TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Soal UKT Naik Gila-gilaan , Nadiem Diminta DPR Cari Solusi Terbaik

Laporan: AY
Rabu, 22 Mei 2024 | 08:15 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Setelah lebih dari dua pekan menjadi sorotan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim akhirnya merespons protes publik terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT). Pada Selasa (21/5/2024) pagi, eks Bos Gojek itu, menghadiri rapat kerja dengan Komisi X DPR di Senayan untuk memberikan penjelasan mengenai aturan tersebut. Sayangnya, penjelasan Nadiem soal UKT tidak solutif. Anggota DPR pun menguliti Nadiem dan diminta segera bertindak mencarikan solusi.
Rapat kerja DPR dengan Nadiem digelar di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta sekitar pukul 10.30 pagi. Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf.
Saat membuka rapat, Dede menyampaikan, ada tiga persoalan yang ingin dibahas dengan Nadiem. Pertama soal UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri hingga mendapat protes yang massif dari mahasiswa di seluruh Indonesia. Persoalan kedua tentang bantuan operasional kampus yang dianggap tak jelas. Terakhir, ingin mengklarifikasi soal omongan pejabat Kemendikbud yang mengatakan pendidikan tinggi itu masuk dalam kebutuhan tersier.

Setelah itu, Dede mempersilakan Nadiem untuk bicara. Tanpa basa-basi, Nadiem langsung menjelaskan aturan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT). Aturan ini yang dijadikan dasar perguruan tinggi menarik biaya kuliah secara ugal-ugalan.

Kata dia, prinsip pembiayaan dari aturan itu mengutamakan prinsip keadilan, dilakukan secara berjenjang dan hanya berlaku bagi mahasiswa baru. Artinya, bagi mahasiswa yang punya keluarga lebih mampu, mereka membayar lebih banyak dan yang tidak mampu, bayar lebih sedikit.
Nadiem menegaskan, peraturan UKT terbaru hanya berlaku untuk mahasiswa baru. “Jadi, masih ada mispersepsi di berbagai kalangan, di sosial media dan lain-lain bahwa ini akan tiba-tiba mengubah rate UKT pada mahasiswa yang sudah melaksanakan pendidikannya di perguruan tinggi,” katanya.

Nadiem menegaskan, kenaikan UKT tak akan berdampak pada mahasiswa dengan ekonomi yang belum memadai. Ia mengatakan, ada kemungkinan kenaikan UKT diperuntukkan bagi keluarga dengan tingkat ekonomi tertinggi.
Penjelasan Nadiem itu tampaknya kurang menggembirakan. Apa yang disampaikan Nadiem seolah semuanya baik-baik saja dan tak ada persoalan. Padahal, aturan itu mendapat protes yang massif.

Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda secara lugas meminta Nadiem merevisi aturan tersebut. Kata dia, aturan yang diteken Nadiem itu yang dianggap sebagai penyebab melonjaknya UKT. “Kami minta dalam forum yang baik ini, Pak Menteri untuk mempertimbangkan adanya revisi terkait Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024,” kata Huda.

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PAN, Zainuddin Maliki menyampaikan hal senada. Kata dia, aturan yang diterbitkan Nadiem itu, yang menjadi akar dari kegaduhan yang terjadi belakangan ini. Zainudin pun meminta Nadiem meninjau aturan tersebut.

Pukul 1 siang, rapat selesai. Rapat menghasilkan beberapa kesimpulan. Beberapa di antaranya Komisi X DPR meminta Nadiem meninjau kembali substansi Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tentang SBOPT, dengan menekankan evaluasi yang berorientasi kepada kondisi ekonomi keluarga mahasiswa dan akses pendidikan yang terjangkau, termasuk sosialisasi dan pendampingan. Komisi X DPR juga mendesak Nadiem memastikan PTN menetapkan satuan biaya operasional pendidikan tinggi yang sesuai dengan kondisi ekonomi mahasiswa sesuai amanat Pasal 88 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Kami juga mendesak Kemendikbud-Ristek mewajibkan perguruan tinggi memberikan informasi dan peluang yang seluas-luanya untuk calon mahasiswa mendapatkan KIP Kuliah pada proses pendaftaran,” kata Dede.
Terakhir, Komisi X DPR meminta Nadiem menyampaikan jawaban tertulis terhadap pertanyaan anggota yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. “Jawaban disampaikan paling lambat tanggal 28 Mei 2024. Kita follow up segera setelah ini melalu Panja Pembiayaan Pendidikan,” pungkasnya.
Setelah rapat selesai, Nadiem langsung kabur. Bersama sejumlah pengawalnya, Nadiem bergegas keluar ruangan melalui pintu samping, mencoba menghindari wartawan yang menunggu di pintu utama. Namun, di pintu itu masih ada sejumlah wartawan yang menunggu Nadiem dan menanyakan soal pendidikan tinggi kebutuhan tersier. Ditanya begitu, Nadiem terlihat kebingungan. Ia hanya mengatupkan tangan. “Mohon maaf,” kata Nadiem, sambil bergegas meninggalkan wartawan.

Di media sosial, topik UKT ini ramai diperbincangkan warganet. Tak hanya warga biasa, topik ini bikin akademisi seperti Prof Bimo Ario Tejo ikut geleng-geleng kepala. Ia tidak setuju UKT dibuat berjenjang. Kata dia, UKT harus sama untuk semua mahasiswa.

“Yang berjenjang itu pajak. Yang gajinya tinggi bayar pajak tinggi. Kalau UKT dibuat berjenjang ibaratnya mahasiswa bayar pajak pendidikan,” kata Prof Bimo di akun Instagram miliknya, @ba.tejo, Selasa (25/5/2024).
Bimo menjelaskan, pendidikan adalah jasa/layanan. Mahasiswa membayar jasa sesuai layanan yang diterima, bukan berdasar kondisi ekonomi. “Layanan cukur rambut tarifnya sama untuk semua orang, nggak peduli kaya atau miskin. Tarif parkir sama untuk semua jenis mobil, baik mewah atau butut. Kuliah dosennya sama, ruang kelasnya sama, ujiannya sama, kenapa UKT-nya berbeda?,” ungkapnya.

Kata dia, yang bayar sesuai kondisi ekonomi itu namanya pajak. Yang gajinya gede berarti dia sangat diuntungkan oleh kebijakan-kebijakan negara. Makanya sebagai tanda terima kasih dia bayar pajak tinggi ke negara. “UKT bukan pajak. Tidak sepatutnya ditetapkan berdasarkan besarnya gaji,” tambahnya lagi.
Kata dia, pihak yang menjadi korban kebijakan ini adalah para kelas menengah. Mereka tidak cukup miskin untuk menerima bantuan tapi tidak cukup kaya untuk sustain.

“Makanya saya menolak UKT berdasarkan kekayaan orang tua. Lagian mahasiswa sudah dewasa. Kuliah juga atas pilihan sendiri. Kenapa harus bawa-bawa slip gaji orang tua? UKT harus flat, sama rata. Seperti dulu sebelum komersialisasi merusak pendidikan,” paparnya.

Akun @hopexg mengaku sedih mendengar penjelasan Nadiem yang mengatakan seharusnya tak ada mahasiswa gagal kuliah karena UKT. “Salam senyum dari aku yang nggak bisa lanjut kuliah karena nggak bisa bayar UKT,” ujarnya.

Komentar:
Kecamatan Pamulang
ePaper Edisi 26 Juni 2024
Berita Populer
04
Jemaah Haji Asal Tangsel Aman Dari Heatstroke

TangselCity | 1 hari yang lalu

05
Jokowi Effect Di Pilkada

Nasional | 2 hari yang lalu

06
Dipicu Pelaksanaan Haji, Cak Imin & Yaqut Kembali Memanas

Ibadah Haji 2024 | 1 hari yang lalu

09
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo