Giliran Guru Bersuara Soal Tapera
JAKARTA - Setelah organisasi buruh, kali ini giliran organisasi guru bersuara tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memperhatikan respons para guru, berkaitan dengan Tapera yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyatakan, para guru sangat cemas dengan rencana tersebut.
Reaksi, terutama datang dari guru-guru swasta dan honorer atau non Aparatur Sipil Negara (ASN). Tapera rencanannya bukan hanya menyasar ASN, namun juga pekerja swasta dan pekerja yang dikategorikan sebagai pekerja mandiri.
Apalagi, lanjut Satriwan, kesejahteraan guru saja masih belum stabil. Bahkan, bisa dikatakan minimalis, dengan gaji yang termasuk paling rendah dibanding profesi lain.
Menurutnya, survei tentang Kesejahteraan guru yang dilakukan oleh IDEAS tahun 2024 menunjukan, 42,4 persen guru, gaji per bulannya di bawah Rp 2 juta.
Satriwan menambahkan, dari survei yang sama ditemukan, 74,3 persen penghasilan guru honorer atau kontrak, yaitu di bawah Rp 2 juta. Gaji guru yang berkisar antara Rp 2-3 juta sebesar 12,3 persen; Rp 3-4 juta sebanyak 7,6 persen; Rp 4-5 juta sebanyak 4,2 persen dan di atas Rp 5 juta hanya 0,8 persen.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, pasal 7 huruf (1), "Setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta".
Nah, menurut Satriwan, jika guru tersebut berada di wilayah provinsi dengan upah minimum Rp 2 juta, seperti Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), maka dianggap layak ikut Tapera. Padahal, dengan gaji sekecil itu, mereka juga menghadapi berbagai potongan lainnya. "Tapera akan menjadi beban tambahan bagi guru dengan gaji yang sangat kecil dan kurang," katanya, Rabu (5/6/2024).
Selain laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa 42 persen yang terjerat pinjol berprofesi sebagai guru, survei IDEAS pun menunjukkan, 79,6 persen guru memiliki utang kepada teman, keluarga, koperasi dan BPR.
“Dengan gaji hanya Rp 2 juta, lalu dipotong BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, iuran wajib bulanan organisasi profesi guru, koperasi sekolah, pemotongan karena ada utang dan lainnya, kini ditambah Tapera untuk tabungan perumahan yang rumahnya belum jelas,” tuturnya.
Para Guru, lanjut Satriwan, juga khawatir dana Tapera dikorupsi. Begitulah penolakan terhadap Tapera yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjawab berbagai kecurigaan seperti itu. "Tapera merupakan tabungan yang diatur dalam undang-undang, bukan potongan gaji atau iuran," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (31/5/2025).
Moeldoko juga mengaku, menjamin Tapera tidak akan bernasib seperti Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang berujung kasus korupsi.
Anggota Komisi IX DPR Darul Siska menilai, penolakan terhadap Tapera karena kurangnya pemahaman masyarakat terkait program tersebut.
Menurut dia, setiap kebijakan seharusnya didiskusikan dan disosialisasikan terlebih dahulu. "Sehingga, masyarakat dan pihak yang terkena program ini ikhlas dan tahu manfaatnya," kata Darul kepada Redaksi, Rabu (5/6/2024).
Berikut ini wawancara dengan Satriwan Salim mengenai hal tersebut.
Selain masalah kesejahteraan, apalagi yang dikhawatirkan guru mengenai Tapera?
Para guru juga mencemaskan, apakah dana Tapera bisa dicairkan atau tidak. Karena, belum jelas apa ada yang sudah terbukti bisa mendapatkan rumah setelah menabung dalam program sejenis Tapera.
Apakah guru juga takut dana Tapera diselewengkan?
Iya, alasan lain para guru khawatir dan menolak adalah, takut nasib Tapera akan seperti asuransi ASABRI dan Jiwasraya.
Bukankah guru bisa protes jika terjadi kasus serupa?
Guru kelompok marjinal dan lemah, tidak punya kekuatan melawan atau menggugat. Peluang mengadu dan memprotes sangat kecil.
Bayangkan, dana pensiun TNI dan Polri saja dengan mudah dikorupsi, bagaimana kami yakin Tapera akan lebih baik.1
Apa saran P2G?
P2G memberikan rekomendasi atas rencana Tapera agar tidak menjadi beban tambahan bagi guru. 1
Pertama, pemerintah itu seharusnya membuat program kredit perumahan untuk guru yang murah dan terjangkau. Jangan tabungannya dulu, tapi rumahnya tidak jelas.1
Apa saran berikutnya?
Mekanisme Tapera bagi guru di atas upah minimum, justru akan menyengsarakan guru di wilayah provinsi dengan Upah Minimum Provinsi rendah. Oleh sebab itu, agar Tapera tidak memberatkan, harus dibuat standar upah minimum guru yang berlaku secara nasional. Hal ini akan meringankan guru yang gajinya dipotong sana-sini.
Dari semua saran itu, apa yang Anda garisbawahi?1
Pemerintah hendaknya tidak mempersulit profesi guru. Justru, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memerintahkan negara agar memenuhi hak-hak guru. Antara lain, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Yang terjadi sekarang malah sebaliknya, penghasilannya sangat minimum dengan potongan-potongan.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 7 jam yang lalu