PDIP Mulai Galak, Tolak RUU MK Dan RUU Penyiaran
JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) mulai ancang-ancang mengambil peran di luar pemerintahan. Meskipun belum resmi menyatakan oposisi, tapi Banteng sudah galak. Hal itu ditunjukkan dengan menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Mahkamah Konstitusi (MK) dan RUU Penyiaran.
Penolakan itu disampaikan langsung Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam Rakernas ke-5 di Kawasan Ancol, Jakarta Utara, Jumat (24/5/2024). Mega mengkritisi draft RUU Penyiaran, dan mendukung investigasi jurnalisme.
“Untuk apa ada media? Makanya, saya selalu mengatakan. Hey, kamu tuh, ada Dewan Pers lho. Lalu, harus mengikuti yang namanya kode etik jurnalistik. Loh kok nggak boleh ya investigasinya?” kritik Mega.
Mega mengaku curiga ada udang di balik batu mengenai RUU Penyiaran. “Selain dilaksanakan tiba-tiba, dan pada masa reses, sepertinya menyembunyikan suatu kepentingan politik yang begitu besar,” duga Mega.
Selain soal RUU Penyiaran, Mega juga mengkritisi soal RUU MK. Menurutnya, MK telah diintervensi oleh kekuasaan, merujuk pada putusan 90. Dalam putusan 90 ini, MK mengabulkan gugatan soal Cawapres yang belum berusia 40 tahun bisa maju asal pernah terpilih dalam election vote (Pemilu atau Pilkada).
Menindaklanjuti seruan Mega, Sekretaris Fraksi PDIP DPR Bambang Wuryanto langsung bergerak. Ketua Komisi III DPR ini mempertimbangkan untuk menyampaikan minderheit nota atau nota keberatan atas RUU MK itu.
“Kalau RUU MK ini disahkan di rapat paripurna, kita minderheit nota,” ujar politisi yang akrab disapa Bambang Pacul ini, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2024).
Ditanya apakah penolakan PDIP itu juga akan diikuti dengan langkah Menkumham sekaligus elite PDIP Yasonna H Laoly, Pacul mengatakan ranah eksekutif memiliki jalur birokrasi tersendiri.
“Tentu lain, kalau eksekutif itu kan tegak lurusnya sama presiden, jadi beda, harus dibedakan ya,” tegas Pacul.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengapresiasi sikap PDIP. Menurut Dedi, apa yang dilalukan PDIP setidaknya mengembalikan pengawasan dan tekanan DPR terhadap Pemerintah. Sejatinya, sikap ini mengembalikan marwah PDIP.
“Di jalur yang dibenarkan. PDIP memang seharusnya keras mengingat mereka mengusung semangat marhaenis,” ulas Dedi saat dihubungi, Senin (27/5/2024).
Meski begitu, ia menilai instruksi Mega syarat kepentingan politik. Sejatinya, hingga saat ini PDIP belum memutuskan sikap terkait oposisi dan koalisi di pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, sikap-sikap seperti ini yang akan dilakukan PDIP.
“Situasinya jelas mengindikasikan PDIP siap beroposisi. Atau bisa juga gerakan keras ini bagian dari lobi politik, meskipun lebih mungkin itu sebagai sikap PDIP yang akan berseberang dengan Pemerintah,” tutur Dedi.
Kata Dedi, jika hanya PDIP partai di luar Pemerintah, tentu proses check and balancing tidak akan maksimal. Pertarungan ini tidak akan imbang di DPR.
“Mengingat keputusan parlemen sejauh ini minim mufakat. Jauh lebih besar dihasilkan secara voting. Untuk itu PDIP perlu mitra agar kuat,” pungkasnya.
Pos Tangerang | 4 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu