TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Mendagri Beri Warning Urusan Pengelolaan APBD, Awas Rentan Korupsi!

Oleh: Farhan
Selasa, 09 Juli 2024 | 10:37 WIB
Mendagri Tito Karnavian. Foto : Ist
Mendagri Tito Karnavian. Foto : Ist

JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai, pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih rawan korupsi.

Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Koor­dinasi Nasional (Rakornas) Penguatan Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Untuk Pencegahan Korupsi Pemerintah Daerah, di gedung KPK, Jakarta, Senin (8/7/2024).

Tito mengatakan, dari jumlah APBN Indonesia yang nilainya Rp 3.000-an triliun, sebanyak Rp 1.000 triliunnya berada di daerah. “Kita ketahui bahwa kerawanan potensi fenomena ko­rupsi terjadi yang utama adalah pengelolaan APBD,” ujarnya dalam paparan yang disiarkan virtual.

Yang paling rawan, kata Tito, adalah belanja. Masih ada Pemda yang tidak efisien dalam menyu­sun postur anggaran belanja. Belanja habis untuk belanja pegawai, gaji, dan tambahan penghasilan lainnya.

Selain itu, untuk operasional untuk pegawai. Termasuk kegiatan-kegiatan yang sebetulnya tidak perlu, seperti rapat-rapat atau perjalanan dinas.

“Sehingga akhirnya yang program intinya, misalnya Rp 5 miliar, program studi banding­nya Ro 2-3 miliar, rapatnya Rp 3 miliar, perjalanan dinasnya Rp 10 miliar. Lebih banyak per­siapan-persiapannya dibanding program untuk masyarakatnya. Ini kerawanan juga,” beber eks Kapolri ini.

Tito mengingatkan, pengelo­laan anggaran di instansi mana pun, termasuk di Pemda, sama seperti mengelola rumah tangga. Pendapatan, harusnya lebih banyak daripada belanja. Dia menyebutkan, pendapatan di daerah umumnya didapat dari tiga sumber pemasukan utama.

Pertama, dari pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dana bagi hasil dan lain-lain. Kedua, dari pendapatan asli daerah. Ketiga, dari sumber lain­nya, salah satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Tito pun menyoroti kerawanan korupsi yang kerap terjadi di BUMD, karena tidak terkelola secara profesional. “Tidak pro­fesional karena ada orang-orang yang titipan di sana (BUMD),” ungkapnya.

Akibatnya dari 1.100-an BUMD, hanya sekitar 400-an saja yang untung. Sementara 700-an lainnya amburadul alias mengalami beragam masalah.

Rinciannya, sebanyak 274 BUMD rugi, 291 BUMD sakit artinya rugi ditambah ekuitas negatif.

Lalu sebanyak 186 BUMD dewan pengawas lebih banyak dari direksi dan 17 BUMD kekayaan perusahaannya lebih kecil dari kewajibannya atau ekuitas negatif.

“Ini kami sampaikan karena Kemendagri diberikan amanat oleh Undang-Undang Pemerintah Daerah untuk mengawasi daerah,” paparnya.

Kemendagri berkomitmen untuk melakukan pengawasan seluruh penyelenggaraan Pemda, termasuk BUMD.

“Ini tantangan kita pertama bagaimana untuk meningkatkan pendapatan dan target pendapatan tercapai,” ungkapnya.

Dalam acara yang sama, Ketua Sementara Komisi Pemberan­tasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan, pihaknya memiliki bersinergi dengan Kemendagri dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Salah satu instrumen yang dipakai untuk mengawal tata kelola pemerintahan di daerah agar mencegah korupsi adalah melalui Monitoring Center for Prevention (MCP).

“Kami bersama Kemendagri dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) telah melakukan kolaborasi dalam implementasi MCP di daerah,” ungkapnya.

Penguatan peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), lanjut Nawawi, menjadi salah satu area penyelenggaraan pemerintahan yang dikawal di dalam MCP.

APIP memiliki peran sentral dalam mengawal penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Karenanya, Pemda diharapkan dapat mengoptimalkan peran APIP melalui peningkatan kapa­sitas, penguatan kelembagaan, pengendalian dan pengawasan, serta koordinasi pencegahan korupsi.

Hal tersebut sejalan dengan evolusi peran APIP dari yang sebelumnya hanya sekedar watchdog, menjadi fungsi penjaminan kualitas (quality assurance) dan menjadi bagian dalam penyelesaian masalah.

Melalui peran tersebut, APIP diharapkan dapat proaktif dalam memberikan saran dan langkah preventif saat terjadi penyelewengan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Nawawi mengungkapkan, dalam pelaksanaan perannya, APIP seringkali menemukan permasalahan.

Beberapa permasalahan yang sering disampaikan oleh Inspe­ktorat maupun Pemda, antara lain jumlah dan kompetensi APIP yang belum memadai, kurangnya alokasi anggaran untuk pelaksa­naan tugas APIP, serta objektivi­tas dan independensi APIP.

Permasalahan ini semakin kompleks karena peran APIP sering kali dianggap kurang penting oleh Kepala Daerah.

“Oleh karena itu, KPK meng­himbau kepada seluruh jajaran Pemda, agar senantiasa kon­sisten dalam menjalankan komit­men pencegahan tindak pidana korupsi termasuk penguatan APIP,” imbau Nawawi.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo