yaitu sawit, karet, dan minyak.
"Hasil ekspor tadi harus lebih banyak dikonversi ke rupiah untuk memperbaiki kurs karena harga internasional mereka naik," tutur Bhima.
Selain itu, Bhima menyarankan, pemerintah mengurangi impor bahan pangan, elektronik, dan bahan konsumsi. "Kemudian, kebijakan stimulus fiskal pada usaha berorientasi ekspor. Nah dengan cara itu jadi bisa stabil rupiahnya," ujar Bhima. 

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo