TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Pelemahan Rupiah Harus Segera Direm, Berpotensi Meningkatnya Orang Miskin

Laporan: AY
Minggu, 30 Juni 2024 | 13:29 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Pemerintah harus mewaspadai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang kini sudah tembus di atas Rp 16.400 per dolar AS. Sebab dampaknya berpotensi meningkatkan angka kemiskinan.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengingatkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah bisa mem­buat harga barang di Indonesia makin mahal. Karena, Indonesia merupakan negara yang banyak mengimpor bahan baku atau barang jadi. Dan pembeliannya memakai mata uang dolar AS.

“Saat dolar menguat, harga barang impor naik menjadi lebih mahal,” kata Huda ke­pada Rakyat Merdeka, Sabtu (29/6/2024).

Selain itu, lanjut dia, biaya sub­sidi Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa membengkak karena harga minyak yang dibeli Indonesia juga menggunakan dolar AS. Akibatnya, subsidi dari Pemerin­tah berpotensi dipangkas.

Menurutnya, saat harga BBM bersubsidi naik, maka daya beli masyarakat bisa dipastikan akan tergerus sehingga pertumbuhan ekonomi akan melambat.

“Jika ini terjadi, sudah bisa dipastikan jumlah orang miskin di Indonesia makin bertambah. Dan Indonesia makin sulit men­capai visi menjadi negara maju di 2045,” kata Huda.

Mencermati terus melemah­nya nilai tukar rupiah, Presiden Jokowi minta jajarannya untuk fokus menjaga perekonomian dan situasi politik dalam negeri tetap kondusif. Ini penting agar ekono­mi dalam negeri tetap stabil.

“Saya ingin ingatkan semua kementerian dan lembaga agar betul-betul mencermati kondisi-kondisi global, jaga stabilitas kondisi ekonomi nasional kita,” ungkap Jokowi pada Sidang Kabinet terkait Perekonomian terkini di Istana Kepresidenan, Senin (24/6/2024).

Kondisi global, kata Jokowi, berkaitan dengan ketidakpastian kebijakan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) dan kete­gangan geopolitik di berbagai kawasan. Sementara dalam negeri adalah nilai tukar mata uang dan stabilitas politik.

Belanja Subsidi Melonjak

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengung­kapkan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bakal berpengaruh besar bagi pereko­nomian Indonesia. Yang paling terasa, belanja subsidi untuk masyarakat bakal melonjak.

Wanita yang akrab dipanggil Ani itu mengatakan, belanja sub­sidi hingga Mei 2024 telah men­capai Rp 77,8 triliun. Jumlah tersebut naik 3,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 75,1 triliun.

Level belanja di atas Rp 70 triliun itu telah terjadi sejak 2022 yang sebesar Rp 75,4 triliun.

Belanja subsidi naik terus. Padahal pada 2020 belanja sub­sidi hanya Rp 48,9 triliun. Pada 2021 memang naik sedikit, 15,7 persen namun masih pada level Rp 56,6 triliun,” Ani saat kon­ferensi pers APBNKiTa secara daring, Kamis (27/6/2024).

Kondisi ini, lanjut Ani, disebabkan harga minyak yang melambung, pelemahan kurs, juga volume belanja yang meningkat.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 rata-rata nilai tukar Rupiah diasumsikan hanya Rp 15.000 per dolar AS.

Sementara saat ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ter­catat masih berada di level Rp 16.400-an.

Dijelaskannya lebih rinci, apa­bila volume atau harga komodi­tas yang sudah ditetapkan di da­lam APBN2024 tidak berubah, sementara rupiah melemah dan dolar terus perkasa, praktis akan terjadi deviasi (penyimpangan dari peraturan) khususnya dari sisi anggaran.

Namun begitu, Ani menjelas­kan, besaran belanja subsidi yang bakal terdampak selisih pelema­han kurs ini, akan disesuaikan dengan tagihan yang dilakukan oleh pihak penyedia. Yaitu, PT Pertamina dan PT PLN.

Tagihannya baru akan direspons setelah ditinjau oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Setiap kuartal, kami meminta BPKP untuk mengaudit. Dan kami membayar sesuai kemam­puan negara,” ungkapnya.

Dia juga menerangkan besaran belanja subsidi sesuai Undang- Undang (UU) APBN 2024, masih akan tetap sesuai dengan kisaran yang telah ditetapkan sebesar Rp 300 triliun.

“Nanti kita akan lihat alokasi itu memenuhi berapa banyak dari volume yang sudah ditetap­kan, dengan perubahan harga maupun kurs yang terjadi,” tegasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo